Jumat, 23 November 2012

KISAH NABI MUHAMMAD S.A.W


Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir
saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali
sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid.
Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat- Nya yang mulia untuk mengutus
seorang rasul yang membawa ajaran langit untuk mengakhiri penderitaan di
tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam mencekam, datanglah matahari
para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi
Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira
yang disampaikan oleh Nabi Isa as.

Allah SWT menyampaikan selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat
dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan selawat kepadanya sebagai
bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang mukmin
berselawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)

Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum
dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau Nabi Muhammad saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."

Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu juga
ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita Quraisy.
Beliau saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw adalah
hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan
kepada umat manusia.

Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul
Muthalib membayangkan bahawa matahari telah terbit, lalu ia bangun dan
ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa

menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu khemah, lalu
menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti
dengan malam. Ia kembali menutup pintu khemah dan tidur. Belum lama ia
dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi
untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s kali ini, Sesungguhnya
sesuatu yang besar memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat
penting, "Galilah zamzam!" Dalam mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah
itu zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahawa
ia diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat
sesuatu yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan
hatinya berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu
khemah kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah erti zamzam? Tiba- tiba
fikirannya dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahawa pasti
zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang
datang dalam tidur itu agar ia menggali sumur, di sana tidak ada jawapan
selain satu jawapan dari pertanyaan ini, yaitu agar orang- orang yang berhaji
dan berkeliling di sekitar Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari
sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat
diminum oleh orang-orang yang berhaji.

Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam,
ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita- cerita kuno yang
mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air sebagai akibat dari
pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita yang mengatakan bahawa
sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.

Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui
orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahawa ia akan menggali
sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang di situ ia
diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang- orang Quraisy
menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib
terletak di antara dua berhala dari berhala-berhala yang biasa disembah oleh
masyarakat setempat, yaitu di antara berhala yang bernama Ashaf dan Nalah.
Abdul Muthalib merasa bahawa usahanya sia- sia untuk meyakinkan kaumnya
agar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka mengetahui bahawa Abdul
Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain hanya seorang anak. bahawasanya ia
tidak memiliki anak- anak yang dapat menolong dan memperkuatnya serta
melaksanakan keinginan-keinginannya.

Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang
terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha untuk
melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi
dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah dan mengungkapkan
suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika aku mendapat sepuluh anak
laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu
melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih
salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."

Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun,
isterinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak
laki-laki sampai pada tahun yang ke sembilan, sehingga Abdul Muthalib
mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan anak-anak
Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan.
Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan
dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu
anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah
undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil
yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka orang-orang
yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka mengatakan bahawa
mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih.

Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih di kawasan Arab, ia
telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah
menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan suaranya lebih
dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang
paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan rohaninya demikian jernih, dan
hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati
yang keras, oleh kerana itu semua manusia datang kepadanya dan menentang
usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami
menyembelih anak-anak kami daripada ia harus disembelih, dan menjadikan
anak-anak kami sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan
seseorang pun yang lebih baik dari dia seandainya kami menyembelihnya,
pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya kepada
dukun."

Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia
mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka
mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah taruhan yang kalian

miliki?" Mereka menjawab: "Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata:
"Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas
nama Abdullah, jika undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor
unta lagi, lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar
lagi nama Abdullah."

Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta
yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul
Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi- lagi yang keluar
nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh ekor unta lagi sampai
jumlah unta itu telah mencapai seratus ekor unta. Setelah itu, datanglah nama
unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat demikian gembiranya sehingga
berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka kerana melihat Abdullah
berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus ekor unta di sisi
Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh
oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas.

Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia
menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab,
kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab,
dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah
binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda
yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.

Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para
tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan
antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah haiwan- haiwan korban, dan
manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan binatang-binatang buas dan
burung makan darinya. Abdullah tinggal bersama isterinya dua bulan di rumah
pernikahan, hingga suatu hari ada khabar bahawa kafilah akan berangkat, lalu
Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama
kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang- bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan mereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui bahawa itu adalah kesempatan terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman- pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.

Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh
lima tahun. Khabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati
orang-orang yang mendengarnya, sehingga khabar itu sampai ke isterinya.
Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak mengetahui jawapannya,
mengapa Allah SWT menebusnya dengan seratus unta jika kemudian Dia
menetapkan kematian baginya.

Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang
sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahawa ia sedang hamil. Aminah
menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia
menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat
dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahawa janin yang
dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia dilahirkan.

Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang- orang
fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang
terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang
dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali
orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil yang
sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan berlalulah hari demi hari,
lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah pun telah mengering,
namun kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang tumbuh bersama
kehausan.

Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya
itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahawa janin yang
dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia merasakan betapa
ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati yang berkeliling di
seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang selalu mengitarinya, maka
tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini.
Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah
hari kelahirannya. Sementara itu, pasukan Abrahah mendekati Mekah.

Abrahah adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk
kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun
suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahah

membangunnya dengan niat agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul Haram
di Mekah. Ia melihat betapa orang- orang Yaman tertarik dengan rumah
tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya memiliki daya
tarik seperti itu dan tidak mampu menarik hati orang-orang Arab, maka ia
berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak
menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia
menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi dengan berbagai senjata,
kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.

Pasukan Abrahah terdiri dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya
untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita
gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar rencana tersebut. Memang
orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai penyembah berhala, meskipun
demikian mereka sangat memberikan penghargaan dan penghormatan
terhadap Ka'bah, kerana mereka meyakini bahawa mereka adalah anak-anak
Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.

Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari
penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari
kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahah, sehingga ada beberapa
orang yang mengikutinya. Abrahah berhadapan dengan tentera tersebut tetapi
pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan oleh pasukan kafir
yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan menjadi tawanan Abrahah.
Pasukan Abrahah tersebut juga sempat ditentang oleh Nufail bin Hubaid
al-Aslami, namun Abrahah pun dapat mengalahkan mereka dan berhasil
menawan Nufail.

Kemudian ketika Abrahah melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya
beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gementar ketakutan dan
berkata kepadanya bahawa sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada
di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan dengan
maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka, di mana mereka
membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha kemudian mereka
mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahah letak Ka'bah.
Ketika Abrahah berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang
pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia
merampas banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara
yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat
itu Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin
mereka, serta pengawas sumur Zamzam.

Kedatangan utusan Abrahah di Mekah telah menimbulkan gejolak pada
kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah.
Kemudian mereka mengetahui bahawa mereka tidak memiliki kemampuan
untuk melawan Abrahah, sehingga mereka membiarkannya, lalu tersebarlah di
Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat yang sulit untuk
ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu, Abrahah
menyampaikan bahawa ia tidak datang untuk memerangi mereka, namun ia
datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya,
maka darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul
Muthalib, ia menceritakan tentang keinginan Abrahah. Abdul Muthalib berkata:
"Kami tidak ingin memeranginya kerana kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah
adalah rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim.
Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun
jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk
mempertahankannya." Kemudian utusan itu pergi bersama Abdul Muthalib
menuju Abrahah.

Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia
memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahah
melihatnya, Abrahah menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahah
memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahawa ia
duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahah turun dari kerusinya
dan duduk di atas sebuah permaidani dan mendudukkan Abdul Muthalib di
sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya apa
kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku adalah agar Abrahah
mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul
Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahah berubah, lalu ia berkata
kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika
melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat berbicara dengannya,
apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku
ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya dan
datuk-datuknya, yang aku datang untuk menghancurkannya dan dia tidak
menyinggungnya sama sekali" Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik
unta, sedangkan pemilik rumah itu adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahah
berkata: "Dia tidak akan mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib
menjawab: "Lihat saja nanti!"

Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun
mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui
orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia
memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik
gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya. Aminah
binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian malaikat
turun di bumi Jarzirah Arab.

Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama
dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan
meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan gajah-gajah
tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di tempatnya dan
mentaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu menerima pukulan
yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya, gajah-gajah
itu tampak gementar dan berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu menolak
untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah pun. Abrahah bertanya: "Mengapa
pasukan tidak bergerak?" Kemudian dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah
menolak untuk bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka
emosi, ia ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.

Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar,
matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat
pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan bahawa ia melihat
sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat- amati awan itu. Dan
ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi
cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung yang
banyak.

Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan
rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di
tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa.
Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan
burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu yang
sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu menyerupai
bom-bom atom yang digunakan saat ini.

Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana
peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahawa
Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak
diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebahagian darinya setelah empat
belas abad dari peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan
itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.

Para tentera Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging- daging
dari tubuh mereka berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan
mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu.
Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad para pasukannya
tersebar dan berciciran di bumi, seperti tanaman yang dimakan oleh binatang.
Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di Mekah yang
menceritakan tentang peristiwa itu:

"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentera gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka
(untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada
mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan
batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti
daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)

Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian
mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah
suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang yang
tinggal di rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum yang
menyembah berhala yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung
Ka'bah memeliharanya kerana adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT
menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya agar
tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya tempat itu
menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang aman,
yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh
pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian itu kerana di
sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang
anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum
dapat tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan
belum menjadi rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang
ingin menghancurkan semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia ini.

Tragedi yang menimpa Abrahah adalah kerana bahawa ia berusaha menentang
kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat
yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa batu-batuan
yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung- burung melemparkan
batu-batu itu kepada Abrahah berserta tenteranya. Semua ini berdasarkan

rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya sebelum
orang mengetahui bahawa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk meninggalkan
tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang keras di
muka bumi.
 Di tengah-tengah kegembiraan Mekah kerana keselamatan penghuninya dan
selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia
menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar
dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang
hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak
mengetahui tafsir dari mimpinya.

Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam
Senin hari kedua belas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang
anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul
Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.

Sebelum ia dilahirkan, dunia mati kerana kehausan padanya. Kehausan dunia
sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600
tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran
cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah meresap kepada
sebahagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran tauhid telah ternodai.
Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan wasiat-wasiat Musa dan
mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap orang
dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang khusus.
Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh
kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan dilupakan dan mereka menyerahkan
diri mereka kepada pembohong.

Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur
suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya separa
dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang
jernih dari jantung gurun yang paling besar ketandusannya di dunia, yaitu
gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran masa tersebut, dalam
hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu
Dia murka kepada mereka, baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam
kecuali sebahagian kecil dari Ahlul kitab."

Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian
 bertanggungjawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus pada
cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah
dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang memenuhi Baitul
'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar
menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan manusia merasa
tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini - yang dibangun sebelumnya
oleh Adam - dipenuhi patung- patung tuhan yang terbuat dari batu dan kayu.
Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik
terendah.

Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi
oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana kerana melarikan diri dari
penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di situ bagaikan
serigala-serigala di atas tanah yang tersubur di mana mereka melakukan
monopoli dalam perdagangan. Mereka membangun kejayaan mereka dengan
memanfaatkan orang-orang Arab dan kehairanan mereka terhadap diri mereka
sendiri.

Para cendekiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas
sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan
menampakkan sebahagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu
untuk memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah
emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang- orang Arab justru
menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam
membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang
Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala suku adalah
pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan
mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang di lihat dari asal
muasalnya serta nilainya juga di lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya
kepada nasab yang merupakan kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap
berhala tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan
dan kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit
dalam kabilah atau kesukuan.

Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung
rajawali yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya.
Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan timur
dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air. Api tetap
menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk untuknya. Dan
di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh mereka.

Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgahsananya dan
memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan
dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya dan
menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani,
sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun
mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api
jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan
mereka diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka
terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat
di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di
mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah
dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.

Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di tenda
Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang disembah oleh
kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan
robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan syaitan merasa bahawa
penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini semua sebagai simbol
dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka bumi dan
terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia atau
terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk
menyembah kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya
kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan
Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling
meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang
bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi. tentera
Al-Quran adalah tentera yang paling adil dan paling berani untuk
menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah Nabi
bahawa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum
kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah kelahirannya di
mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat beliau masih kecil,
begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau terkenal
pada saat masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan
permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau.
Allah SWT memberikan penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun
kepadanya dengan membawa wahyu.

Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada
keperibadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi
mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Quran; itu adalah bangunan rohani yang
tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan
dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam rintangan.
Beliau melaksanakan amanat yang dikembangnya secara sempurna dan
sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat Nabi
setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau tidak mempunyai mukjizat
selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain
membebaskan fikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.


Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk
menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka,
namun Muhammad saw diberi kurnia untuk mewujudkan persamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah- tengah
kehidupannya dan setelah kehidupannya.

Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan
mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan
orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sedari. Itu
adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan mereka
dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik
dan kekufuran menuju dunia tauhid.

Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk
mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk
menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang
terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad
saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentera yang
sederhana. Beliau mengetahui bahawa ketika beliau lalai sesaat saja dari
dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama
Islam akan hilang.

Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat
dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan solat.
Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika solat atau
mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud.
kerana itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan
mukmin berusaha solat secara bergantian: sebahagian mereka solat dan
sebahagian mereka bertugas untuk menjaga.

Allah SWT berfirman:

"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu
hendak mendirikan solat bersama-sama mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (solat) bersertamu dan menyandang senjata,
kemudian apabila mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka
hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan
hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga
dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah
terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu
dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)


Selesailah masalah itu dan tidak ada malaikat yang turun untuk melindunginya
dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa keletihan para
nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam
menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan yang
besar.

Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan
mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum
tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi
Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya
dan ketulusannya.

Allah SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya
untuk mengangkat gunung di atas kaumnya hingga mereka beriman kepada
Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika
mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud dengan
meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu yang
berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi.
Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun.
Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya
dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau
tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung
Islam dan mengancamnya.

Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini kerana
masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca
indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai
dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat.
Adalah hal yang maklum bahawa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu
tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang
mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam
adalah bahawa ia tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan
untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah memasuki
masa kematangan berfikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut
bahawa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah
"iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang
universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta
kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.

Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw
di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang
menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahawa beliau diutus di
tengah-tengah masa kematangan berfikir, dan beliau diutus sebelum
datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cubaan yang pernah dipikul
oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan
dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang pernah dialami oleh semua para
nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah
SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat solat pada saat
beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada
suatu hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka
mengutamakan para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau
justru menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah. Beliau berkata:
"Janganlah kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."

Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran
yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang memiliki
darjat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau
yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak
ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka
berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan
dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan
selawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan
mereka untuk menyampaikan selawat kepadanya, dan selama Rasulullah
seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga berselawat kepada
semua nabi tanpa perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu sendiri.

Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun
gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga
datuknya bahawa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke
tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling dengannya di
Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak merasa terpukau
dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak bingung
menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu
berlanjutan sampai enam hari, sehingga sang Nabi di sunat. Ketika malam
telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang
dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk
menggali zamzam. Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan
kepadanya bahawa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad
atau Ahmad.

Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau
berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan
suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya
tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa
Abdul Muthalib tidak memakai nama-nama datuk-datuknya dan nama-nama
yang biasa dipakai di kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin
Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."

Kami tidak mengetahui dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib untuk
menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realiti
kebanggaan orang-orang Arab yang popular atau berasal dari realiti
kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realiti kegembiraan yang
dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana
rohani yang jernih dan bisikan alam ghaib? Tentu kami tidak bisa menjawab.
Yang dapat kami ketahui adalah bahawa seseorang tidak akan layak
menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di
langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin Abdillah.

Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau
ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya. Allah
SWT berfirman:

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?"
(QS. adh-Dhuha: 6)

Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab- sebab
kemanusiaan seperti adanya datuknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia
mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang tidak
begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah kita berada
di hadapan manusia yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya sejak masih
kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan mengujinya dengan
keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak
masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil
dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di
tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT
telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.

Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat
bahawa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk
mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di
mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun agar
anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh mainan
yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui anak-anak lebih
tertarik menyusui anak- anak dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin
manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak
berminat kepadanya.

Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya
bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami
tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku mengalami kemiskinan yang
luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke Mekah dan menemani
wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua mencari anak-anak yang masih
menyusu agar orang tua mereka dapat membantu kami untuk memenuhi
kebutuhan hidup.

Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua
disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia
berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman
kerana melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis kerana tidak
menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis kerana kelaparan
dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku mahupun air susu unta yang
dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan dahaganya. Di
tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya
bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang demikian.

Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin
mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah mendahului kami. Mereka
mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu
Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal dari keluarga yang
miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat mulia di antara tokoh-tokoh
Quraisy. Oleh kerana itu, wanita-wanita enggan untuk mengasuhnya. Namun
aku dan suamiku tidak sefaham dengan mereka kerana aku tidak peduli dengan
keyatiman dan kefakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali dan tidak
mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika
mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya kasih
sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan
diganggu oleh udara yang kotor."

Kisah tersebut mengatakan bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan
wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur
dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun.
Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu
menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia
dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang yang lapar
sebelum ia menyelamatkan mereka.

Halimah mengatakan bahawa ia meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan
keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya
menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahsia keinginannya yang samar
agar ia kembali untuk mengambil anak yatim yang masih menyusu ini. Ia tidak
mengetahui bahawa Allah SWT telah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil
itu dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati
isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali
ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar
ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah -
seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia - -justru ditolak oleh
wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak
seseorang pun.

Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahawa ia akan
mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah
meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah
mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah
mengetahui bahawa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air
susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda
kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu
merupakan hikmah yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup
dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik
dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa
tentang pengorbanan dan kesatriaan?

Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah.
Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan
dunia terbuka dan mekar di hadapannya, di mana bumi dipenuhi dengan
kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan
buah kurma tampak berseri-seri setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu
binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada
tempat tersebut. Halimah mengetahui bahawa kebaikan ini telah datang
bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak
itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain
kepada Muhammad saw.

Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai
Halimah bahawa engkau telah mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah
berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia
telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur, maka
Halimah membawanya keluar dari khemah dan ia berhenti bersamanya di
bawah sinar bintang. Saat itu anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan
langit. Setelah kedua matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia
pun mulai tidur.

Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih, sehingga
ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan
perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki sang ibu
dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar membiarkannya bersama
anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat kembali menghirup
udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat Bani Sa'ad
sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa penting
yang terkenal dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah
menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin
Abdillah dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya
dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan
bahagian dunia darinya.

Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara
susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat
penggembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut
dan menangis sambil berteriak bahawa Muhammad telah terbunuh. Muhammad
diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua
orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.

Mendengar hal itu, Halimah sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi sambil
berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk
anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad
sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua
matanya menyala.

Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih
sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad
menjawab: "Ketika aku memperhatikan domba-domba yang sedang bermain
aku dikejutkan dengan kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang
putih. Mula-mula aku menyangka bahawa mereka adalah burung yang besar,
namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua orang yang tidak aku kenal yang
memakai pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata kepada
temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain
menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka
mengambilku dan menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka
mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya
jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan
Ahmad. Para mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang dalam ini.
Sebahagian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar klasik,
seperti Qurthubi berpendapat bahawa peristiwa itu diisyaratkan oleh
firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS.
Alam Nasyrah: 1)

Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahawa manusia
istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi
dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang biasa menimpa
manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang yang memenuhi
cakerawala, maka di sana terdapat hati yang segera memungutnya dan
terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah
SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan tersebut.

Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau
ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin
Mas'ud bahawa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian
kecuali ia diawasi oleh temannya dari kalangan jin dan temannya dan dari
kalangan malaikat." Para sahabat berkata: "Apakah hal itu juga berlaku
kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT
membantuku, sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku
kecuali dalam kebaikan."

Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan dengan
peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahawa kejadian yang luar biasa
tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia
merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau akan melampaui alam ini,
sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.

Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan bahawa
peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai
usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi kedua kalinya
pada malam Isra' dan Mi'raj.

Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw
menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau bersabda:
"Ketika aku berada di Hathim - atau beliau berkata di Hijr - saat aku dalam
keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang kepadaku lalu ia
membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau
melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan membawa mangkok dari emas
yang penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."

Kami kira bahawa pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang
menunjukkan kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk
melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahawa anak
ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh manusia
dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peristiwa pembelahan
dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebahagian besar waktunya

digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman wajahnya tampak
keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang dewasa.

Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya
bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat terpengaruh dan sangat
terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan bahawa beliau pernah
mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau membanggakannya. Beliau
menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka yang baik. Beliau
berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud menyombongkan diri.
Jika mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka
mereka akan membagi makanan di antara mereka."

Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima tahun.
Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu merasakan
kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk mengingat
ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk mengunjungi kuburannya
di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari lima ratus kilo meter di
gurun yang kering yang jauh dari tanda- tanda kehidupan. Anak itu menempuh
perjalanan yang berat. Setelah perjalanan yang berat ini, Muhammad bin
Abdillah tinggal di tempat paman-paman dari ibunya di Madinah selama satu
bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia
dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan yang sederhana yang
ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula fikirannya terfokus pada keadaan
yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang diam.

Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian
ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai
di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui rahsia
kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikat maut turun di suatu tempat yang
bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah bertemu dengan
kekasihnya, Allah SWT.

Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang
pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang
kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan ibunya saat berusia enam
tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan ia dalam keadaan
menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia melewati kesedihan kehidupan
dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim.

Rasulullah saw pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana
pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah
dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku. Dan
kesedihan adalah temanku."
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga
beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan
ketulusan.

Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku.
Lalu Abdul Muthalib, datuknya menampakkan cinta yang luar biasa dan
penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad bin Abdillah
berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu benteng yang terbaik
yang menjaganya, yaitu datuknya Abdul Muthalib. Kemudian anak kecil itu kini
merenungi datuknya laksana orang dewasa. Ia tampak tegar seperti layaknya
orang dewasa.

Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT
mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah,
kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang datuk? Apakah Allah SWT
ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang dan cinta yang
semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin mendidiknya
dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan yang penuh dengan
penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya tertuju
kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:

"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)

Dahulu Allah SWT memberi khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat
sebagaimana Isa memberi khabar gembira di dalam Injil dengan kedatangan
seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada
Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya puncak keutamaan, lalu
Allah SWT menjawab bahawa Dia telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi
yang terakhir Ahmad dan umatnya.

Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak
mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di
tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi
yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang seorang manusia dan
cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan kasih
sayang Ilahi dan cinta Ilahi.

Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah
kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta,
maka janganlah kamu mengherdiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha
hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha:6- 11)

Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan yatim
lalu Allah SWT melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu Allah SWT
memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah SWT
memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya,
membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah darjat keutamaan yang tidak
pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.

Setelah kematian datuknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah
SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya
mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya
serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya
yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun
yang duduk selainnya.

Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang
memiliki kesedaran yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum
yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para pedagang
minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang dan
tokoh-tokoh kabilah.

Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin
dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jika

diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam permainan hura-hura
anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang dalam; beliau sering
menyendiri dan membuka matanya di hamparan pasir-pasir. Mulutnya terdiam
dan akalnya berfikir. Beliau merenungkan di masa kecilnya bagaimana
kaumnya bersujud terhadap berhala dan terpukau dengannya; bagaimana
orang-orang berakal mau bersujud kepada batu-batu yang tidak memberikan
mudarat dan manfaat dan tidak berbicara serta tidak dapat melakukan
apa-apa. Beliau mewarisi dari datuknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap
dunia berhala dan patung.

Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap sembahan-
sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau
mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang
besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan datuknya
Ibrahim. Beliau sedih kerana akal manusia menyembah batu dan emas,
kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak pertentangan dan perkelahian di
antara manusia yang justru disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele,
sehingga kehairanan beliau semakin bertambah dan sudah barang tentu
kesedihannya pun semakin dalam. Tidakkah manusia mengetahui bahawa
mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya, dan datuknya? Mengapa mereka
menimbulkan pertentangan ini, hingga mereka mendapatkan lebih banyak
kejahatan?

Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam
hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru Mekah. Beliau
tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan pemuda saat itu. Meskipun
kami kira bahawa kesedihannya disebabkan oleh hal- hal yang umum, tetapi
beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang pun. Beliau
belum bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar
bahawa pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera
menemukan jawapan, tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawapan
atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat:

"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)

Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam
menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya kerana ketiadaan senjata dan
kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan
menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya
selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.

Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang
berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan
kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada hakikatnya yang
suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan jiwanya yang bersih dan
rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada
binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada burung merpati
berkeliling di seputar makanannya maka ia meninggalkan makanannya untuk
burung itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada
makanan mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan
memberikannya pada anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir.
Bahkan seringkali di waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar kerana ia
memberikan makanannya ke orang lain.

Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan,
maka beliau bekerja sebagai penggembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi
Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian beliau
melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib menuju Syam saat
beliau berusia tiga belas tahun. Beliau menyaksikan keadaan umat-umat yang
lain, maka kehairanannya semakin bertambah terhadap masa Jahilliyah ini.
Ketika beliau menyaksikan orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin
bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan fikirannya semakin dalam.

Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap
anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah kebingungannya.
Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di jendela rumah yang menjadi
tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu awan putih
- tidak seperti biasanya - yang menghiasi langit yang biru. Saat itu udara
sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut sangat menghairankan.
Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di
mana ia mendapati awan itu menyerupai burung yang putih yang menaungi
kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahawa awan
tersebut mengikuti kafilah.

Jantung Buhaira berdebar dengan keras kerana ia mengetahui melalui
buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahawa seorang nabi akan

muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan khabar nabi tersebut diceritakan dalam
buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia segera
memerintahkan untuk menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia mengutus
seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk
jamuan makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda kepada
Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira.
Engkau tidak pernah melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah
melewati dan singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa
gerangan wahai Buhaira?"

Buhaira menjawab: "Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang
tersebut tidak dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya
dan tidak menyingkapkan rahsia kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini.
Buhaira memberi makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka
adanya seseorang yang memiliki tanda- tanda yang dibacanya dalam
kitab-kitabnya yang kuno tentang seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak
menemukannya, hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy,
apakah ada seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku ini?" Mereka
menjawab: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami
meninggalkannya kerana ia masih kecil." Buhaira berkata: "Sungguh aku telah
mengundang kamu semua. Panggillah ia supaya hadir bersama kami dan
memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: "Demi
Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin
Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di dalamnya.

Pamannya meminta maaf kerana Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian
mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi
kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahawa ia telah
mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin
Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.

Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan
berkata: "Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya
engkau memberitahu aku terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira
ingin mengetahui sikap anak ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu
menjawab: "Jangan engkau bertanya kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi
Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada keduanya." Buhaira
berkata: "Dengan izin Allah aku ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu
menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas di benakmu."

