Ketika cahaya tauhid padam
di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir
saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa
orang-orang yang bertauhid kecuali
sedikit dari orang-orang
yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid.
Maka Allah SWT berkehendak
dengan rahmat- Nya yang mulia untuk mengutus
seorang rasul yang membawa
ajaran langit untuk mengakhiri penderitaan di
tengah-tengah kehidupan. Dan
ketika malam mencekam, datanglah matahari
para nabi. Kedatangan Nabi
tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi
Ibrahim as kekasih Allah
SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira
yang disampaikan oleh Nabi
Isa as.
Allah SWT menyampaikan
selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat
dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan selawat kepadanya sebagai
bentuk pujian dan permintaan
ampunan, sedangkan orang-orang mukmin
berselawat kepadanya sebagai
bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman,
berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan
kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT
mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum
dan zaman mereka saja, namun
Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau Nabi
Muhammad saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya
dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu
kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi
sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu juga
ajaran yang dibawa oleh Nabi
yang terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah
Muhammad bin Abdillah bin
Abdul Muthalib, anak seorang wanita Quraisy.
Beliau saw adalah pemimpin
anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw adalah
hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan
kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah
Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul
Muthalib membayangkan bahawa
matahari telah terbit, lalu ia bangun dan
ternyata mendapati dirinya
di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa
menyelimuti gurun yang
terbentang. Ia menuju pintu khemah, lalu
menyaksikan bintang-bintang
bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti
dengan malam. Ia kembali
menutup pintu khemah dan tidur. Belum lama ia
dikuasai oleh rasa kantuk
yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi
untuk kedua kalinya. Segala
sesuatunya tampak jela s kali ini, Sesungguhnya
sesuatu yang besar
memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat
penting, "Galilah zamzam!"
Dalam mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah
itu zamzam?" Kemudian
untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahawa
ia diperintahkan untuk
menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat
sesuatu yang bersembunyi
itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan
hatinya berdebar dengan
keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu
khemah kemudian pergi ke
gurun yang luas. Apakah erti zamzam? Tiba- tiba
fikirannya dipenuhi dengan
cahaya yang datang dari jauh, bahawa pasti
zamzam adalah sebuah sumur,
tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang
datang dalam tidur itu agar
ia menggali sumur, di sana
tidak ada jawapan
selain satu jawapan dari
pertanyaan ini, yaitu agar orang- orang yang berhaji
dan berkeliling di sekitar
Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari
sumur itu sendiri, bukankah
di sana
terdapat banyak sumur yang dapat
diminum oleh orang-orang
yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di
tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam,
ia memikirkan
bintang-bintang sembari merenungkan cerita- cerita kuno yang
mengatakan tentang sumur
yang memancar darinya air sebagai akibat dari
pukulan kaki Nabi Ismail as,
di sana juga
ada cerita yang mengatakan bahawa
sumur itu telah binasa
sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun
Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui
orang-orang, dan
menceritakan kepada mereka bahawa ia akan menggali
sebuah sumur di tempat
tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang di situ ia
diberitahu oleh suara yang
ada dalam mimpinya. Orang- orang Quraisy
menolaknya, Sesungguhnya
tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib
terletak di antara dua
berhala dari berhala-berhala yang biasa disembah oleh
masyarakat setempat, yaitu
di antara berhala yang bernama Ashaf dan Nalah.
Abdul Muthalib merasa bahawa
usahanya sia- sia untuk meyakinkan kaumnya
agar mengizinkannya untuk
menggali sumur. Mereka mengetahui bahawa Abdul
Muthalib tidak mempunyai
sesuatu selain hanya seorang anak. bahawasanya ia
tidak memiliki anak- anak
yang dapat menolong dan memperkuatnya serta
melaksanakan
keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan
negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang
terjalin suatu ikatan
fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha untuk
melindungi keluarga yang
sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi
dalam keadaan sedih, lalu ia
berdiri di hadapan Ka'bah dan mengungkapkan
suatu nazar kepada Allah
SWT. Ia berkata: "Jika aku mendapat sepuluh anak
laki-laki, dan mereka
menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu
melindungiku saat aku
menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih
salah seorang dari mereka di
sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka
untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun,
isterinya melahirkan anaknya
yang kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak
laki-laki sampai pada tahun
yang ke sembilan, sehingga Abdul Muthalib
mempunyai sepuluh anak
laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan anak-anak
Abdul Muthalib menjadi
besar.
Abdul Muthalib akhirnya
menjadi seseorang yang memiliki kemampuan.
Kemudian Abdul Muthalib berusaha
melakukan rencananya yang diisyaratkan
dalam mimpinya itu, yaitu ia
bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu
anaknya sebagai bentuk
pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah
undian atas sepuluh anaknya,
lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil
yaitu Abdullah. Ketika nama
anak itu keluar dalam undian, maka orang-orang
yang ada disekitarnya
berusaha memberontak, mereka mengatakan bahawa
mereka tidak akan membiarkan
Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu terkenal
sebagai seseorang yang bersih di kawasan Arab, ia
telah dapat menarik simpati
masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah
menyakiti seseorang pun.
Bahkan ia tidak pernah meninggikan suaranya lebih
dari orang lain. Senyuman
khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang
paling lembut di kawasan
Jazirah Arab. Muatan rohaninya demikian jernih, dan
hatinya yang mulia
menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati
yang keras, oleh kerana itu
semua manusia datang kepadanya dan menentang
usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami
menyembelih anak-anak kami
daripada ia harus disembelih, dan menjadikan
anak-anak kami sebagai
tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan
seseorang pun yang lebih
baik dari dia seandainya kami menyembelihnya,
pertimbangkanlah kembali
masalah itu, dan biarkan kami bertanya kepada
dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak
mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia
mempertimbangkan kembali apa
yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka
mendatangi seorang dukun. Si
dukun berkata: "Berapakah taruhan yang kalian
miliki?" Mereka
menjawab: "Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata:
"Datangkanlah sepuluh
unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas
nama Abdullah, jika undian
datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor
unta lagi, lalu ulangilah
terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar
lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian
atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta
yang besar. Undian itu pun
mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul
Muthalib menambah sepuluh
ekor unta lagi, kemudian lagi- lagi yang keluar
nama Abdullah sehingga
mereka pun menambah sepuluh ekor unta lagi sampai
jumlah unta itu telah
mencapai seratus ekor unta. Setelah itu, datanglah nama
unta tersebut. Maka saat
itu, masyarakat demikian gembiranya sehingga
berlinangan air mata,
kegembiraan dari mereka kerana melihat Abdullah
berhasil diselamatkan.
Kemudian disembelihlah seratus ekor unta di sisi
Ka'bah, dan mereka
membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh
oleh seseorang pun dan juga
disentuh oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat
gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia
menetapkan untuk
menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab,
kemudian ia keluar dengannya
pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab,
dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab.
Kemudian Aminah
binti Wahab menikah dengan
Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda
yang paling mulia dan paling
dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di
gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para
tamu mengetahui tempat
diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan
antara Abdullah dan Aminah.
Lalu disembelihlah haiwan- haiwan korban, dan
manusia dari kalangan
orang-orang fakir bahkan binatang-binatang buas dan
burung makan darinya.
Abdullah tinggal bersama isterinya dua bulan di rumah
pernikahan, hingga suatu
hari ada khabar bahawa kafilah akan berangkat, lalu
Abdullah pun mengikuti
kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama
kafilah perdagangan Quraisy menuju
Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab
bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat
tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang- bayang wajahnya tersembunyi
bersama kafilah dan mereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui bahawa itu
adalah kesempatan terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah
mengunjungi paman- pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan
jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib
kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh
lima tahun. Khabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan
sangat memilukan hati
orang-orang yang
mendengarnya, sehingga khabar itu sampai ke isterinya.
Aminah tampak menangis
tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada
dirinya dan tidak mengetahui jawapannya,
mengapa Allah SWT menebusnya
dengan seratus unta jika kemudian Dia
menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu
bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang
sedikit, ia tampak mulai
mengetahui bahawa ia sedang hamil. Aminah
menangis dua kali, pertama
ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia
menangis untuk anak yang
ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat
dilahirkan. Aminah tidak
pernah mengetahui sebelumnya bahawa janin yang
dikandungnya akan menjadi
anak yatim, ayahnya meninggal saat ia dilahirkan.
Anak yatim ini harus
menanggung beban anak-anak yatim dan orang- orang
fakir serta orang-orang yang
sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang
terakhir dan rasul-Nya
kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang
dihadiahkan kepada manusia
dan tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali
orang yang merasakan
penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil yang
sebelum dilahirkan telah
menelan kesedihan. Dan berlalulah hari demi hari,
lalu hilanglah tangisan
penderitaan dan mata Aminah pun telah mengering,
namun kesedihannya tampak
menyerupai sebuah pohon yang tumbuh bersama
kehausan.
Kemudian kesedihannya hari
demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya
itu mulai tidak tampak
ketika ia mendapatkan bahawa janin yang
dikandungnya tidaklah
memberatkannya, sebaliknya ia merasakan betapa
ringannya janin yang
dikandungnya bagaikan merpati yang berkeliling di
seputar Ka'bah, dan
seandainya kesedihannya yang selalu mengitarinya, maka
tidak ada wanita yang lebih
bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini.
Janin itu adalah manusia
yang mulia di sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah
hari kelahirannya. Sementara
itu, pasukan Abrahah mendekati Mekah.
Abrahah adalah seorang
penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk
kepada Habasyah setelah
penguasa Persia
diusir. Di Yaman ia membangun
suatu gereja yang
menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahah
membangunnya dengan niat
agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul Haram
di Mekah. Ia melihat betapa
orang- orang Yaman tertarik dengan rumah
tersebut. Dan ketika ia
tidak melihat gereja yang dibangunnya memiliki daya
tarik seperti itu dan tidak
mampu menarik hati orang-orang Arab, maka ia
berkeinginan kuat untuk
menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak
menuju ke Ka'bah lagi
melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia
menyiapkan pasukan yang
besar yang dipenuhi dengan berbagai senjata,
kemudian pasukan itu menuju
Ka'bah.
Pasukan Abrahah terdiri dari
kelompok gajah yang besar yang digunakannya
untuk menghancurkan Ka'bah.
Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita
gunakan saat ini.
Orang-orang Arab pun mendengar rencana tersebut. Memang
orang-orang Arab saat itu
terkenal sebagai penyembah berhala, meskipun
demikian mereka sangat
memberikan penghargaan dan penghormatan
terhadap Ka'bah, kerana
mereka meyakini bahawa mereka adalah anak-anak
Nabi Ibrahim as dan Nabi
Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba
dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari
penduduk Yaman yang bernama
Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari
kalangan orang-orang Arab
untuk memerangi Abrahah, sehingga ada beberapa
orang yang mengikutinya.
Abrahah berhadapan dengan tentera tersebut tetapi
pasukan yang sedikit itu
dapat dengan mudah dipatahkan oleh pasukan kafir
yang besar itu. Kemudian
Dunaher pun kalah dan menjadi tawanan Abrahah.
Pasukan Abrahah tersebut
juga sempat ditentang oleh Nufail bin Hubaid
al-Aslami, namun Abrahah pun
dapat mengalahkan mereka dan berhasil
menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahah
melewati kota
Taif, menghadaplah kepadanya
beberapa orang tokoh
setempat, dan mereka tampak gementar ketakutan dan
berkata kepadanya bahawa
sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada
di tempat mereka, tetapi berada
di Mekah. Hal itu mereka sampaikan dengan
maksud untuk memalingkannya
dari rumah berhala mereka, di mana mereka
membangun di dalamnya
berhala yang bernama Latha kemudian mereka
mengutus seseorang yang akan
menunjukkan kepada Abrahah letak Ka'bah.
Ketika Abrahah berada di
antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang
pemimpin pasukannya sehingga
ia melihat keadaan Mekah. Di sana
ia
merampas banyak harta dari
kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara
yang dirampasnya adalah dua
ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat
itu Abdul Muthalib adalah
salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin
mereka, serta pengawas sumur
Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahah di
Mekah telah menimbulkan gejolak pada
kabilah-kabilah. Akhirnya
kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah.
Kemudian mereka mengetahui
bahawa mereka tidak memiliki kemampuan
untuk melawan Abrahah,
sehingga mereka membiarkannya, lalu tersebarlah di
Jazirah Arab berita tentang
datangnya pasukan yang kuat yang sulit untuk
ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh
utusannya itu, Abrahah
menyampaikan bahawa ia tidak
datang untuk memerangi mereka, namun ia
datang hanya untuk
menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya,
maka darah mereka tidak akan
ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul
Muthalib, ia menceritakan
tentang keinginan Abrahah. Abdul Muthalib berkata:
"Kami tidak ingin
memeranginya kerana kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah
adalah rumah Allah SWT yang
mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim.
Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat
suci-Nya, namun
jika Ia membiarkannya, maka
demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk
mempertahankannya."
Kemudian utusan itu pergi bersama Abdul Muthalib
menuju Abrahah.
Abdul Muthalib adalah
seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia
memiliki kewibawaan dan
kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahah
melihatnya, Abrahah
menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahah
memuliakannya dan
mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahawa ia
duduk bersamanya di kursi
kekuasaannya. Lalu Abrahah turun dari kerusinya
dan duduk di atas sebuah
permaidani dan mendudukkan Abdul Muthalib di
sisinya. Kemudian ia berkata
kepada penerjemahnya: "Katakan padanya apa
kebutuhannya?" Abdul
Muthalib berkata: "Kebutuhanku adalah agar Abrahah
mengembalikan dua ratus ekor
unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul
Muthalib mengatakan
demikian, wajah Abrahah berubah, lalu ia berkata
kepada penerjemahnya:
"Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika
melihatnya, kemudian aku
merasakan kehati-hatian saat berbicara dengannya,
apakah engkau berbicara
denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku
ambil, lalu engkau
membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya dan
datuk-datuknya, yang aku
datang untuk menghancurkannya dan dia tidak
menyinggungnya sama
sekali" Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik
unta, sedangkan pemilik
rumah itu adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahah
berkata: "Dia tidak
akan mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib
menjawab: "Lihat saja
nanti!"
Selesailah dialog antara
Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun
mengembalikan unta yang
telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui
orang-orang Quraisy dan
menceritakan apa yang dialaminya, dan ia
memerintahkan mereka untuk
meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik
gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan
oleh pemiliknya. Aminah
binti Wahab keluar ke
gunung-gunung di dekat kota
Mekah kemudian malaikat
turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan
memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama
dengan sekelompok
orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan
meminta perlindungan-Nya,
agar para malaikat memerintahkan gajah-gajah
tidak melangkahkan kakinya
sehingga gajah itu pun tetap di tempatnya dan
mentaati perintah para
malaikat, kemudian gajah-gajah itu menerima pukulan
yang dahsyat namun
gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya, gajah-gajah
itu tampak gementar dan
berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu menolak
untuk bergerak dan tidak
bergerak selangkah pun. Abrahah bertanya: "Mengapa
pasukan tidak
bergerak?" Kemudian dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah
menolak untuk bergerak.
Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka
emosi, ia ingin melihat apa
yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar
dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar,
matahari bersembunyi di
balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat
pandangannya ke arah langit.
Mula-mula ia membayangkan bahawa ia melihat
sekawanan awan yang hitam.
Kemudian ia mengamat- amati awan itu. Dan
ternyata ia bukan awan
biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi
cahaya matahari dan
menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung yang
banyak.
Gajah-gajah semakin
berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan
rasa takut itu kini
menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di
tengah-tengah pasukannya
agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa.
Kemudian terbukalah salah
satu jendela dari jendela al-Jahim, dan
burung-burung itu menghujani
pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu yang
sama yang pernah dihujankan
kepada kaum Nabi Luth. Batu itu menyerupai
bom-bom atom yang digunakan
saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku
kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana
peristiwa yang menimpa
pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahawa
Anda berada di hadapan suatu
kekuatan yang menghancurkan yang tidak
diketahui asal muasalnya.
Dunia mengenali sebahagian darinya setelah empat
belas abad dari peristiwa
tersebut. Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan
itu dihancurkan dengan
penghancuran yang dahsyat.
Para tentera Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana
daging- daging
dari tubuh mereka berciciran
di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan
mereka keluar dari tempat
itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu.
Abrahah pun terbelah dadanya
dan mati. Kemudian jasad para pasukannya
tersebar dan berciciran di
bumi, seperti tanaman yang dimakan oleh binatang.
Setelah mendekati setengah
abad, turunlah suatu surah di Mekah yang
menceritakan tentang
peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentera gajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka
(untuk menghancurkan Ka
'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada
mereka burung yang
berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan
batu (berasal) dari tanah
yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti
daun yang dimakan
(ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin
memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian
mereka dihancurkan dan Tuhan
pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah
suci-Nya. Perlindungan
tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang yang
tinggal di rumah itu dan
bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum yang
menyembah berhala yang
memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung
Ka'bah memeliharanya kerana
adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT
menginginkan sesuatu bagi
rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya agar
tempat itu menjadi tempat
yang damai bagi manusia dan supaya tempat itu
menjadi pusat dari akidah
yang baru dan menjadi tanah bebas yang aman,
yang tidak dikuasai oleh
seseorang pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh
pemerintahan asing yang akan
membatasi dakwah. Yang demikian itu kerana di
sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir
di sana seorang
anak di mana ibunya bernama
Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang
tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum
dapat tugas kenabian dan ia
belum memikul Islam di atas pundaknya dan
belum menjadi rahmat bagi
alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang
ingin menghancurkan semua
ini tanpa ia mengetahui semua rahsia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah
adalah kerana bahawa ia berusaha menentang
kehendak Ilahi sehingga
kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat
yang mengagumkan. Datanglah
banyak burung dengan membawa batu-batuan
yang tidak didengar
suaranya. Kemudian burung- burung melemparkan
batu-batu itu kepada Abrahah
berserta tenteranya. Semua ini berdasarkan
rencana Ilahi terhadap
rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya sebelum
orang mengetahui bahawa Nabi
Islam telah bersiap-siap untuk meninggalkan
tempat tidurnya di perut
ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang keras di
muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah kerana
keselamatan penghuninya dan
selamatnya Ka'bah, Aminah
binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia
menyaksikan dirinya berdiri
sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar
dari dirinya suatu cahaya
besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang
hingga langit. Aminah
tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak
mengetahui tafsir dari
mimpinya.
Berlalulah hari demi hari
dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam
Senin hari kedua belas dari
bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang
anak kecil yang yatim yang
bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul
Muthalib, seorang cucu dari
Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia
mati kerana kehausan padanya. Kehausan dunia
sangat besar kepada cinta,
rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600
tahun dari kelahiran
al-Masih dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran
cinta, bahkan
keyakinan-keyakinan berhalaisme telah meresap kepada
sebahagian kelompok mereka
dan kejernihan ajaran tauhid telah ternodai.
Sedangkan orang-orang Yahudi
telah meninggalkan wasiat-wasiat Musa dan
mereka kembali menyembah
lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap orang
dari mereka lebih memilih
untuk memiliki lembu emas yang khusus.
Demikianlah, berhalaisme
telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh
kegelapan. Akal disingkirkan
dan Tuhan dilupakan dan mereka menyerahkan
diri mereka kepada
pembohong.
Ketika jantung dunia telah
terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur
suatu mata air keimanan yang
jernih yang menjadi puas dengannya separa
dunia. Dan mukjizat besar
terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang
jernih dari jantung gurun
yang paling besar ketandusannya di dunia, yaitu
gurun jazirah Arab.
Berkenaan dengan penggambaran masa tersebut, dalam
hadis yang mulia dikatakan:
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu
Dia murka kepada mereka,
baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam
kecuali sebahagian kecil
dari Ahlul kitab."
Di tenda yang kasar,
lahirlah seorang anak yatim yang kemudian
bertanggungjawab untuk memberikan minum kepada
dunia yang haus pada
cinta, keadilan, kebebasan,
serta kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah
dari tempat kelahirannya
terdapat berhala-berhala yang memenuhi Baitul
'Athiq dan sekitar Ka'bah
yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar
menjadi rumah Allah SWT dan
Dia disembah di dalamnya dan manusia merasa
tenteram di dalamnya. Di
rumah yang kuno ini - yang dibangun sebelumnya
oleh Adam - dipenuhi patung-
patung tuhan yang terbuat dari batu dan kayu.
Ini menunjukkan betapa akal
orang-orang Arab saat itu mengalami titik
terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib
atau Madinah dipenuhi
oleh orang-orang Yahudi yang
mereka datang di sana
kerana melarikan diri dari
penindasan orang-orang
Romawi. Mereka tinggal di situ bagaikan
serigala-serigala di atas
tanah yang tersubur di mana mereka melakukan
monopoli dalam perdagangan.
Mereka membangun kejayaan mereka dengan
memanfaatkan orang-orang
Arab dan kehairanan mereka terhadap diri mereka
sendiri.
Para cendekiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu,
dimulai dari emas
sampai Taurat. Mereka
menyembunyikan kertas-kertas darinya dan
menampakkan sebahagiannya;
mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu
untuk memperkaya diri
mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah
emas dan sangat lihai
melakukan persekongkolan, orang- orang Arab justru
menyembah batu dan mereka
pandai berperang. Mereka juga lihai dalam
membuat syair lalu
menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang
Arab hidup di bawah naungan
sistem kesukuan di mana kepala suku adalah
pemimpin dan nilainya
sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan
mereka dalam berperang. Dan
keutamaan seseorang di lihat dari asal
muasalnya serta nilainya
juga di lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya
kepada nasab yang merupakan
kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap
berhala tertentu yang
merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan
dan kewibawaan tidak
terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit
dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang
jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung
rajawali yang lemah, namun
belum sampai kehilangan kekuatannya.
Orang-orang Romawi sangat
menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan timur
dari utara negeri Arab,
orang-orang Persia
menyembah api dan air. Api tetap
menyala di tempat
peribadatan mereka di mana manusia rukuk untuknya. Dan
di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci
oleh mereka.
Sementara itu, Kisra, raja
kaum Persia
duduk di atas singgahsananya dan
memberikan keputusan
terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan
dilaksanakan. Tidak ada
seorang pun yang berani menentangnya dan
menolaknya. Orang-orang Persia
berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani,
sehingga mereka menjadi
kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun
mereka memiliki kekuatan
yang sangat luar biasa, namun penyembahan api
jelas-jelas menunjukkan
betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan
mereka diliputi oleh
kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka
terhalangi untuk mencapai
kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat
di setiap penjuru bumi dan
kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di
mana di dalamnya seorang
yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah
dan di dalamnya yang menang
adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana
yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di tenda
Mekah. Ketika anak tersebut
lahir, maka padamlah api yang disembah oleh
kaum Persia dan
keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan
robohlah empat belas loteng
dari istana Kisra. Dan syaitan merasa bahawa
penderitaan yang besar telah
merobek-robek hatinya. Ini semua sebagai simbol
dimulainya kehancuran
kejahatan atau keburukan di muka bumi dan
terbebasnya akal manusia
dari penyembahan terhadap sesama manusia atau
terhadap hal-hal yang
bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk
menyembah kepada Allah SWT.
Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya
kelaliman, sebagaimana
kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan
Bani Israil dari kelaliman
Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah
merupakan ajaran revolusi yang paling
meyakinkan dan yang paling
penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang
bertugas untuk menyelamatkan
dan membebaskan akal dan materi. tentera
Al-Quran adalah tentera yang
paling adil dan paling berani untuk
menghancurkan orang-orang
yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah Nabi
bahawa kejadian-kejadian
luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum
kelahirannya. Kemudian
terjadilah peristiwa luar biasa setelah kelahirannya di
mana terjadilah peristiwa
pembelahan dada pada saat beliau masih kecil,
begitu juga beliau dinaungi
oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau terkenal
pada saat masih kecil dengan
kecenderungan untuk meninggalkan
permainan-permainan yang
biasa dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau.
Allah SWT memberikan
penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun
kepadanya dengan membawa
wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya
yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada
keperibadiannya dan
pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi
mukjizatnya yang terbesar
setelah Al-Quran; itu adalah bangunan rohani yang
tinggi di mana beliau mampu
menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan
dalam menegakkan kebenaran,
beliau memikul berbagai macam rintangan.
Beliau melaksanakan amanat
yang dikembangnya secara sempurna dan
sebaik-baik mungkin. Hal
yang indah yang dikatakan tentang mukjizat Nabi
setelah diutusnya beliau
adalah bahawa beliau tidak mempunyai mukjizat
selain usaha membebaskan
akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain
membebaskan fikiran, tanpa
dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam
telah berdakwah dan mengajak manusia untuk
menciptakan kesamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka,
namun Muhammad saw diberi
kurnia untuk mewujudkan persamaan,
persaudaraan, dan cinta
kasih di antara orang-orang mukmin di tengah- tengah
kehidupannya dan setelah
kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu
menghidupkan orang-orang yang mati dan
mengeluarkan mereka dari
kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan
orang-orang hidup dari
kematian mereka yang tidak pernah mereka sedari. Itu
adalah bentuk kematian yang
paling berat. Beliau juga mengeluarkan mereka
dari kegelapan dan kebodohan
menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik
dan kekufuran menuju dunia
tauhid.
Sulaiman sebagai seorang
Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk
mengabdi padanya, bahkan
mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk
menghadirkan singgasana
musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang
terhadap kemampuannya,
sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad
saw justru mengabdi kepada
Islam hanya sebagai seorang tentera yang
sederhana. Beliau mengetahui
bahawa ketika beliau lalai sesaat saja dari
dakwah di jalan Allah SWT,
maka kesempatannya dalam menyebarkan agama
Islam akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa
besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat
dikumandangkan, sehingga
para pasukan yang berperang mengerjakan solat.
Tidak ada malaikat yang
turun untuk melindungi mereka ketika solat atau
mencegah datangnya anak-anak
panah dari punggung mereka saat sujud.
kerana itu, hendaklah para
pasukan melindungi dirinya sendiri. Para
pasukan
mukmin berusaha solat secara
bergantian: sebahagian mereka solat dan
sebahagian mereka bertugas
untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu
berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu
hendak mendirikan solat
bersama-sama mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka
berdiri (solat) bersertamu dan menyandang senjata,
kemudian apabila mereka
sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka
hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan
hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka
denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga
dan menyandang senjata.
Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah
terhadap senjatamu dan harta
bendamu, lalu mereka menyerbu kamu
dengan sekaligus."(QS.
an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan
tidak ada malaikat yang turun untuk melindunginya
dan menolongnya. Ini adalah
masa kematangan akal dan masa keletihan para
nabi dan orang-orang mukmin.
Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam
menyampaikan ajaran Islam,
mereka pun akan mendapatkan balasan yang
besar.
Pada masa para nabi sebelum
Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan
mukjizat-mukjizat kepada
kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum
tersebut mempercayai apa
saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi
Muhammad bin Abdillah tidak
menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya
dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan
untuk melindungi Musa dan memerintahkannya
untuk mengangkat gunung di
atas kaumnya hingga mereka beriman kepada
Taurat, atau untuk
menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika
mengetahui hal yang Demikian
itu, orang-orang Yahudi sujud dengan
meletakkan pipi mereka di
atas tanah dan mereka mengamati bukit batu yang
berada di atas kepala mereka
yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi.
Sedangkan Nabi Muhammad bin
Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun.
Berimanlah beberapa orang
kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya
dan matilah bersamanya
orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau
tidak membawa pedang kecuali
saat panah yang beracun mendekati jantung
Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut
terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini kerana
masa kekanak-kanakan manusia
serta kelemahan akal dan hilangnya panca
indera menuntut rahmat Allah
SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai
dengan masa turunnya
mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat.
Adalah hal yang maklum
bahawa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu
tidak terdapat orang-orang
yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang
mampu menyerap kata-kata
yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam
adalah bahawa ia tidak
diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan
untuk setiap masa. Allah SWT
mengetahui bahawa manusia telah memasuki
masa kematangan berfikir
yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut
bahawa pernyataan yang
pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah
"iqra'" (bacalah).
Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang
universal, sistem yang
membangun, dan hukum yang mempesona, serta
kebebasan yang diidamkan,
dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi
kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw
di mana mereka tidak diutus
di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang
menambah kehormatan Nabi
Muhammad saw bahawa beliau diutus di
tengah-tengah masa
kematangan berfikir, dan beliau diutus sebelum
datangnya masa ini. Beliau
memikul berbagai lipat cubaan yang pernah dipikul
oleh para nabi; beliau
berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan
dan cubaan; beliau mengalami
seksaan yang pernah dialami oleh semua para
nabi; beliau mencintai Allah
SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah
SWT memuliakannya ketika
beliau mengimami mereka di saat solat pada saat
beliau melakukan Isra' dan
Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada
suatu hari menemui
sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka
mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau
justru menampakkan kemarahan
dan wajahnya berubah. Beliau berkata:
"Janganlah kalian
mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu,
beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran
yang harus dilalui oleh kaum
Muslim di mana para nabi memang memiliki
darjat tertentu di sisi
Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau
yang lebih mulia daripada
yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak
ada seorang pun selain Allah
SWT. Ada pun
kaum Muslim hendaklah mereka
berhenti pada batas tertentu
yang seharusnya mereka berikan berkaitan
dengan sopan santun terhadap
para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan
selawat kepada rasul sebagai
bentuk penghormatan dan memerintahkan
mereka untuk menyampaikan
selawat kepadanya, dan selama Rasulullah
seperti nabi-nabi yang lain,
maka hendaklah mereka juga berselawat kepada
semua nabi tanpa perbezaan,
meskipun pada bentuk selawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang
mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun
gajah. Kemudian berita
tersebar di sana
sini dan Sampailah ke telinga
datuknya bahawa cucunya
telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke
tempat itu dan membawa
cucunya yang yatim lalu berkeliling dengannya di
Ka'bah sambil memikirkan
namanya. Abdul Muthalib tidak merasa terpukau
dengan nama-nama yang mulai
beredar di benaknya. Ia tampak bingung
menentukan nama yang paling
tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu
berlanjutan sampai enam
hari, sehingga sang Nabi di sunat. Ketika malam
telah menyelimuti kawasan
Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang
dulu pernah dilihatnya dan
didengarnya yang memerintahkannya untuk
menggali zamzam. Di
tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan
kepadanya bahawa nama
cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad
atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya
kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau
berikan kepada cucumu?"
Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan
suara yang didengarnya saat
mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya
tidak umum di kalangan
orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa
Abdul Muthalib tidak memakai
nama-nama datuk-datuknya dan nama-nama
yang biasa dipakai di
kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin
Allah SWT memujinya di
langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui
dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib untuk
menyatakan kalimat tersebut.
Apakah kalimat itu bersumber dari realiti
kebanggaan orang-orang Arab
yang popular atau berasal dari realiti
kebanggaan tradisional?
Atau, apakah berangkat dari realiti kegembiraan yang
dalam dengan kelahiran si
cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana
rohani yang jernih dan
bisikan alam ghaib? Tentu kami tidak bisa menjawab.
Yang dapat kami ketahui
adalah bahawa seseorang tidak akan layak
menyandang predikat manusia
yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di
langit seperti predikat yang
disandang oleh Muhammad bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke
alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau
ditinggalkan oleh ayahnya
saat beliau masih janin di dalam perut ibunya. Allah
SWT berfirman:
"Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?"
(QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya.
Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab- sebab
kemanusiaan seperti adanya
datuknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia
mengasuhnya dan
melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang tidak
begitu penting, sedangkan
bentuk batiniah yang sebenarnya adalah kita berada
di hadapan manusia yang
dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya sejak masih
kecil. Allah SWT mendidiknya
saat beliau masih kecil, dan mengujinya dengan
keyatiman saat beliau masih
janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak
masih kecil, dan dewasa
dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil
dengan keterasingan di
tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di
tengah-tengah tidur serta
dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT
telah menyiapkannya sejak
usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya
seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat
bahawa banyak dari
wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk
mengasuhnya. Adalah sudah
menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di
mana keluarga-keluarga yang
mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun agar
anak tersebut menyerap dan
menghirup udara segar serta memperoleh mainan
yang memadai. Dan biasanya
wanita-wanita yang menyusui anak-anak lebih
tertarik menyusui anak- anak
dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin
manusia seorang yang fakir,
maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak
berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana
Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya
bersama anak kecil yang
disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami
tidak memiliki sesuatu
sehingga aku dan suamiku mengalami kemiskinan yang
luar biasa. Lalu kami
menetapkan keluar ke Mekah dan menemani
wanita-wanita dari Bani
Sa'ad. Kami semua mencari anak-anak yang masih
menyusu agar orang tua
mereka dapat membantu kami untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi
sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua
disebabkan oleh kekurangan
makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia
berhenti di tengah
perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman
kerana melihat kondisi anak
kecil yang bersama kami. Ia menangis kerana tidak
menemukan makanan yang dapat
dimakannya. Ia menangis kerana kelaparan
dan tidak mendapat air susu,
baik dari air susuku mahupun air susu unta yang
dibawa oleh suamiku,
sehingga kami tidak dapat memuaskan dahaganya. Di
tengah-tengah malam, aku
merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya
bagaimana aku dapat melakukan
sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami sampai di
Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin
mencari anak-anak yang dapat
mereka susui telah mendahului kami. Mereka
mengambil anak-anak kecil
yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu
Muhammad di mana ayahnya
telah meninggal dan ia berasal dari keluarga yang
miskin meskipun sebenarnya
kedudukannya sangat mulia di antara tokoh-tokoh
Quraisy. Oleh kerana itu,
wanita-wanita enggan untuk mengasuhnya. Namun
aku dan suamiku tidak
sefaham dengan mereka kerana aku tidak peduli dengan
keyatiman dan kefakirannya.
Kemudian aku malu untuk kembali dan tidak
mengambil bayi yang dapat
aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika
mendapat cercaan dari
wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya kasih
sayang yang memenuhi hatiku
terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan
diganggu oleh udara yang
kotor."
Kisah tersebut mengatakan
bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan
wanita-wanita yang
menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur
dalam keadaan lapar di
ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun.
Suatu hikmah yang tinggi
berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu
menghadapi dunia dalam
keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia
dapat merasakan penderitaan
anak-anak yatim dan orang-orang yang lapar
sebelum ia menyelamatkan
mereka.
Halimah mengatakan bahawa ia
meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan
keinginan yang kuat untuk
mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya
menyetujuinya. Halimah tidak
mengetahui rahsia keinginannya yang samar
agar ia kembali untuk
mengambil anak yatim yang masih menyusu ini. Ia tidak
mengetahui bahawa Allah SWT
telah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil
itu dalam hatinya seperti
Allah SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati
isteri Fir'aun. Jika Musa
menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali
ibunya setelah Allah SWT
mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar
ibunya merasa bahagia dan
tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah -
seorang anak kecil yang
masih menyusu dan mulia - -justru ditolak oleh
wanita-wanita yang menyusui,
sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak
seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya
dan ia memberitahu bahawa ia akan
mengasuhnya. Nabi Muhammad
saw adalah seorang yang mulia. Halimah
meletakkan tangannya di
dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah
mencium di antara kedua
matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah
mengetahui bahawa kedua air
susunya telah kering, namun tiba-tiba air
susunya memancar dengan
keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda
kebesaran dari Allah SWT.
Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu
merupakan hikmah yang tinggi
di mana anak kecil tersebut merasa cukup
dengan sesuatu yang sedikit?
Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik
dirinya untuk zuhud dan qanaah
sebelum ia mendidik orang-orang dewasa
tentang pengorbanan dan
kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun
Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah.
Belum lama ia menyaksikan
tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan
dunia terbuka dan mekar di hadapannya,
di mana bumi dipenuhi dengan
kehijau-hijauan setelah
mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan
buah kurma tampak
berseri-seri setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu
binatang pun mulai tampak
banyak. Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada
tempat tersebut. Halimah
mengetahui bahawa kebaikan ini telah datang
bersama kedatangan anak
kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak
itu semakin bertambah.
Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain
kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata
kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai
Halimah bahawa engkau telah
mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah
berkata: "Anak kecil
itu tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia
telanjang." Ketika anak
kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur, maka
Halimah membawanya keluar
dari khemah dan ia berhenti bersamanya di
bawah sinar bintang. Saat
itu anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan
langit. Setelah kedua
matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia
pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai
tahun yang kedua, maka ia telah disapih, sehingga
ibunya ingin mengambilnya,
tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan
perpisahan ini. Halimah
menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki sang ibu
dan ia mulai menciuminya dan
ia meminta agar membiarkannya bersama
anaknya sehingga anak itu
benar-benar kuat dan dapat kembali menghirup
udara segar gurun. Akhirnya,
Rasulullah saw tinggal di tempat Bani Sa'ad
sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa penting
yang terkenal dengan
peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah
menetapkan kepada Ruhul
Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin
Abdillah dan membelah
dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya
dengan rahmat dan
mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan
bahagian dunia darinya.
Seperti biasanya Rasulullah
saw keluar pada suatu hari bersama saudara
susuannya dengan menunggangi
sekawanan domba menuju tempat
penggembalaan. Di tengah
hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut
dan menangis sambil
berteriak bahawa Muhammad telah terbunuh. Muhammad
diambil oleh dua orang
laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua
orang itu menelentangkannya
dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah
sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi sambil
berlari mencari Muhammad dan
diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk
anak kecil dari saudara
Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad
sedang duduk di atas tanah
di mana wajahnya tampak pucat dan kedua
matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium
dengan lembut dan mulai menampakkan kasih
sayangnya. Kemudian mereka
bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad
menjawab: "Ketika aku
memperhatikan domba-domba yang sedang bermain
aku dikejutkan dengan
kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang
putih. Mula-mula aku
menyangka bahawa mereka adalah burung yang besar,
namun ternyata aku salah.
Mereka adalah dua orang yang tidak aku kenal yang
memakai pakaian warna putih.
Salah seorang dari mereka berkata kepada
temannya dengan menunjuk ke
arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain
menjawab, "benar."
Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka
mengambilku dan menidurkan
aku serta membelah dadaku dan mereka
mengambil sesuatu darinya
hingga mereka mendapatinya dan membuangnya
jauh-jauh. Setelah itu,
mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan
oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan
Ahmad. Para
mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang dalam ini.
Sebahagian besar ulama
menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar klasik,
seperti Qurthubi berpendapat
bahawa peristiwa itu diisyaratkan oleh
firman-Nya: "Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS.
Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis,
seperti Ghazali berpendapat bahawa manusia
istimewa seperti Muhammad
saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi
dan tidak mungkin terkena
waswas sekecil apa pun yang biasa menimpa
manusia biasa. Jika suatu
kejahatan menjadi suatu gelombang yang memenuhi
cakerawala, maka di sana terdapat hati yang
segera memungutnya dan
terpengaruh dengannya, namun
hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah
SWT tidak akan terpanggil
dan tidak terkena arus kejahatan tersebut.
Dengan demikian, usaha para
nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau
ketinggian, bukan memerangi
kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin
Mas'ud bahawa Rasulullah saw
bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian
kecuali ia diawasi oleh
temannya dari kalangan jin dan temannya dan dari
kalangan malaikat." Para sahabat berkata: "Apakah hal itu juga berlaku
kepadamu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT
membantuku, sehingga ia
berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku
kecuali dalam
kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang
yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan dengan
peristiwa pembelahan dada.
Kami kira bahawa kejadian yang luar biasa
tersebut berhubungan dengan
persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia
merupakan perjalanan di mana
Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian
beliau akan melampaui alam ini,
sehingga sampai di Sidratul
Muntaha yang di sana
terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali
kepada pendapat kami yang mengatakan bahawa
peristiwa pembelahan dada
berulang lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai
usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan
dada terjadi kedua kalinya
pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari
Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw
menceritakan kepada mereka
peristiwa malam Isra' di mana beliau bersabda:
"Ketika aku berada di
Hathim - atau beliau berkata di Hijr - saat aku dalam
keadaan antara tidur dan
bangun, maka seorang datang kepadaku lalu ia
membelah antara ini dan ini.
Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau
melanjutkan: Lalu ia
mengeluarkan hatiku dan membawa mangkok dari emas
yang penuh dengan keimanan
lalu ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira bahawa pembelahan
dada merupakan bentuk simbolis yang
menunjukkan kesucian Rasul
saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk
melalui Isra' dan Mi'raj.
Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahawa anak
ini akan mencapai suatu
kedudukan yang belum pernah dicapai oleh manusia
dan tidak akan dicapai
manusia sesudahnya. Setelah peristiwa pembelahan
dada, berubahlah kehidupan
anak kecil itu di mana sebahagian besar waktunya
digunakan untuk merenung dan
menyendiri. Dari roman wajahnya tampak
keseriusan yang biasanya
menghiasi wajah orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari,
tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya
bersama Halimah di dusun Bani
Sa'ad. Beliau sangat terpengaruh dan sangat
terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan bahawa
beliau pernah
mengingat masa kecilnya di
Bani Sa'ad dan beliau membanggakannya. Beliau
menyebutkan pengorbanan
mereka dan sikap mereka yang baik. Beliau
berkata: "Aku termasuk
dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud menyombongkan diri.
Jika mereka berhadapan atau
menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka
mereka akan membagi makanan
di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin
Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima
tahun.
Beliau hidup beberapa hari
bersama ibunya di mana si ibu merasakan
kesedihan yang dalam atas
kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk mengingat
ayahnya yang telah pergi,
Aminah menetapkan untuk mengunjungi kuburannya
di Yatsrib. Jarak antara
Mekah dan Yatsrib lebih dari lima
ratus kilo meter di
gurun yang kering yang jauh
dari tanda- tanda kehidupan. Anak itu menempuh
perjalanan yang berat.
Setelah perjalanan yang berat ini, Muhammad bin
Abdillah tinggal di tempat
paman-paman dari ibunya di Madinah selama satu
bulan. Muhammad melihat
rumah yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia
dilahirkan. Ia berziarah
bersama ibunya ke kuburan yang sederhana yang
ayahnya dikuburkan di
dalamnya. Mula-mula fikirannya terfokus pada keadaan
yatim sambil ia mulai memperhatikan
linangan air mata ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan
keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian
ibunya menemaninya untuk
kembali ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai
di pertengahan jalan.
Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui rahsia
kepucatan wajah ibunya. Lalu
malaikat maut turun di suatu tempat yang
bernama Abwa. Di situlah
Aminah binti Wahab telah bertemu dengan
kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan
meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang
pembantu. Pembantu itu
menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang
kehilangan ayahnya saat
masih janin dan kehilangan ibunya saat berusia enam
tahun. Muhammad bin Abdillah
kini menjadi sendiri dan ia dalam keadaan
menangis. Ia mencapai
kematangan setelah ia melewati kesedihan kehidupan
dan kerasnya kehidupan
sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah
ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana
pandanganmu?" Beliau
menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah
dasar agamaku. Cinta adalah
pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku. Dan
kesedihan adalah
temanku."
Allah SWT telah menyiramkan
kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga
beliau dapat memberikan
kepada manusia buah dari kegembiraan dan
ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke
Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku.
Lalu Abdul Muthalib,
datuknya menampakkan cinta yang luar biasa dan
penghormatan padanya.
Setelah dua tahun ketika Muhammad bin Abdillah
berusia delapan tahun, maka
meninggallah salah satu benteng yang terbaik
yang menjaganya, yaitu
datuknya Abdul Muthalib. Kemudian anak kecil itu kini
merenungi datuknya laksana
orang dewasa. Ia tampak tegar seperti layaknya
orang dewasa.
Kita tidak mengetahui
mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT
mencegah Nabi yang terakhir
untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah,
kasih sayang seorang ibu,
dan bimbingan seorang datuk? Apakah Allah SWT
ingin memberi Nabi yang
terakhir suatu kasih sayang dan cinta yang
semata-mata bersumber dari
sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin mendidiknya
dengan kesedihan dan memberinya
perasaan-perasaan yang penuh dengan
penderitaan? Apakah Allah
SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya tertuju
kepadanya? Dahulu Allah SWT
berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah
memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi
khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat
sebagaimana Isa memberi
khabar gembira di dalam Injil dengan kedatangan
seorang Nabi setelahnya yang
bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada
Tuhannya agar memberinya dan
memberi umatnya puncak keutamaan, lalu
Allah SWT menjawab bahawa
Dia telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi
yang terakhir Ahmad dan
umatnya.
Allah SWT telah memilih Musa
untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak
mencegahnya untuk
mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di
tengah-tengah keluarganya.
Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi
yang terakhir tercegah dari
mendapatkan kasih sayang seorang manusia dan
cinta seorang manusia,
sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan kasih
sayang Ilahi dan cinta
Ilahi.
Allah SWT berfirman
menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.
Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kecukupan. Adapun
terhadap anak yatim, maka janganlah
kamu berlaku
sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta,
maka janganlah kamu
mengherdiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha
hendaklah kamu
menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha:6- 11)
Makna ayat tersebut secara
harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan yatim
lalu Allah SWT
melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu Allah SWT
memberinya petunjuk; beliau
dalam keadaan fakir lalu Allah SWT
memampukannya. Allah SWT
melindunginya dengan mengasuhnya,
membimbingnya, dan
mencukupinya. Itu adalah darjat keutamaan yang tidak
pernah dicapai oleh
seseorang pun di dunia.
Setelah kematian datuknya,
maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah
SWT telah meletakkan kecintaan
pada hati pamannya, sehingga pamannya
mengutamakan Muhammad saw
daripada anak-anaknya dan memuliakannya
serta menghormatinya, bahkan
Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya
yang biasa dibentangkannya
di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun
yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup
di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang
memiliki kesedaran yang
tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum
yang mabuk-mabukan dan para
penyembah berhala serta para pedagang
minuman keras dan para syair
dan orang-orang yang berperang dan
tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah
seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin
dewasa, maka ia bertambah
banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jika
diajak seseorang berbicara;
beliau tidak terlibat dalam permainan hura-hura
anak-anak muda; beliau
merasakan kesedihan yang dalam; beliau sering
menyendiri dan membuka
matanya di hamparan pasir-pasir. Mulutnya terdiam
dan akalnya berfikir. Beliau
merenungkan di masa kecilnya bagaimana
kaumnya bersujud terhadap
berhala dan terpukau dengannya; bagaimana
orang-orang berakal mau
bersujud kepada batu-batu yang tidak memberikan
mudarat dan manfaat dan
tidak berbicara serta tidak dapat melakukan
apa-apa. Beliau mewarisi
dari datuknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap
dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat
penghinaan yang besar terhadap sembahan-
sembahan dari batu ini,
suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau
mendekat selama-lamanya
terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang
besar dipenuhi dengan
kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan datuknya
Ibrahim. Beliau sedih kerana
akal manusia menyembah batu dan emas,
kesombongan serta kekuasaan
penguasa; beliau mendengar apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan
kehidupan dan keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak
pertentangan dan perkelahian di
antara manusia yang justru
disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele,
sehingga kehairanan beliau
semakin bertambah dan sudah barang tentu
kesedihannya pun semakin dalam.
Tidakkah manusia mengetahui bahawa
mereka akan mati seperti
ayahnya, ibunya, dan datuknya? Mengapa mereka
menimbulkan pertentangan
ini, hingga mereka mendapatkan lebih banyak
kejahatan?
Ketika usianya semakin
bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam
hidup, dan sepak terjangnya
terus bersinar memenuhi penjuru Mekah. Beliau
tidak sama dengan seseorang
pun dari kalangan pemuda saat itu. Meskipun
kami kira bahawa
kesedihannya disebabkan oleh hal- hal yang umum, tetapi
beliau tidak mengungkapkan kegelisahan
hatinya pada seseorang pun. Beliau
belum bertujuan untuk
memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar
bahawa pertanyaan-pertanyaan
kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera
menemukan jawapan, tetapi
akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawapan
atau jalan keluar. Inilah
yang dimaksud dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk." (QS.
adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal
(kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam
menafsirkan kejahatan dan
usaha melawannya kerana ketiadaan senjata dan
kecilnya usia. Semua itu
justru menambah sikap diam anak kecil itu dan
menjauhkannya dari dunia
yang akan mencemari akal, sehingga akalnya
selamat dari segala noda dan
tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh
dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang
berupa kecenderungan untuk
menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan
kebanggaan. Ia selalu
mendekat dan lebih mendekat kepada hakikatnya yang
suci; ia mampu mempengaruhi
orang lain dengan jiwanya yang bersih dan
rahmatnya atau kasih
sayangnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada
binatang dan burung. Ketika
ia duduk akan makan lalu ada burung merpati
berkeliling di seputar
makanannya maka ia meninggalkan makanannya untuk
burung itu. Pada saat
orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada
makanan mereka, maka ia
justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan
memberikannya pada anjing,
kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir.
Bahkan seringkali di waktu
malam ia tidur dalam keadaan lapar kerana ia
memberikan makanannya ke
orang lain.
Muhammad saw adalah seorang
fakir yang harus bekerja agar dapat makan,
maka beliau bekerja sebagai
penggembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi
Musa, dan nabi-nabi yang
lain yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian beliau
melakukan perjalanan bersama
kafilah pamannya Abu Thalib menuju Syam saat
beliau berusia tiga belas
tahun. Beliau menyaksikan keadaan umat-umat yang
lain, maka kehairanannya
semakin bertambah terhadap masa Jahilliyah ini.
Ketika beliau menyaksikan
orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin
bertambah dan hatinya
semakin tersentuh dan fikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju
ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap
anak kecil itu. Kemungkinan
besar itu justru menambah kebingungannya.
Seorang pendeta yang bernama
Buhaira berdiri di jendela rumah yang menjadi
tempat peribadatannya di
Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu awan putih
- tidak seperti biasanya -
yang menghiasi langit yang biru. Saat itu udara
sangat terang, sehingga
munculnya awan tersebut sangat menghairankan.
Kemudian pandangan Buhaira
yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di
mana ia mendapati awan itu
menyerupai burung yang putih yang menaungi
kafilah kecil yang menuju ke
arah utara. Buhaira memperhatikan bahawa awan
tersebut mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar
dengan keras kerana ia mengetahui melalui
buku-buku peninggalan kaum
Masehi yang otentik bahawa seorang nabi akan
muncul ke dunia setelah Isa.
Sifat dan khabar nabi tersebut diceritakan dalam
buku-buku kuno. Buhaira
segera meninggalkan tempatnya, lalu ia segera
memerintahkan untuk
menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia mengutus
seseorang untuk menemui
kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk
jamuan makan. Salah seorang
mereka berkata dengan nada bercanda kepada
Buhaira: "Demi Lata dan
'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira.
Engkau tidak pernah
melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah
melewati dan singgah di
tempat ini lebih dari sekali. Ada
peristiwa apa
gerangan wahai
Buhaira?"
Buhaira menjawab: "Hari
ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang
tersebut tidak dijawab
dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya
dan tidak menyingkapkan
rahsia kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini.
Buhaira memberi makan mereka
dan mulai memperhatikan di antara mereka
adanya seseorang yang
memiliki tanda- tanda yang dibacanya dalam
kitab-kitabnya yang kuno
tentang seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak
menemukannya, hingga ia
bertanya kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy,
apakah ada seseorang yang
tidak hadir bersama jamuanku ini?" Mereka
menjawab: "Benar, ada
seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami
meninggalkannya kerana ia
masih kecil." Buhaira berkata: "Sungguh aku telah
mengundang kamu semua. Panggillah
ia supaya hadir bersama kami dan
memakan makanan ini."
Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: "Demi
Lata dan 'Uzza, sungguh
tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin
Abdillah bin Abdul Muthalib
dari jamuan yang kami diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf kerana
Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian
mereka berdiri dan
menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi
kejernihan dua mata
Muhammad, sehingga ia mengetahui bahawa ia telah
mendekati tujuannya.
Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin
Abdillah sehingga kaum
selesai makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk
sendirian. Buhaira menghampirinya dan
berkata: "Wahai anak
kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya
engkau memberitahu aku terhadap
apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira
ingin mengetahui sikap anak
ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu
menjawab: "Jangan
engkau bertanya kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi
Allah, tidak ada sesuatu
yang lebih aku benci daripada keduanya." Buhaira
berkata: "Dengan izin
Allah aku ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu
menjawab: "Tanyalah apa
saja yang terlintas di benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak
kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di
tengah-tengah kaumnya,
mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog
tersebut terjadi jauh dari
pantauan kaum kerana mereka tidak akan diam
ketika mendengar bahawa
Muhammad membenci berhala-berhala mereka.
Kemudian Muhammad menjawab
pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin,
hingga membuat Buhaira mantap
bahawa ia sekarang duduk bersama seorang
Nabi yang khabar berita
gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana
disampaikan oleh nabi-nabi
dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah itu,
ia bangkit meninggalkan anak
kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya
tentang kedudukan anak kecil
itu di sisinya. Abu Thalib menjawab: "Ia adalah
anakku." Buhaira
berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