Buhaira bertanya kepada anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di
tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog
tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum kerana mereka tidak akan diam
ketika mendengar bahawa Muhammad membenci berhala-berhala mereka.
Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin,
hingga membuat Buhaira mantap bahawa ia sekarang duduk bersama seorang
Nabi yang khabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana
disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah itu,
ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya
tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawab: "Ia adalah
anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih hidup." Abu Thalib
berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah meninggal."
Buhaira berkata: "Engkau benar, kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah
dari kaum Yahudi." Abu Thalib bertanya tentang rahsia dari apa yang dikatakan
oleh pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui bahawa ia telah berbicara
lebih dari yang semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki kedudukan
tertentu." Buhaira tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan
kedudukan yang dimaksud.

Lalu berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau
tanpa menggugah kesedaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa
pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap
bahawa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan
memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata
basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika para tamu memuji
kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang
akan memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak
membawa pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad mahupun bagi
sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui
rahsia perkataan pendeta dan mereka tidak menyebarkan pembicaraan yang
mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia sungguh sangat
membingungkan Muhammad.

Apa gerangan yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga
pendeta perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan
yang akan dikembangnya seperti yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa
hubungan semua ini dengan kesedihan- kesedihannya yang dalam serta
kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit berputar
di benaknya. Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut kembali ke Mekah.
Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam
di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk
mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi kepada manusia dan mengorbankan
apa saja demi kemuliaan mereka.

Hari demi hari berlalu. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih
sayang, dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya,
sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran
dan amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari penduduk
Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa risalahnya dan beliau
ditentang majoriti masyarakatnya, namun tak seorang pun yang berani
meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahawa ia terkena sihir atau
kesedarannya telah hilang.

Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat
untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan
mereka mengepung rumahnya, maka di saat situasi yang sulit ini beliau
menetapkan untuk berhijrah. Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada
Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya agar ia
dapat mengembalikan amanat yang dititipkan oleh semua musuhnya dan para
sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat menyerahkan amanat tersebut
di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat melihat betapa para
musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga oleh Muhammad
saw.

Hari demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu,
kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah
lautan keheningan yang mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah
menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus menemui hakikat
azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad bin Abdillah
mengetahui bahawa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan
Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.

Muhammad dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa
dilakukan oleh para pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah
berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras yang mereka minum dan
banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan tentang wanita, maka
Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya di suatu gua yang tenang
di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya di dalam
keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang keadaan alam;
ia memikirkan keagungan rahsia-rahsianya dan rahmat Penciptanya serta
kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya
yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat
puluh tahun. Khadijah adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta.
Ia berdagang dan suaminya telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya
dengan alasan untuk mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari seseorang
laki-laki yang dapat membawa harta dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah
mendengar berita yang cukup banyak berkenaan dengan kejujuran dan amanat
serta kesucian Muhammad bin Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus
Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya. Muhammad saw pergi
dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat beliau berusia dua puluh lima
tahun. Allah SWT memberkati perjalanannya di mana beliau kembali dengan
membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada
Khadijah. Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli
kepada kecantikannya; Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang
dipegangnya. Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta terhadap
Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia mengutarakan keinginan untuk menikah
dengannya, hingga Muhammad saw pun setuju.

Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada
saat perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan
dengan seorang pun dari kaum Quraisy kerana ia adalah seorang yang mulia,
baik dari sisi akal mahupun rohani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta
adalah naungan yang akan hilang dan benda yang bersifat sementara.

Setelah menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih
besar untuk merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan
yang dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya
tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah terlibat dalam pergelutan yang keras
untuk memperebutkan materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan akal
sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan mereka dan kegelapan berhala
yang menyelimuti banyak orang pada saat itu. Kemudian usianya kini
mendekati empat puluh tahun.

Setelah merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih
memilih untuk menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga
Allah SWT membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau
dapat keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai
mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat itu
semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan pandangan
semakin terbentang. Kemudian beliau memasuki gua. Keheningan menyelimuti
segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak ada sesuatu yang dapat
menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam suasana kesunyian
terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang kemudian
menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas
angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu
pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.

Kita tidak mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia termulia
dan terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan.
Apa yang beliau fikirkan dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa
yang ada di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya?
Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu
yang berputar di sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam, seperti
atom-atom batu yang bersahut- sahutan bersama Daud saat ia membaca
kitabnya Zabur.

Kami tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam
dirinya. Yang kita ketahui adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang
kenabian dan beliau tidak berfikir untuk memberikan petunjuk kepada
manusia; beliau tidak melakukan praktik-praktik sufisme kerana beliau sudah
menjadi seorang sufi sebelum diutus di tengah-tengah manusia. Kemudian
Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau meninggalkan uzlahnya dan
turun ke medan serta membawa senjata. Beliau mempertahankan kebenaran,
sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula lahirlah tasawuf dan
setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang,
tetapi ia adalah permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang
bersangkutan menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela
manusia dan kehormatannya.

Pada suatu hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan
dengan kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut
memeluknya erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca sambil berkata:
"Bacalah!" Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu membaca."
Beliau ingin mengatakan bahawa beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan.
Kalau begitu, apa yang harus beliau baca? Malaikat kembali memeluknya
dengan kuat sehingga Rasulullah saw menganggap bahawa ia meninggal.
Kemudian malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk membaca.

Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa membaca." Malaikat yang mulia
kembali memeluknya dan kembali memerintahkan untuk membaca. Dan
lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gementar: "Apa yang aku baca?"
Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau:

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq:
1-5)

Setelah peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia
muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian
yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar
panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari
ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju ke rumahnya
dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke rumahnya dan
kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar dengan keras dan beliau
merasakan ketakutan dan kegelisahan.

Apakah beliau kali ini berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah
beliau telah mengigau sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat
wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw mengkhuatirkan
dirinya kerana beliau sangat benci kepada perdukunan. Beliau memasuki
rumahnya dengan keadaan gementar. Beliau berkata kepada isterinya:
"Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian isterinya segera menyelimuti
dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada di keningnya.
Isterinya dikejutkan dengan kepucatan wajah beliau yang mulia dan
kegementaran tubuhnya.

Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian
Muhammad saw menceritakan secara terperinci apa yang dialaminya.
Kemudian ia berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah
mengetahui bahawa ia sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira
yang seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan kekhuatiran dan
kegelisahan.

Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah.
Demi Allah, Allah SWT tidak akan menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh
engkau adalah seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang
berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu."

Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan,
tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi
bersama beliau ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah.
Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab dalam bahasa
Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana matanya
telah buta kerana masa tua.

Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak
saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?"
Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah
berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu adalah
Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang
mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahawa ia berada di hadapan
seorang Nabi yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.

Setelah keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup
ketika kaummu mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya:
"Mengapa aku harus diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada
seorang pun yang akan datang seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami
penderitaan dan pengusiran. Seandainya aku hadir di saat itu nescaya aku akan
menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT
terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan
orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat
dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh
Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahawa para nabi semuanya
sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka
dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?

Islam yang dibawa oleh Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan
Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain,
tetapi yang berbeza adalah bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti
semula, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
saw berbeza dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi sebelumnya
kerana sebab yang penting, yakni bahawa Islam ini merupakan ajaran yang
universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi. Islam tidak terbatas atas
orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa
tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau zaman tertentu,
tetapi ia untuk semua manusia. Atau dengan kata lain, ia merupakan ajakan
untuk membangkitkan akal manusia di mana saja mereka berada tanpa ada
batasan tempat atau waktu.

Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi sebelumnya di
mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan zaman
tertentu. Oleh kerana itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat
sementara seringkali mendukung risalah- risalah yang dahulu. Ketika Islam
datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan akal manusia secara bebas,
maka di sana tidak ada alasan untuk membawa mukjizat yang mengagumkan.
Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan pembuka untuk berdakwah dan
membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini
berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Cuba Anda
renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini
tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha mencari mukjizat yang
hakiki.

Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan
dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan
manusia apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu
ajakan untuk membaca. Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu.
Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)

Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil
kebodohan dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh kerana
itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan
dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan
dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami
Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka
mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.

Jadi, ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam
penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan
oleh Al-Quran adalah bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon
terlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi- dimensi yang dalam dan
aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda menyelami kedalamannya,
maka Anda akan dapat menemukan simbol- simbol dari makna-makna yang
lebih penting.

Dialog internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi
Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta
pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan
bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat,
serta ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi
Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta
pengetahuan para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam dan para
keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari
penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum.
Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:

"Dan Aku tidak menciptakan jin Dan Manusia Kecuali Untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)

Lalu bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang
pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para
pengikutnya dan para tenteranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya
dengan pemahaman yang sederhana. Kita mengetahui bahawa kalimat "untuk
menyembah-Ku " bererti ritual dalam beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya,
seperti mengucapkan kalimat syahadat, solat, puasa, haji, zakat dan lain-lain.
Sehingga orang-orang yang solat diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di
negeri mereka atau di rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di bawah
pemikiran orang-orang Barat dan membeli produk-produk yang dibuat mereka
serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan teknologi orang-orang Barat.
Namun mereka sendiri tidak menghasilkan apa-apa. Mereka tidak dapat
memberikan kontribusi kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya seperti bulu
yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu berkaitan
dengan kalimat tersebut sebagai berikut:

"Dan Aku tidak menciptakan jin Dan Manusia Kecuali Untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)

Ibnu Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui).
Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbezaan antara praktek-praktek ibadah
dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang
menyebabkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama
meyakini bahawa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT
atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama
sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia semuanya: satu
tangan berpegangan dengan Al- Quran dan tangan yang lain memegang pedang
untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia kepada
kesesatan.

Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat
memimpin kehidupan dan mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah SWT
berfirman:

"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah
hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)

Setelah kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka
disebutlah secara langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu. Maka,
adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada penghormatan
ini? Ilmu dalam Islam berbeza dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang
benar bahawa Islam yang bertanggungjawab terhadap tumbuhnya pandangan
ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode ini tegaklah
peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai produksi, pembuatan,
dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah metode al-Istiqra, yaitu
suatu metode yang mengikuti bahagian-bahagian terkecil (parsial) melalui
jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan
memperhatikan hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu eksperimen,
atau melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada matematis
murni di mana hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang
menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca
indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama
Roger Bikun. Ia mengakui bahawa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim dan Peradaban Islam.

Seorang guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah
menceritakan tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger
Bikun mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada
guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis
Bikun tidak dapat menisbatkan keutamaan yang mereka peroleh dalam
menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun
hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh kerana itu, ia tidak malu ketika
menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan
satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."

Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa
dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka
mengetahui bahawa mereka sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya
berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahawa rahsia kebangkitan Barat saat ini
dan keunggulannya atas Timur kembali kepada pengambilannya terhadap
sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahsia
kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya adalah kerana
mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT
sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal - sebagaimana diambil
orang-orang Barat - dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu
tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada
materi, dan alat-alat pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta
istiqra.

Tiada setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri
dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang
terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang roh.
Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawapan dari ilmu
tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah
dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan Barat tentang
ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam dan
berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan
bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem tata suria di bawah kendali Zat
Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru
membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:

"Dan bahawasanya kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala sesuatu). " (QS.
an-Najm: 42)

Ilmu justru menghantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah
SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)

Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut
kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan
sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan.
Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain
Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi
semuanya, baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan peribadi,
kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia,
warisan para datuk dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan
kayu, mahupun berbagai macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika
seseorang membayangkan bahawa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya
sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di
sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang
dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan yang berakhir
pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada kehidupan yang
lebih berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil pergelutan
itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk
meragukan dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian
batas-batasnya dan kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk
mencapai keimanan yang dalam dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang
berarti bahawa ia harus memikul senjata untuk membebaskan orang lain
sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam,
yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh
dari kebebasan, dan buah terakhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yang
jauh.

Jika tauhid difahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari
penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari
kematian, kekhuatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil
dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.

Muhammad bin Abdillah datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT
yang patut disembah dan bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya.
Dengan membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka
kebebasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahawa
kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan
akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat difahami, tetapi ia hanya
sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari
kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan
ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur
dari unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan bahagian dari
bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.

Rasulullah saw juga menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan
ditentukan oleh Allah SWT:

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang
memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)

Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi
ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak
ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah
terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau
melalui jalan-jalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang
merupakan kewajipan bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan
Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajipan bagi orang Muslim untuk
mempercayainya. Allah SWT berfirman:

"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang
dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)

Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk
berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang
sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang terlalu
sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan
seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT
memerintahkan manusia untuk berusaha mencapainya kerana ia adalah rezeki
yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui
dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad
melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan
perang.

Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan
rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya
dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan
kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang umat Islam:

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)

Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar
sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia
tergugah akan pentingnya jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi
mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan
mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak solat; ia juga
tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa.
Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal
yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak
diperhatikan.

Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan
berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka
bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"

"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat
itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)

Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."

Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas ertinya. Yakni
bahawa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanya jihad di
jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk
menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak
kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."

Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah
pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah
kehilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang
Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mereka daripada
memerangi orang- orang yang lalim.

Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di
dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim dan
mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah
SWT berfirman:

"kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di
jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan
Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau
berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik
laki-laki, wanita-wanita mahupun anak- anak yang semuanya berdoa: 'Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.
" (QS. an-Nisa': 74-75)

Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran
Allah SWT berkenaan dengan makna kejayaan yang besar:

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah
yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah
dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang
besar." (QS. at- Taubah: 111)

Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah
SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka,
padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya
sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta
milik-Nya yang khusus dengan syurga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan
orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu mereka bahawa
urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah
hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal
tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran-
lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus
dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa,
"pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di sini
duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar mereka
mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari
perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang
mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan
Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan
tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai
pengikut Nabi Musa.

Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh
Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu serta
mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan
kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan
untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit tertentu atau untuk kaum
tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang
komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad
dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan
menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan
manusia semuanya di hadapan Allah SWT.

Adalah salah jika ada orang yang menganggap bahawa Islam hanya
memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam
dunia adalah lembar-lembar jawapan yang akan di koreksi di hari akhir. Ia
adalah ujian dan tempat percubaan bagi manusia agar manusia mengetahui
apakah ia layak untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT yang telah
diberikan kepada Adam. Atau apakah ia justru layak untuk jadi bahagian dari
tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:

"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)

Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan
kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam
surah al-Mulk:

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. " (QS. al-Mulk: 2)

Dunia adalah rumah pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan
dan kematian agar manusia menyedari siapa di antara mereka yang terbaik
amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT.
Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan
manusia agar manusia mengetahui, dan pengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat
manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan di terimanya secara sempurna.

Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan
kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu
diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya manusia layak
untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. Inilah
asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak diciptakan
oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat
risalah-risalah yang dulu semuanya adalah tauhid dan mempertahankan
kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan
anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam Islam adalah ilmu,
kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna keadilan yang sangat
kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahawa karakter dari Islam adalah
keadilan. Barangkali bahagian ini perlu diperhatikan.

Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah
menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak
tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter yang khusus yang
menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan utama
yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat itu.
Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana

penyembahan berhala di kalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme
diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan kerana itu, karakter
utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh
dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari
tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat
dan dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.

Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras
pada saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman
orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih
kuat dari orang-orang Mesir. Oleh kerana itu, orang- orang Masehi
bertanggungjawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara yang
berbeza sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan
penggunaan kekuatan bersenjata kerana kekuatan orang-orang Romawi
mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara keseluruhan. Maka
kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara menghindari
tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali
yang lain orang- orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara
kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan
segala senjatanya dan kekuasaannya.

Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak
untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa
saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh
kerana itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan
karakter itu adalah karakter keadilan.

Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan
keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi ia
tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan
tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan
sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki
perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok
ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam
yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer
yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam
pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT:

"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)

Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka
keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus
menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya
keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan, tetapi ia
mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam.

Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan
menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan
antara agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan masyarakat,
keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara lelaki dan wanita, keadilan
untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para
penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit
ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil).

Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya
kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:

"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit
pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh
supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepadanya)."
(QS. Yunus: 72)

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya
membangun Ka'bah:

"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami,
dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima
taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)

Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara
mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT
berfirman:

"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula
Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)

Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di
sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:

"Apa yang kamu sembah sepeninggalanku? Mereka menjawab: 'Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan
Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepadanya.'" (QS. al-Baqarah: 133)

Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa
kepada kaumnya:

"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah
kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS.
Yunus: 84)

Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas
ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu
tersebut berkata:


"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku
berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 44)

Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta
kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam
kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang
Yusuf dalam surah Yusuf:

"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di
dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)

Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum
Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka
berkata:

"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahawa Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah:
111)

Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi
Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu
bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai
orang Muslim yang pertama?

Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang
terakhir:

"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)

Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal
penamaan umat beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu dikenal di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam
wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:

"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang- orang Muslim
dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)

Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-
Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim
yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak difahami dari
sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim
di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara
orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya
Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak
beliau adalah Al-Quran."

Kita mengetahui bahawa Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia
meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan
keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh kerana itu, akhlak
seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak
yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan,
atau apakah beliau termasuk ashabul yamin (orang-orang yang berasal di
sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang
dekat dengan Allah SWT)?

Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut
tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di
puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk
mendapatkan sebutan dari Allah SWT:

"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-
Qalam: 4)

Para Mufasir berbeza pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi
pekerti yang agung). Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud
adalah Al-Quran. Sebahagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga
yang mengatakan bahawa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan
untuk menuju jalan Allah SWT.

Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang tinggi
dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:

"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)

Beliau adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau
memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat
dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun
beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru kerana posisi beliau
sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam
pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu
harus menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua
adalah firman-Nya:

"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
(QS. al-Anbiya': 107)

Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan
hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi
rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi
jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau
senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya
wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan
apa saja yang ada di dalamnya kepada orang- orang yang berhak mewarisinya
sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang dihadiahkan kepada
manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang
mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai dakwah dengan
mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan
kitab alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT
yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang
diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang
abadi. Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran
dunia:"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di muka bumi dan amat-amatilah.
'" (QS. an-Naml: 69)

Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahawa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)

Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:

"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan
yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang
menjadikan gunung-gunung untuk (mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu
pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS.
an-Naml: 61)

Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat- kalimat
Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca
kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan
kecemerlangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bahagian akhlak dari yang
membaca sesuai dengan kemampuannya.

Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara
materi, rohani, undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang biasa
melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau
adalah manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum mencapai
puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan
akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan
dan mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini
dan Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, sebagaimana firman-Nya:

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)

Namun semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang
secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang
paling layak untuk mendapatkan pujian penduduk bumi dan penduduk langit.
Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita tidak mengenal seorang
nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh
Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal seorang nabi yang memikul
berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran yang mengagumkan di jalan
Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita.

Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam
semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia
tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau
berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul
tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cubaannya; beliau
menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada
Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan
suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka
aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah
jika di sana terdapat ridha Allah SWT.

Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah
dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah
secara rahsia yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.

Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu
beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak
pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah
asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang
pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia
memasukkan dalam dakwah teman- temannya, seperti Usman bin Affan,
Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi,
yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya
tanda kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian darjatnya di sisi Allah SWT.
Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin
Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai
mengepakkan sayapnya secara rahsia di Mekah.

Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada
pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali
mereka membayangkan bahawa Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang
dilakukannya di gua Hira - salah seorang juru bicara tentang ketuhanan
sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.

Demikianlah dakwah secara rahsia berhasil mengembangkan misinya dan dapat
melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang
dibutuhkan tahapan dakwah secara rahsia keimanan telah tertanam dalam hati
kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah
menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan
mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun
dengan membawa firman Allah SWT:

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS.
asy-Syu'ara': 214)

Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara
terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentera yang
besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah secara
terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan
hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan
dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap para dai
di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh
masyarakat serta diboikot.

Orang-orang Quraisy mengetahui bahawa Muhammad berbahaya bagi mereka.
Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak
manusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencuba untuk
menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan
mereka yang mereka yakini; agama yang mencuba menyingkirkan kedudukan
sosial mereka dan kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang
menyatakan bahawa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain
selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama
tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang
yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.

Setelah Pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi
antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang
pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu
Lahab.

Bukhari meriwayatkan bahawa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau
mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika
semua berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya
jika aku memberitahu kalian bahawa seekor kuda akan datang menyerang
kalian?" Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong."
Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap
kalian. Di hadapanku terdapat seksaan yang berat jika kalian menentang." Abu
Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah kerana ini engkau
mengumpulkan kami."

Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum
Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah
SWT membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang
pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab:

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS.
Allahab: 1-5)

Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki
kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan
Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang
dakwah kebenaran kerana ia mengkhuatirkan kedudukannya dan kekayaannya,
padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki erti sama
sekali di sisi Allah SWT kerana ia sekarang berada dan dimasukkan di
tengah-tengah neraka yang menyala- nyala, sedangkan isterinya membawa
kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat
suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia binatang yang
tidak berakal. Sebahagian besar orang-orang yang menentang dakwah adalah
orang- orang yang berhubungan dengan dunia binatang yang tidak sadar.

Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar
atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS.
al-Furqan: 44)

Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang- orang
musyrik, maka kita akan terhairan-hairan.

Allah SWT berfirman:

"Dan mereka hairan kerana mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu
hal yang sangat menghairankan'." (QS. Shad: 4- 5)

Cobak perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap
bahawa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka justru merasa
hairan ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru
merasa hairan ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.

Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah
menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya
yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan
kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar
(menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)

Perhatikanlah betapa nekadnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan
mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah
mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan cuba perhatikan
bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka
membayangkan bahawa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar
dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek
kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka
membuat tuhan dari adunan roti di mana mereka menyembahnya kemudian
memakannya. Mereka mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami menyelamatkan
kami dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahawa kami menyembah
mereka agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.

Meskipun demikian, dakwah Nabi terus berlanjutan dan tertanam di muka
bumi. Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun;
mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya
sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahawa beliau berbohong atas
nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan
ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.

Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk
tertentu; mereka memberitahu bahawa mereka tidak akan beriman
kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau
terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang
memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana
yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang
dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran
dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau beliau
mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian
itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan
selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka
baca dari langit.

Nabi tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap
memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahawa apa saja yang mereka
minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan
berusaha menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka
bahawa beliau hanya sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang
kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang
tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya
harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya dari
seksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh mereka
adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan bermanfaat
bagi mereka pada hari kiamat. Seksaan yang bakal mereka terima tidak dapat
mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.

Demikianlah Islam - sebagaimana agama-agama sebelumnya - mengumpulkan
di sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang- orang yang fakir serta
orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok
orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan
tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk kelompok-kelompok
yang zalim.

Islam bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan
atau masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan
manusia secara umum; Islam meyakini bahawa manusia bukan hanya sekadar
perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual yang harus dipuaskan,
manusia bukan hanya di lihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam justru
meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki, tanpa membesar-besarkan
atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia terdiri dari bangunan
fizik dan rohani, terdiri dari akal dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah
SWT dalam rohnya.

Islam tidak mementingkan fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga
sebaliknya. Terkadang fizik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam
kehidupan, tetapi rohani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. kerana
itu, pemuasan salah satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa
manusia kepada kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk
membawa suatu solusi yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam dirinya
sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada
Al-Qur'an.

Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan
kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian
Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan
mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga
orang-orang musyrik justru meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan
terhadap Rasul saw. Oleh kerana itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT
menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahawa mereka tidak
mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka
mulai menentang Nabi dan ayat- ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah salah
satu dari ayat Allah SWT.

Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahawasanya apa yang mereka katakan itu
menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka
sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim
itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al- An'am: 33)

Kemudian kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para
pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai
peperangan fizik. Mereka mulai menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan
membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahawa
dengan cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan
berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap
bahawa kaum Muslim justru memilih untuk menyelamatkan diri mereka.
Namun para tokoh- tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikejutkan
ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin membakar
semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin
bahawa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka
menjadikan mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT
di muka bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju
kematangan (kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kemanusiaan yang
telah disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan
yang telah hilang.

Kaum Muslim yakin bahawa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahawa mereka
akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan manusia
seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan
dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran sang
Pencipta.

Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan
dengan peradaban yang dahulu dan moden, orang-orang Arab tidak memiliki
apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk
ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai
kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi
cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata
pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada
mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran
cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah
orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim kerana mereka justru
mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai
kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum
Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk menghidupkan
ajaran-ajarannya nescaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.

Pada awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyedari bahawa
mereka menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan
ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh kerana itu, ketika mereka
mendapatkan penganiayaan dan seksaan, maka keimanan mereka justru
semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran.
Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia
adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem ekonomi yang
berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem perbudakan.
Seorang yang beriman tersebut diseksa di Mekah di mana ia tidak memperoleh
kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka
mengeluarkannya ke gurun dan menyeksanya berserta ibunya. Bahkan seksaan
semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia
tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk
menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua
tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang
pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.

Banyak kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam
terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan.
Mereka lupa bahawa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin
membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan
manusia dari kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan kepada Allah
SWT.

Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan
sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip
utamanya menghentikan - baik dalam tindakan mahupun ucapan -
sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui
bahawa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan
berubah dengan perubahan waktu, dan kerana Islam tidak turun pada waktu
yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh
untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang
sementara ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau
dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga
Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem
perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer. Jadi,
keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan
perbudakan.

Jika dikatakan kepada kita bahawa Islam membolehkan para tenteranya untuk
memperbudak para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahawa Islam
menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang
sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim sebagai
budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh kerana itu, secara
alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika Islam
tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan dimain-mainkan
dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk memperdaya Islam.

Demikianlah bahawa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan
penindasan. Dan ketika orang-orang yang terseksa mengadu kepada Rasulullah
saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu
mereka dengan pembicaraan yang jelas bahawa para dai di jalan Allah SWT
harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah
mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan
bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada
kita bahawa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh
masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika
ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat
tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan
manusia secara keseluruhan.

Seorang Muslim hendaklah sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya,
maka ia pasti akan menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan
dan pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas yang harus dibayar ketika
berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum
yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka bagaimana mungkin
orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya.

Pada hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia
merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membezakan
orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya adalah bahawa mereka
terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur yang
pasti untuk membezakan antara seorang Muslim yang hakiki dan seorang
Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim semata.

Seorang Muslim yang hakiki menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT, rezeki
ada juga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya.
Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergelutannya untuk menyebarkan
dakwah. Ia siap untuk menerima penyeksaan dan penderitaan di jalan Allah
SWT; ia pun siap menitiskan darahnya sebagai harga yang pantas yang
diserukannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukannya
dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut kerana Islam
membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji
orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat mereka
dalam keadaan hidup- hidup.

Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada
beliau dari penyeksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau
menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya
Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat
orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan dalam
suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh mereka di pisah
menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah,
sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu
tergesa-gesa."

Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah
saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahawa termasuk dari
kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahawa
Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang
Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh
dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk
Islam?" Jawapannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti
sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah
membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa
untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan
yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka;
mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahawa mereka akan dapat
mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan,
mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru
memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan mentertawakan
mereka.

Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat
sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang
kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja
Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum
mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahawa ejekan
demi ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy
mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam
rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahawa beliau
adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua sepakat untuk
menuduh bahawa beliau adalah seorang penyihir.

Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan
mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan
antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian
mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di
Mekah bahawa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun demikian,
dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun pasti
dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian yang
pernah dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT
menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di
punggung Adam:

"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al- A'raf:
172)

Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan.
Mereka mulai melihat bahawa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu
berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu
bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan.
Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal
dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.

'Utbah berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui
kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu
dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok
mereka. Maka dengarkanlah aku kerana aku ingin berbicara tentang beberapa
hal. Barangkali engkau akan menerima sebahagiannya." Rasul saw berkata:
"Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan
harta nescaya kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan
menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan jika engkau menginginkan
kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu bagimu dan jika engkau
menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan kekuasaan padamu
dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak mampu menolaknya dari
dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan
mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."

Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi
Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim.
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan,
tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau)
mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada
sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu;
Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahawasanya Tuhan
kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus
menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang tidak
menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah:'

Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat)
demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia
menentukan padanya kadar makanan- makanan (penghuni)nya dalam empat
masa. (Penjelasan itu sebagai jawapan) bagi orang-orang yang bertanya.
Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah
kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.'
Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.' Maha Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-
bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik- baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika
mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu
dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS.
Fushilat: 1-13)

Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk
menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca sebahagian
dari surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan
oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika
Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu
dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. "
(QS. Fushilat: 13)

'Utbah berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy.
Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke
orang Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja
yang dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan penyeksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.

Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari
turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah
ke Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan
mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun orang- orang yang tinggal di
gurun sebenarnya tidak ingin berlayar kerana mereka takut dari laut dan
mereka yakin bahawa manusia yang berlayar di laut akan menjadi ulat di atas
kayu-kayu yang berenang.

Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh
delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian
orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang dan tetap
berusaha menyeksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka
mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat
mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka
menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah
dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen.
Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi
sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal
lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada
mereka tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin
menceritakan kepadanya tentang Islam.

Najasyi bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah
SWT dan rasul-Nya dan roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada
Maryam, wanita yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu
kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian
katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman."
Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak
mengambil suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."

Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah
negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan berfikir di
mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan
salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahawa masyarakat Islam yang
berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun
mereka justru merasakan kekuatan.

Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam
Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu
mempunyai keperibadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari
mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk
memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah
meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam
kerana dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadap orang-orang yang
tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.

Salah seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah
mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil
berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku berada di
atas agamanya."

Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia
di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya diseksa dan
dianiayai dan dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah
sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab yang paling dalam
dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah
dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu
rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti
lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya kerana ia seorang yang lemah
dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.

Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan
perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat seksaan darinya ketika ia masih
menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan seksaan darinya
adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir berserta isterinya menetapkan
untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati
isteri Amir dan tidak menemukan suaminya. Umar melihat wanita itu sedang
bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat telah
memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?"
Dengan nada jengkel, wanita itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar
dan menuju tanah Allah SWT. Engkau telah menyeksa kami dan telah memaksa
kami untuk berhijrah. Kami akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan
kelapangan kepada kami." Umar berkata: "Mudah-mudahan Allah SWT
menemanimu."

Wanita itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar.
Dan ketika suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin
masuk Islam sampai keldai Umar masuk Islam." Ia mengatakan demikian kerana
ia melihat betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut
wanita itu lebih kuat daripada pandangan fikiran lelaki itu dan keputusannya
yang terlalu cepat kepada Umar.

Belum lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang
muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali
Umar merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw.
Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia
bertemu dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan kebingungan,
lalu mereka bertanya kepadanya, hendak ke mana ia akan pergi? Umar
menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya sehingga
orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang
berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau
membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang
terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan
suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar
segera mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu
keduanya sedang membaca Al-Qur'an.

Ketika melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya:
"Sepertinya aku mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara
perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan
Umar pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela
suaminya lalu Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya.
Darah itu justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar
mengambil air wuduk agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an.
Umar pun membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi
menemui Rasul saw.

Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu
menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama
Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di
mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi
melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu
kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia
menduga bahawa Umar datang dengan maksud jahat.

Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan
Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin
Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab
bahawa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahawa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.

Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah
keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang
dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim
bertawaf di Ka'bah secara rahsia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar
masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang
mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan
padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahawa ia menghadapi suatu dakwah
yang akan dapat mengubah jazirah Arab.

Rasa ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka
menetapkan metode baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang
sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai
mencuba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan.
Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot
kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai
penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun
mereka memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah
dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu
menetapkan, hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada
kaum Muslim dan hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum Muslim.
Dengan ketetapan yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum
Muslim dan membunuh perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang
yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka
dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir
mahupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di mana ia
bersama orang-orang Quraisy menentang kaumnya.

Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak
ada makanan dan minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan
yang sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah perdagangan
datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di
pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan
berkata kepada para penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah dagangan
kalian terhadap sahabat- sahabat Muhammad, sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian alami, bahkan aku akan
membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.

Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya
dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah
keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian pedagang itu
pergi ke Abu Lahab dan meminta kepadanya agar membeli barang yang ingin
dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga
kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka
dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan
ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para
sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari
untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerencing di bawah air
kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia
mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya
dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.

Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan
seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik
para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.

Meskipun kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun
tersebut, tetapi aktiviti dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah
surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada musim haji lalu
mereka berbicara kepada orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT
dan mereka meminta kepada para penghujung itu untuk mencari rahmat Allah
SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka telah
memikat banyak orang sehingga mereka masuk Islam. Bahkan orang-orang
musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan mempertanyakan kebenaran
apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran mulai menyerang
hati.

Kemudian Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap
bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta kepercayaan kepada
Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada
Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan menghirup udara segar
setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin memulai kehidupan barunya
dan dakwahnya, sehingga beliau dikejutkan dengan kematian isteri tercintanya
Ummul Mukminin Khadijah dan kematian bapa saudaranya yang tercinta Abu
Thalib.

Abu Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di
tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti
Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok
perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah
merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati yang
sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah.
Khadijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi
Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik suami,
sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.

Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat
berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan
tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orang- orang musyrik
justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap
bahawa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya
dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat meringankan beban
penderitaannya.

Setelah kematian dua orang tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum
Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih
waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka
membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan
meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita
memilukan itu sampai kepada puteri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga
ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan membersihkan kotoran
yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra
yang senantiasa melindungi ayahnya.

Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai
pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun
beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari
beliau berfikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if.
Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati
yang telah membeku dan telah berhubungan mesra dengan kebatilan lalu
mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan
pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan terbuka
guna menerima kebenaran.

Saat itu kaum musyrik memperlakukan blokade umum atas dakwah yang
dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin
meningkat sampai pada batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat
bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan Nabi.
Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau
memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if lebih dari
tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki,
pergi dan pulang.

Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak
Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah
SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan
membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap
baik Rasulullah saw itu dengan tindakan Jahiliah. Mereka bersikap buruk
kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana selama
sepuluh hari. Beliau
mundar-mandir dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar
yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang
mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang pun yang mahu mendengar
dakwah beliau dan tak seorang pun yang mahu beriman kepada ajakannya.
Bahkan masyarakat di situ semakin menjadi-jadi dalam menyerang Rasulullah
saw dan mengejeknya.

Pada hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke
Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di
sana agar merahsiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang
beliau terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin
menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini.
Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka melakukan perbuatan
terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia. Mereka menahan
keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk dua
barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari Rasulullah saw dengan
batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau mendapatkan
lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan kepedihan
saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur dari kaki
beliau.

Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang
dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di

bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan
melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa
kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu. Pembantu mereka
adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu meletakkan setangkai
anggur itu depan Rasul saw lalu beliau menghulurkan tangannya kepadanya
sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak
begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata:

"Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari
Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."

Mendengar jawapan Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan
kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya,
pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum
Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah
ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw selama dua minggu
saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian beliau terkena cubaan dengan
mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if.

Kemudian Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan
ditolak oleh penduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu
di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam
melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir
kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi
dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di
dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa
penolong.

Pada saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu
langit turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada
diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan
dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau
menetapkannya tetapi ia datang semata- mata untuk memperkuat keteguhan
Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin
berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi tidak memujimu, maka
penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak
kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu,
maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.

Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj
dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada
tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui
bahawa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT
sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi
Ibrahim. Kita juga melihat bahawa di antara para nabi ada seseorang yang
diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga
melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan Ruhul
kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan
seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke
sisi-Nya.

Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril
berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari
tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan
sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat
dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya agar
memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang
mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu?
Ibrahim menjawab: bahawa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya.

Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada
Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta: "Ya Tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". (QS. al-A'raf: 143)

Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah
SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahawa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.

Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan
meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia
tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak
berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT
termasuk bentuk cinta yang sulit untuk difahami atau diselami kedalamannya
oleh para tokoh pencinta dan cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang

menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat
permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala
sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.

Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan
terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku,
maka aku tidak peduli dengan mereka."

Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut
menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau
tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha
Allah SWT dan yang beliau khuatirkan adalah kemarahan Allah SWT.

Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab
yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau
sebagai orang Muslim yang paling sempurna.

Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah
menghormati keperibadian Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan
peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung
oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi
yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan
mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau
penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk
akhir dari aktiviti mereka di muka bumi.

Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat
utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang
diangkat ke langit dengan jasadnya dan rohaninya saat beliau masih hidup. Di
sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda- tanda kekuasaan-Nya.
Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai
macam tantangan dan cubaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi.
Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati planet bumi
dan beliau menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita
menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronaut pertama yang
mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembusi
oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad saw,
namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus
ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak
al-Muntaha.

Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau
menembus alam ghaib. Bukankah syurga bahagian dari alam ghaib? Beliau
sampai di syurga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau
sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui
hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat
Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj
dikutip oleh dua surah yang berbeza dalam Al- Qur'an al-Karim. Allah SWT
berfirman tentang mukjizat Isra':

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkali sekelilingnya
agar Kami perlihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. al-Isra': 1)

Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada
syurga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)

Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan
berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air
matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau
tawaf sendirian lalu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang
beliau dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah
SWT melihat hamba-Nya yang khusyuk itu lalu Allah SWT menurunkan
perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar menemani
hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian membawanya
naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran Tuhannya.

Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di
Mekah, Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril
turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang
Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu
membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka kedua matanya dan
bangkit dari tempat tidurnya.

Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah
SWT ingin agar engkau melihat sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di
alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah
dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan
mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat.
kerana itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah
cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan
cahaya pada satu detik
saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang
kenderaan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan
bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada
latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang
pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak
hairan dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya
tentang semua itu kerana
kita mempunyai satu jawapan dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal
itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.

Para ulama berselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan
roh saja atau dengan rohani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan
bahawa itu terjadi dengan roh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada
perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan
bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah
ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau
logik kemanusiaan. Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah
seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw naik berserta roh dan
fiziknya ke puncak segala puncak di langit kemudian beliau kembali sebelum
tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di sini yang melebihi
mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan berubahnya benih menjadi
pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia mampu memuaskan
kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum
pernah mengenal?

Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi

saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari
cahaya di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril
mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril
berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as.
Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat
ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya
dan ia tidak berubah dari cahaya.

Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki
masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah
SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan
mereka di Masjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu bejana yang di
dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di dalamnya terdapat
khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya. Dikatakan pada beliau,
sesungguhnya engkau telah memilih fitrah dan umatmu akan memilih fitrah.

Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu solat. Para nabi bertanya
di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam solat,
apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada
Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk solat
bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan solat bersama para nabi. Mereka
semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang Muslim yang
pertama. Secara logik bahawa beliau layak menjadi imam dari para nabi
sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab yang
mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau
menangis saat membacanya. Kekhusyukan beliau saat membacanya membuat
para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka,
pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.

Selesailah waktu solat dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke
langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril
dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq
semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu beliau menyaksikan Nabi
Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin
meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah
semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui
tempat materi dan mulai menjangkau tempat rohani dan melewatinya. Beliau
bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan
di puncak rohani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.

Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui
kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik
kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian
hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi
lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ke
tujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui alam rohani.
Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang
suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di
sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang
kita  tidak  mampu  mengetahuinya  dan  memahaminya  bahkan
membayangkannya:

"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)

Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan
kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahawa terjadilah hal
penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu
yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu
adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak
tersingkap tabirnya kerana ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh
pengetahuan manusia biasa.

Kemudian Tuhan pemilik syurga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku
lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat
yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu
beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak
berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan ketika berada di
dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia
merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang Allah SWT janjikan untuk di perlihatkan kepadanya:

Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)

Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang
dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana

bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua
itu dengan jasadnya dan rohaninya:

"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)

Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi.
Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di
hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia
dan di akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu bersujud di hadapan
Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan
serta selawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT
membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta
berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar
ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada
hamba-hamba Allah SWT yang soleh."

Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat (penghormatan)
yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan solat pada
setiap hari. Solat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang
besar ini. Hal popular di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahawa Allah
SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh solat sehari. Kemudian Nabi
turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa
bertanya kepadanya tentang jumlah solat yang diwajibkan Allah SWT kepada
umatnya. Nabi menceritakan bahawa Allah SWT telah menentukan lima puluh
kali solat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk
melakukan solat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah
kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada
Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan solat hingga sepuluh kali. Setelah
itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa
memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga
sampai diturunkan solat dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun
solat yang lima kali itu pahalanya sama dengan solat yang lima puluh kali.

Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab
ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan
rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka
memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka
menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan
Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta

keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang
lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami
sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahawa
pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan
kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat
berat baginya untuk kembali lagi.

Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan
dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang
tidak dapat difahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak
menyebutkan apa saja yang di lihat oleh Nabi kerana itu merupakan rahsia
antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan
baginya sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak
menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahawa beliau melihat tanda dari
tanda-tanda kebesaran Tuhannya.

Kami tidak mengetahui apa yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami
bayangkan adalah, bahawa Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan
Tuhannya dan beliau menangis kerana gembira. Kesedihan hatinya telah hilang
selamanya. Setelah Nabi melihat rahsia dan setelah penghormatan yang besar
ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke
bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana
beliau pergi dan kembali sementara tempat tidurnya belum dingin? Berapa
lama waktu yang diperlukannya saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya
Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahawa
Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya
dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan
kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan
pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik
sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan
kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak peduli
dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh
kesabaran.

Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahawa dakwah
Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan
sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan
dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah.

Kemudian mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun
beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan
pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan
sedikit dalam keadaan kaum Muslim.

Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada
kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim.
Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan
jemaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa kalian?"
Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata.
"apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar."
Beliau berkata, "maukah kalian duduk bersama aku kerana aku ingin sedikit
berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk
bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.

Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan
Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw.
Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan
beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahawa
mereka meninggalkan kaumnya kerana kaum mereka terlibat peperangan dan
kebencian. Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan
kedatangan Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa
mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi
saw dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.

Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi
Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah.
Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu
kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga
banyak orang yang masuk Islam.

Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang
lelaki dari orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat enam
orang yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim yang
dulu dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan
solat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan dan membela
dakwah kebenaran serta kemanusiaan.

Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari
tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di
Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan
kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau justru
mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah
saw teraniaya dan terusir di Mekah?

Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari
penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan
sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah
pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum
Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan
kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan.
Orang-orang yang baik itu datang dan berniat kepada Rasul saw untuk
membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di
jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka
memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai
pencinta-pencinta kebenaran.

Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah
al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahawa Abbas Ibnu Abdul Muthalib
datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia
ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia
mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahawa Muhammad saw
mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia
enggan dan memilih untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk
Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia,
namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka
mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.

Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah
keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas
itu kerana ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui
tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib
menunggu jawapan dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya,
"Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya
Rasulullah, ambillah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."

Kita ingin mengamati jawapan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk
Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas
bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah
Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa
pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka
meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja
yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki
keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak ke
jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara tentang Islam dan beliau
membaiat mereka agar membantu beliau sehingga mereka pun membaiat
kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.

Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahawa sebentar lagi
mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk
mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan
Rasulullah saw bahawa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih
dalam peperangan kerana mereka mewarisi dari datuk-datuk mereka.

Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting.
Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan
Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan
memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka lakukan
hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi
dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan
meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.

Perhatikanlah bahawa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada
Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari
dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas
adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak
lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah.
Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan
keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.

Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru
menekankan bahawa ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau
berkata: "Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku
dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian
perangi dan aku akan berdamai dengan orang- orang yang kalian berdamai
dengan mereka."

Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian
berita tentang baiat ini sampai ke telinga orang-orang Mekah dan para tokoh
musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan
kaum Muslim.

Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan
mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang
dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang di
penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebahagian lagi mengusulkan agar
beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka
mengambil dari setiap keluarga dari keluarga- keluarga Quraisy seorang
pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang yang terhunus
dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka
berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah bertanggungjawab terhadap
darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi
orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari
pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat
untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap
persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:

"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih
Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)

Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai
menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan
tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya.
Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang
mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang
menghairankan penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi
meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.

Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw
memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam

tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari
rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan
pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah
kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus
kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah. Dengan langkah
yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka.

Tahun dalam Islam adalah tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali
tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi.
Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah
saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari
penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari
keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah hanya dapat
mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia
mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa
yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat
senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata
dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata
sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi saw
mengetahui bahawa Islam tidak akan menghabiskan usianya hanya untuk
melawan serangan pada dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin mendirikan
negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang belum pernah dikenal di
muka bumi negara seperti itu. Negara yang mencapai keadilan, kasih sayang,
dan idealisme yang begitu luar biasa di mana hukum Allah SWT ditegakkan dan
kehormatan manusia benar-benar dijaga.

Inilah kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam
setelah sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul
saw membangun masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau
membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.

Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid
ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi.
Kami kira pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahawa
masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan
dari keletihan, tetapi masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan
Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam.

Manusia mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di
kancah peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di
antara mereka yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya?
Demikianlah perlumbaan dalam perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan
cara demikianlah Islam tersebar.

Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama Tsur.
Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang- orang
musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka
sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan
gelisah, "seandainya salah seorang mereka melihat di bawah kakinya nescaya
mereka akan melihat kita."

Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata:
"Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat
yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum
Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai dari
menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa
kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung
Tsur lalu di situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung
dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat
tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya seseorang masuk di
dalamnya nescaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di atas pintunya.
Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.

Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas
ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya pun
selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut
mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula
masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi Rasul kerana
saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi
kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya serta
memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan
dan Baitul Haram disucikan.

Beliau menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah
padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah
di mana beliau tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga
selama masa tiga belas tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak
mendapatkan istirahat yang cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk Allah

SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh punggung beliau
yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh gunung. Meskipun beliau
seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat yang pernah Allah SWT
tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun mereka pun enggan
untuk memikulnya. kerana mereka menyedari bahawa mereka tidak akan
mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul
amanat itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk
menyampaikan agama
Allah SWT; amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan
khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada
Allah SWT.

Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar
hidup: bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal
beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya
dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan
bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir
tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil
tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang
gurun dan kesendirian serta badai kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan
selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat
itu tampak sederhana namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan
bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang memenuhi kehidupan dan
mereka membekali dirinya dengan kegelapan dan kebencian yang dialamatkan
kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, wang, emas, serta
kebencian dan kedengkian syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang
munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau
mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah
bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang
dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa
kaumnya akan mengusirnya?

Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan
kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing- pusing
pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau
disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang
sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu
mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka
memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka
memberikan perlindungan.

Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun
negaranya setelah beliau membangun sumber daya manusia Islam yang
tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah itu
beliau baru membangun negara. Tidak ada nilai yang bererti dari satu sistem
yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar
tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai
apa pun yang diperlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada
masa-masa pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam
kehidupan manusia suatu sistem seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan
keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang
pertama kali dilakukan Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di
situlah unta yang ditungganginya berhenti. Masjid itu tampak sederhana.
Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari
batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka
tanahnya akan menjadi lumpur kerana mendapat siraman air hujan. Mungkin
ketika angin bertiup dengan kencang, maka ia akan mencabut sebahagian dari
atapnya.

Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang
tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa
yang bejat dan mereka mampu mengembalikan kebenaran ke singgahsananya
yang terusir dan terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi.
Masjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan
kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya
Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang yang mendengarnya menganggap bahawa
mereka benar dan mendapatkan perintah harian untuk menerapkan dan
melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.

Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk
akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan
masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut
kaum Muslim semua bumi adalah masjid namun masjid adalah simbol
peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia
menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.

Semua Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan
ribuan kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan
itu secara praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan
Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana

sahabat Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan
dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad
berkata kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak daripada kamu. Aku telah membagi
hartaku menjadi dua bahagian dan sebahagiannya aku peruntukan bagimu. Lalu
aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah siapa di antara mereka yang
mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya lalu engkau dapat
menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT
memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau
berdagang di dalamnya?"

Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan
membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap
baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah
SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu
hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali
dirinya dan melaksanakan pernikahan.

Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitinya
berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut
Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan daging
sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam
Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:

"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)

Kesedaran bahawa apa yang kita kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT
menjadikan pekerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang
melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja, datanglah
cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati dan
tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah
harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang
lebih tinggi dan mulia.


Seorang Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai
Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai
dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan mereka berbeza dengannya.
Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk secara keseluruhan: ia mencintai

anak-anak, haiwan, bunga, pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun
mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar
seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap
alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang tinggi.
Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang diwarisi Nabi
Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di mana ketika Nabi
Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat selain
keputihan giginya.

Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta
itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini
tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak ditetapkan dengan
suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya akibat dari kepuasaan
akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar yang hati cenderung
kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang dimaksud dengan
kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi. Beliau adalah
cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau adalah seorang yang
paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan
balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam
kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentera yang paling sederhana. Tempat
tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan
yang di dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru
menyiapkan hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah
roti kering yang dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah
tersebarnya dakwah Islam.

Kaum Muslim menyedari bahawa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud
kecuali ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta
diri sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan,
kehidupan, dan apa saja yang tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan
Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim sangat mencintai pemimpin mereka lebih
dari kehidupan peribadi mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut,
didirikanlah pemerintahan Islam yang berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan,
musyawarah dan jihad.

Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh
Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah
membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain dari-Nya. Dengan

demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas akal, hati, dan
masyarakat. Seorang Muslim memiliki - dalam Islam - suatu kebebasan yang
diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat
segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu
yang dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan
mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan
dalam Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab.

Dalam ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau
sunah tidak ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk
berlumba-lumba untuk menerapkan apa yang mereka fahami. Selain itu,
seorang bebas sampai tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka sampai
tidak ada batasnya, kerana pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu ijtihad
yakni menutup akal dan itu bererti akan membawa kematian baginya. Islam
tidak menerima orang-orang yang mati akalnya atau mengalami kemunduran;
Islam pada hakikatnya memperlakukan manusia dari sisi akal dan hati.

"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak
mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki
untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan
orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)

Orang-orang Islam kerana kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta
situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang
tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan
pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan
dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu
agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu
memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.

Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan
bahawa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya.

Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus
melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus
dilakukan.

Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri
kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw
khawatir jika mereka memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka
yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja,
dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka
mengatakan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab
kepadamu sehingga engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di
negeri kami, maka kami akan bertanggungjawab untuk melindungimu."

Majoriti pasukan terdiri dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin
mengetahui keputusan majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum
Anshar mengetahui bahawa Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum
Anshar. Oleh kerana itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan
engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian
kaum Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.

Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhuatiran dan ketakutan
Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw
telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal
perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya dan kedalamannya yang
jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa mereka benar-benar beriman
kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau
katakan serta akan benar-benar mentaati beliau.

Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan
dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran,
seandainya engkau membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya
nescaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di
antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar.
Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling penting dan paling berbahaya
dalam sejarah Islam.

Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza
dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah
engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di
sini hanya duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa
seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan
berjalan kaki di atas ombaknya nescaya mereka akan melakukan hal itu
walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian mereka dan tak
seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.


Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu
mereka membuat khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat
peristirahatan dan pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul
saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih
tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam
kaedah umum dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan
untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman.
Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya
kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan sebagai pusat pergerakan
tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak
dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan
pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat teknik yakni itu
terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang dan ia
merupakan tipu daya semata?"

Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat peribadi, peperangan, dan
tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat."
Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan Madinah
dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil
darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah
ditentukan oleh pengalaman militer.

Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentera
dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim.
Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.

Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan
pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari
keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT
telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara
bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan

peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka
ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaedah
utama adalah kaedah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.

Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan
mengajak mereka untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan
pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy
demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian akan
menyesal kerana kita berhadapan dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh
jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari kerabat
kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?"

Kalimat yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah.
Sebahagian tentera merasa puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka
melihat bahawa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun kebodohan justru
memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang
mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih
memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim.

Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak
pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin
Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya
peperangan tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah
engkau melihat bahawa Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawab:
"Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah
menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercayai)." Peperangan tersebut
bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu hanya
semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan
ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling
rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang,
sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di
bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.

Kemudian datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera
yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik.
Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan
tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang

Muslim datang di atas satu kenderaan. Pakaian yang dipakai orang-orang
musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengilat serta
baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka
memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai
orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang kuno pun mereka
gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna.

Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat
pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah,
sesungguhnya mereka adalah orang- orang yang tanpa alas kaki, maka
tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian."

Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka
beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat
tempat itu basah sehingga kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut
membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu- debu kepayahan serta
menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah
SWT.

Allah SWT berfirman:

"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)

Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi
memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika
musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah
kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."

Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti hendaklah kaum
Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang
musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita
mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa seorang yang menyerang

memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga
serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahawa jumlah pasukan
musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum musyrik di
lihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan
persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah
haiwan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap
tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.

Keadaan saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda
kemenangan tampak menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan
peperangan bukan kerana kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang
lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur spirituil yang
tidak kelihatan. Spirituil tentera dan keimanannya tentang persoalan yang
dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan:
kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu
syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi makhluk yang
tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi jauh dari
kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.

Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur
dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan itu.
Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka,
lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah
sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang
kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada
Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah,
wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka
Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi." Renungkanlah,
bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh kerana itu, kita
dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan
Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang
difikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw
melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang
menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah,
jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di
muka bumi."

Nabi tidak terlalu mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru
mengkhuatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan
adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh
kerana itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali
kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah
bala tentera malaikat yang dipimpin oleh Jibril.

Allah SWT berfirman:

“diperkenankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.'
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai
khabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram kerananya. Dan
kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)

Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan
berita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu
bantuan dari Allah SWT."

Turunnya para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan
berita gembira kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan
para malaikat dalam peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa
peranan malaikat tidak lebih dari sekadar membawa berita gembira dan
memberikan dukungan moril serta memenuhi hati dengan ketenangan. Kami
kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat menyaksikan manusia-manusia
malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.

Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia bersama
mereka. Oleh kerana itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa tenang
dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir
pasti akan merasakan ketakutan.

Allah SWT berfirman:

"(Ingatlah), ketika Tuhanmu
'Sesungguhnya Aku bersama mewahyukankamu, maka kepada para malaikat:
teguhkanlah (pendirian)  orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu),
maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu
ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)

Lalu orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu,
terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan
sebahagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan
kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan,
dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.

Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata:
"Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf,
wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan
oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang
dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah
engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak
mengetahui apa yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu
menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian
beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang
dan ganimah.

Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan
perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar
dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari
saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil
fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut
merupakan kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan
mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka
menjadi tulang punggung kita."

Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata,
"bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah,
aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku
berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang
kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu

bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu
Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahawa tidak ada di hati kita
kelembutan kepada kaum musyrik."

Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang
terikat hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan
terjadinya peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar
menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga orang-orang
musyrik mengetahui bahawa Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah
urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat senjata
dan berperang adalah suatu kewajipan yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi
saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati sebahagian besar mereka
cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat majoriti
saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya Umar yang benar.

Ini adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim
harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir
harus dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah
memilih darah. Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an
sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya menyedari
kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu Umar memergoki mereka dalam
keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:

"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda
duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar
kerana tebusan yang kamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)

Kedua ayat itu mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan
dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi
tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak
peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya
telah mapan.

Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu
menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu)."

Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang
sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita
ungkapkan dalam istilah moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis.
Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah
moden mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa
mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka
memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak
mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan,
sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh
Islam.

Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan
mereka bisa berakibat pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima
tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau
sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu
ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu ambil."

Seksaan tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini,
kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni
sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu mahupun
dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum
Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat
berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya
ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan
dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi
mengetahui bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan
berakibat pada kekalahan mereka.

Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah
kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik
Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di
gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk memenangkan
pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung
untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melindungi mereka dari serangan
dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan panah
itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang mahupun kalah.
Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski

berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada
mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami
sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah
menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan
mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."

Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang
lain, lalu beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah
peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kekuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di
hadapan pasukan Muslim.

Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda
kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan
Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh
ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari
pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat
mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw
telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa
pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang
perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahawa peperangan telah
selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta
rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati sebahagian
pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan
yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyrik dalam
peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh
Muslim adalah orang yang sangat genius dalam peperangan. Begitu ia melihat
pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang terbuka
di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan
disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari
belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat
mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang
tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.

Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari
belakang dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban
dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati
sebagai syahid saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan
sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala beliau yang
mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah.

Kemudian tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika
mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum
Muslim pun terpecah-pecah. Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan
sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang
mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada
kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian
lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."

Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum
musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian
terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw
berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha
membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka
baginya syurga."

Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan
melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid.
Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai
punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang
dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian
berubahlah keadaan kerana keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh
kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik
diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada
orang-orang Muslim.

Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah
mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil
melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu
kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan pembangkangan
para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk
meninggalkan tempat mereka.

Ketika sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan
kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus
dibayar oleh tentera yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang
Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu.
Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau
pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga
setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun semakin deras
mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan potongan
tembikar lalu dilekatkan di atasnya.

Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani
beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa
pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan
isteri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan
jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin
menambah kesedihan sang Nabi.

Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan
menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah
SWT nescaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian
turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar
mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahawa kekalahan
mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang
menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian yang
menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan
Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk
mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian
halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.

Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali
'Imran:

"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada
orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan
kamu. Dan Allah mempunyai kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang

yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)

Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah
korban mereka dan mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw
bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di
tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merosak
jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada
orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."

Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan
untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat
asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah
membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang
laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau bertanya
siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari
Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.

Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah
mereka dan beliau pun tidak mensolati mereka, serta tidak memandikan
mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan
pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan
Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan
di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan
baunya seperti minyak misik."

Bukanlah penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus
dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari
pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka
kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang
dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan
adalah penjelasan tentang sentral utama yang di situ kaum Muslim berkumpul.
Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim berkumpul
yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia pergi kerana satu dan lain hal,
maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak
seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau sentral tetapi yang
menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.

Demikianlah bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan
senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan
mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat
beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka
murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri
mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang- orang yang mengikuti prinsip
bukan mengikuti peribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin
manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk
Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahawa
seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw
wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan
tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia
telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.

Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan
akidah Islam, bukan dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang,
maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali
'Imran: 144)

Demikianlah bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa
terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang
terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling
banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama;
mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus
berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka
menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan
sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah
SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan,
dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah
terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru mencurahkan
darah mereka bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir dan
mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan
serta menyelamatkan akidah tauhid.

Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum
Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu
peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk
menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing
hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud
bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana
beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau
tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan
sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau
diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam
peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama
beliau lari dari suatu masalah kecuali beliau berhadapan dengan masalah yang
baru dan lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau
menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana
beliau selalu memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan
agama Allah SWT.

Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang
Anda inginkan nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut
kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.

Rasulullah saw telah melalui pergelutan militer dalam berbagai macam
pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai
pergelutan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan
surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai
negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergelutannya
dalam masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak
kosong dari pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu.
Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT,
maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT.
Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya
berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap
kurang ajar kepada mereka, demikian juga orang-orang Yahudi, apalagi
orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai
menyudutkan kaum Muslim.

Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka
mengatakan kepada beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan
mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka
beberapa dai dan mubaligh untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar

agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang
dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang itu berkhianat atas para
sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di
antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti
mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama
menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh
tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar
dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.

Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar
dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para
kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara
kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap kehormatan
manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau
menyedari bahawa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau
memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang
misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut
sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah
Islam.

Ketika Nabi saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang
bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk
mengutus para sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan
melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh
orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta
mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah para sahabat yang
kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai
membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka adalah para dai yang terbaik
yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu bakar dan pada
malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat. Ketika datang perintah
Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun pergi
dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah
SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik
dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama
sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka
untuk menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari
sahabat Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana
beliau mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan
dengan adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat
ia tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."

Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan
mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah
SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT
itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari
burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim
itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia
menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka
dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul
dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada
sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan
mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan
kami, berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa
saja yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."

Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang
menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw
sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir
terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin
sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat
kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.

Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh
Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk
menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan
persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di
bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk
melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat
dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT
mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju
rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa
penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak
akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin
mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.

Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk
keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya
sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu

bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam.
Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan
kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah
kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk
membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan
al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian
pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang
Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka
serigala-serigala gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus
yang panik yang bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung. Orang-orang
Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat
mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka
menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim
menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan dan menunggu
kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah pergi, maka
citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan dalam
peperangan Uhud.

Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan
kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat
dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di
situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka berfikir
untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana itu, Rasulullah saw keluar bersama
seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di
waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat
yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka
menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan
kaum Muslim yang begitu cepat.

Kita akan mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah
saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul.
Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan
bahawa mereka memiliki pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang
luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu
menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.

Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw
meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun peribadi kaum
Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali

berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat
bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum
Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi
Islam. Yaitu peperangan psikologi atau peperangan urat saraf dengan cara
menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim
dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq
yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim,
terjadilah kesalahfahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang
biasa mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum
Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."

Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik
yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- orang Anshar
untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah
yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang
dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan
mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah
nescaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di
dalamnya."


Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di
mana kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk
menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah
dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul
saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah
membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin
Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari
Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau
mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak
biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu
sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu
pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan
yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang
bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk
menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.

Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba
melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan
salah satu yang menjadi objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah.
Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya

terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu
terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari
kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai
ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu
(haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam
hal itu kerana memang berat badan Aisyah sangat ringan.

Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di
dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah
pergi. Aisyah merasa hairan atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah
merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha
bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga.
Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan
mengetahui bahawa aku tidak ada dan kerana itu mereka akan kembali
mencariku dan akan menemukan aku.

Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana ia melakukan
keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang
yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa
ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya
perintah memakai hijab (jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya,
Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan
kembali,... isteri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.

Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan
Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya
pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu,
pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih
berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada
mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.

Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini.
Ia membuat kisah bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan
pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang
dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung
membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahawa di
antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika
tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.

Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam
tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang
wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab
binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan
tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat
dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya.
pasukan pun bergoncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak
mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk
menjatuhkan Islam dan melukai perasaan Rasullullah saw dan itu termasuk
peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga
ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan
akidah yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang
kesucian rumah tangga Aisyah.

Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui
isu-isu yang dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar
hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun
tak seorang pun di antara. mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul
saw tidak menceritakan peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau
berubah di mana beliau tidak lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya
saat Aisyah sakit. Ketika beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ,
beliau berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan
kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai
marah. Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan
aku, nescaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak
ada masalah."

Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa
yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam,
Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang
dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia
mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya
dari isu itu, ia berkata:

"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami
tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami
membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu
para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada
suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebahagian

keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita
wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia
memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar
kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah,
ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu
memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis
sampai-sampai aku mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan
aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak
orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun
kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita
yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri
yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."

Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya
pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT
kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang
menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak
benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu
mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya
kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu rumah dari
rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."

Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid
dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan
berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan
dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya
Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian
Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri
kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada
Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui
kecuali kebaikan. Aku tidak pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu
aku sedang membikin adunan roti lalu aku memerintahkannya untuk
menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah kambing lalu adunan itu
dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku
bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku
menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu
memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar
sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah

kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan seperti yang
diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT kerana
sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah
berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan
kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti
yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk
mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata,
"demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan
Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar
Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia
memastikan terbebasnya aku darinya."

Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku
berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan
Rasulullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang
harus kami jawab." Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu.
Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata:
"Bergembiralah wahai Aisyah kerana sesungguhnya Allah SWT telah
menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata:
"Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat
dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:

"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu buruk
bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa
yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian
yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang
besar. " (QS. an-Nur: 11)

Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari
segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi
menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan
kelompok-kelompok kafir meyakini bahawa mereka harus menggunakan cara
baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki
pergelutan menentang peperangan fizik. Peperangan Khandaq termasuk contoh
peperangan fizik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi
menyerahkan urusan mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian
persekongkolan dan sumpah di antara tokoh- tokoh Yahudi dan
pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi berfatwa
bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih
baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan
kepada Tuhan Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.

Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan
mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan
menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya,
berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak hairan ketika mendengar
orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka mempunyai asas agama yang
menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang agama tauhid.
Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang
Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara
mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka
menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya
bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan
kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.

Nabi saw menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan
pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan
bagi Muslimin. Beliau mulai berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah
tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana sebelum
itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang
kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk
ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana mengikuti
perbezaan ancaman itu.

Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya.
Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara
mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi
menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti
bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit
yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat
mempertahankan diri dari belakangnya. Mula- mula usulan itu terkesan agak
mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu.
Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahawa
situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha keras untuk dapat
melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di
sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana
udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis
ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap
dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian
dan memikul tanah.

Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan
penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan
kelaparan kerana kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap
meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari
Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab:22)

Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah
menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai
menghentam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian
berteburanlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang
cukup banyak. Pasukan kafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam
keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?

Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera
menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada
hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung
Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan
sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan
saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui
apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah
para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT
menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:

"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan
ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai

ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan
digoncangkan hatinya dengan goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab:
10-11)

Keadaan semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian
mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab.
Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa
terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap
mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.

Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka
benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim
bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw
memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan
tolonglah kami untuk mengatasi mereka."

Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan
kewajipan mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau
serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah
Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya.
Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.

Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT.
Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa
difahami. Para penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di
mana mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut
tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya
namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan
tetap begini selama tiga tahun.

Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat
malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin
sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu
sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari
tangannya atau berdiri dari tempatnya kerana saking dinginnya cuaca.
Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu
melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa

ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu
Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya kerana ia khawatir jika ia
berdiri ia akan tidak mampu kerana saking dinginnya dan akan menabrak Rasul
saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting
tentang keadaan kaum yang menyerang kita."

Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana
ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat
berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan
menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan
membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika
Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan
kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan
kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup
di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak
melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali. Inilah
tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha
menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di
dekat api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan
tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu
adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.

Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya
dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum
Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw
kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali
meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.

Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak
menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi."
Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya
sehingga unta itu bangkit.

Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya
pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa
penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan
menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama
pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau
keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani
Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian mereka

bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana itu,
mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.

Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar
kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut
bererti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari
tenggelam.

Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad
bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum
Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa
jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan
hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan
bahawa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu
mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya kerana
terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia
bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang

Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian
Sa'ad mengatakan penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad
untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan
celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan
keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun
menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh
engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari
tujuh langit."

Sa'ad mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga
berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa
depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah
penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai
tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya.
Oleh kerana itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun
dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.

Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali
melanjutkan pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw

berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau
keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah
ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di
Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk
dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata:
"Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh
Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang
Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku menyambung
tali silaturahmi nescaya aku akan menyetujuinya."

Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum
Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di
waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah
menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya.
Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka
mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka
bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan
umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan
kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan
sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah
mereka kembali pada tahun depan.

Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan
mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya
pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa
perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap
sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah
kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan
seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini.
Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau
pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan
beliau tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian
yang ditandatangani orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda
tangan di atasnya.

Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya
kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum

Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya
mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali
bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar
ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus
mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima
syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah
kita takut terhadap mereka?"

Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw
justru menyampaikan jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau berkata:
"Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang
perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna dari
kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu
memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."

Perjalanan hari menetapkan bahawa perjanjian yang menimbulkan pro dan
kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik
paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut
diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan
kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua
kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki
Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu
mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang
berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak
membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa
bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang spektakuler.

Suhail bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib
adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw
berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah
dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan
nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama
sekali kerana tidak ada perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah
dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.

Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw
utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang
Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara
Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."

Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang
sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan
suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil,
semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahawa
Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk
menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah
masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka.
Namun jika terdapat di antara orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam
lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum
Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang
yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi
orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.

Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang
Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak
adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah
pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang
Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan
umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus meninggalkannya.
Pensyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan terkesan
membingungkan.

Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah
penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy
meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin
bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit
menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya.
Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum
Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga
mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk
bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan kerana Allah SWT akan
menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan
kelapangan.

Nabi memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian
dengan kaum Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar
perjanjian mereka.

Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa.
Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim
dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah
saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban
dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke
Madinah. Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu
beliau mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang
tampak membisu kerana ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta
dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak
berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahawa Nabi
saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan tahalul dari
umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih korban dan memotong
rambut mereka.

Perjalanan hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut tidak seperti yang
dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan
kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka
menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan
kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika
tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah
fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berailah
kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.

Saat aktiviti kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan
aktiviti di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki
kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa
penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah
lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa saat Rasul saw
keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim namun
ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai dengan
sepuluh ribu Muslim.

Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut.
Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah dikeranakan
hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai
pemenang dalam pergelutan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya
merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat- syarat yang
merugikan kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke
kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana Allah SWT telah
memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum
kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya
ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak
Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang
bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di tengah-tengah kaum Quraisy.

Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada
Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang
masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju
kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang
telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas.
Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.

Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan yang tiada
henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun tidak sunyi
dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan sembilan isteri tersebut merupakan keistimewaan peribadi yang hanya
beliau miliki kerana berhubungan dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu
suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat
orang isteri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan
keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu
isteri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.

Kaum orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan
memujukkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah
perkahwinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa
pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat
beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun.
Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri yang lain sampai Khadijah
mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia
di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau diutus
untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia
meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan
beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap
Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari

satu orang isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin
ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan
Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk
menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu
Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT
dan wanita itu merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah
dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian
menghadapi berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera
merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan beliau dengan Sawadah sebagai
bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu dan kemuliaannya dari
kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.

Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian
berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk
mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi
adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani
Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang kerananya ia
menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang
budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau
nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil
dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui
pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid:

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan
mereka. Dan barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh
dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)

Sejak semula tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir.
Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu
menahan kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid
datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk
menceraikan isterinya. Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar
membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu hendaklah beliau menikahinya.
Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara kepada Zaid
agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw
membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia menikahi
isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru

merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya
dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai
isterinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang
diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat
mendengar berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini
bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk
Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman:

"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang
kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang
lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia
supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu
pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)

Pernikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan
kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan
menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti
Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah
bersama suaminya ke Habasyah.

Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama
Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam
menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan
hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah
saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.

Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri
Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu
Habibah berusaha menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap
anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai
membenciku?" Dengan penuh keberanian ia menjawab: "Ini adalah tempat tidur
Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh
menyentuhnya."

Adapun Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan
Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani
Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua
anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan.
Pernikahan Nabi dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh orang-orang
yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum Muslim memperlakukan mereka
dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap
ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan sikapnya ingin menyingkap
aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau mengisyaratkan kepada
kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama manusia.
Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.

Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan
maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan
mereka dapat masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah
dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi
sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh
Al-Qur'an antara Islam dan Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim
dengan dihalalkannya pernikahan dengan wanita-wanita ahlul kitab.

Maryam memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari
datuknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat
masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat
dari Ilahi bahawa pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut
Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.

Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai
banyak waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan
diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan
penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada
orang yang membayangkan bahawa Rasul saw hidup di rumahnya dengan
keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan
Muslim di zamannya.

Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa
sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara
mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar
atau keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk meminta
kepada beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi
meninggalkan isteri-isterinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa
beliau telah menceraikan semua isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir
(yaitu ayat yang memberikan pilihan kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap
menjadi isteri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an al-Karim
memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara menjalani kehidupan di
rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian.
Allah SWT berfirman:

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan
kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika
kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta
(kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan
siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab:
28-29)

Selesailah fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya,
isteri-isteri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat
daripada kehidupan dunia. Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi hal-hal
yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat,
kerana itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga beliau dapat
menjadi cermin tertinggi yang layak di emban oleh seorang yang memegang
tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan
isteri-isteri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan
menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:

"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al- Ahzab:6)

Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab
yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti
itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau
mengirim surat ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin
menunjukkan universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi

untuk mengikuti Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus
mengajaknya untuk memeluk Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir
Basrah bahagian dari wilayah Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam,
dan beliau juga mengirim surat ke penguasa Qibti dan mengajaknya untuk
masuk Islam, dan beliau juga menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan
mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir
Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.

Lalu berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di
antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat
bahawa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara
mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang
membalas surat itu dengan jawapan yang baik, dan di antara mereka ada yang
menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergelutan yang tidak
pernah padam, suatu pergelutan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau
menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk
dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong, dan Allah SWT
menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji
wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah
sebagaimana firman-Nya:

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)

Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT
merasa bahawa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah
berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah:
"Diamlah kalian kerana Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun
terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari
terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang
biasa beliau lakukan.


Mereka memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw
yang biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya
laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan
hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau
memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin
Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah
menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan

tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas kerana saking
hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan
air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan sakit?"
Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur. Kemudian
mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup: Jibril turun
kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah melewati
waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak
seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti
gambar yang hanya dilukis sesaat.

Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah
berhasil melalui berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau
tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para
pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan
benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun kerana melihat
tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan
melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan rasa pusing,
demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk
menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan tidak
sedarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah
Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah
dan penyucian Baitul Haram?

Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw.
Beliau mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan
perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu
dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum
Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan yang
berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap, dan tentera Muslim
turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak berhenti sedikit pun. Telah
lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah lewatlah
masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat
kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang
berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau
menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT
sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu
Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri.
Kalimat Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul

Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai
patung yang berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya.
Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau
membersihkan masjid dari berbagai patung dan mengembalikannya
sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah tauhid yang
mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka dan
mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu
solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan.
Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya
berputar-putar di antara gunung:

"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi
bahawa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju
keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."

Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliaannya.
Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya: itulah
peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya;
Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang- orang yang
bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah
untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan
segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah,
Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah
Rasulullah saw dan memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari kaumku." Rasulullah saw berkata:
"Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah yang penting ini dan jika
kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku."

Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw
bahawa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui
mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian
berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat
kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada
kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan
kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati
kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian

tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan
katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh
segala kurnia hanya milik Allah SWT dan Rasul-Nya."

Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu nescaya kalian
akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada
kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau
datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang
dalam keadaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang
dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji
dan kurnia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai
kaum Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan
kepada suatu kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka
dan kalian justru melupakan kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian
dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas
ketika manusia pergi untuk melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan
kalian pergi dengan Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya,
seandainya manusia melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang
lain nescaya aku akan melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum
Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu kaum Anshar."

Mendengar doa itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut mereka
terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT
sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembahagian Rasulullah saw."
Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam
keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di
dunia adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk
mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di
kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam, lalu beliau memanggil
Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya
untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah
saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun. Tampak bahawa
waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin
meningkat.

Beliau mulai merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para
sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka.
Pada saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu
berfikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau
telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka segala
sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan
dengannya ia tidak akan sesat.

Rasul saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya.
Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan
kepada kaum musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil
Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari
kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan ribuan
orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram dalam keadaan
memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan
memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan berpidato di
tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahawa kehidupannya
di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahawa kafilah ini
akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan
nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang
selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya
kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu
manusia yang hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah
menyampaikan dakwah. Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya
bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana
mengenalkan agama kepada mereka.

Kemudian beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya
sedangkan Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang
yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun
mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia
dan sebagai cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan.
Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam namun beliau
menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada seorang penguasa
atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada para sahabatnya:
"Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."

Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk
penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan
kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui
sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka
di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah
dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka
dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang
dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit
meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang
mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam
bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.

Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau
mempersingkat solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah
menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya.
Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki
keperibadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau
melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya
dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau memenuhi
kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan
kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau
membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat.

Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju
pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya
sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau
memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam
agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan
hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.

Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang
mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang
dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan
kualiti kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif namun beliau
datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan
antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud
sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun
sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau
sesuatu yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari
bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan
ridha dan diridhai. Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta
sahabat yang setia bersamamu.

NABI MUHAMMAD s.a.w DENGAN PENGEMIS BUTA

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta, hari
demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai
saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia
itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya".
Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan
tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang
dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar
tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW
melakukannya setiap hari hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah
kewafatan

Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada
pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah
anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah
kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan
ayahnya, "Wahai ayahanda engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada
satu sunnah pun yang belum ayahanda lakukan kecuali satu sunnah saja".
"Apakah Itu?", tanya Abu Bakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke
ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi
buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.

Keesokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan
untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis
itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abu Bakar r.a. mulai
menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abu
Bakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang
yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang
kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini
mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi
terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu
ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan
perkataannya. Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis
sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa
datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia
itu telah tiada lagi. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu
mendengar cerita Abu Bakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata,
benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia
tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa
makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut
akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.

NABI-NABI YANG DIUTUS KEPADA KAUM YASIN

Allah SWT berfirman:
"Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri
ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (Yaitu) ketika Kami mengutus
kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya;
kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan
itu berkata: 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.'
Mereka menjawab: 'Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan
Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain
hanyalah pendusta belaka.' Mereka berkata: 'Tuhan kami mengetahui
bahawa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan
kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan
jelas.' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami bernasib malang kerana
kamu, sesungguhnya kamu jika tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami
akan merejam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yangpedih dari
kami.' Utusan-utusan itu berkata: 'Kemalangan kamu itu adalah kerana
kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)?
Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. " (QS. Yasin: 13-19)

Allah SWT menceritakan kepada kita tentang tiga nabi tanpa menyebut
nama-nama mereka. Hanya saja, Al-Qur'an menyebutkan bahawa kaum yang didatangi tiga nabi tersebut mendustakan mereka. Mereka mengingkari bahawa tiga nabi itu sebagai utusan Allah. Ketika para rasul itu menunjukan bukti kebenaran mereka, kaumnya berkata bahawa kedatangan mereka justru membawa kesialan. Mereka mengancam para nabi itu dengan rajam, pembunuhan, dan siksaan yang pedih. Para nabi itu menolak ancaman ini dan menuduh kaumnya membuat tindakan yang melampui batas. Mereka justru menganiaya diri mereka sendiri.

Al-Qur'an al-Karim dalam konteks ayat tersebut tidak menceritakan bagaimana
urusan para nabi itu. Yang ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah urusan seorang
mukmin yang mengikuti para nabi itu. Hanya dia satu- satunya yang beriman
kepada nabi. Kelompok yang kecil ini berhadapan dengan kelompok yang besar

yang menentang para nabi. Laki-laki itu datang dari negeri yang jauh. Dan
dalam keadaan berlari, ia mengingatkan kaumnya. Hatinya telah terbuka untuk
menerima kebenaran. Belum lama ia menyatakan keimanannya sehingga
kemudian ia dibunuh
oleh orang-orang kafir.

Allah SWT berfirman:

"Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib an-Najjar) dengan
bergegas-gegas ia berkata: 'Hai kaumku, ikutilah utusan- utusan itu, ikutilah
orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang
telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) ahan
dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika
(Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku,
niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan
mereka tidah (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau
begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah
beriman kepada Tuhanmu; maha dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.'"
(QS. Yasin: 20-25)

Konteks Al-Qur'an hanya menyebutkan atau membatasi tentang proses
pembunuhan itu. Belum lama orang mukmin itu atau belum sampai ia
menghembuskan nafas terakhirnya sehingga Allah SWT mengeluarkan
perintah-Nya dan mengatakan:

"Dikatakan (kepadanya): 'Masuklah ke syurga.' Ia berkata: 'Alangkah baiknya
sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi
ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang
dimuliakan.'" (QS. Yasin: 26-27)


Jadi, Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan nama-nama para nabi itu dan
kisah-kisah mereka, tetapi yang ditonjolkan adalah kisah lelaki mukmin di
mana dalam konteks ayat tersebut nama laki-laki mukmin pun tidak
disebutkan. Tentu penyebutan namanya tidak penting, tetapi yang lebih
penting adalah apa yang terjadi padanya. Beliau adalah seorang mukmin yang
mengikuti para nabi AllahSWT.

Dikatakan kepadanya: masuklah ke dalam syurga. Tentu proses penyiksaan
yang diterimanya dan pembunuhannya bukan membawa suatu nilai yang besar
tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahawa ia beriman dan tetap berjuang
membela para nabi. Meski-pun ia mendapatkan ancaman pembunuhan, ia
tetap menunjukkan keimanannya dan keimanannya tetap membara.
"Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah
(pengakuan keimanan)ku."'?


                             sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar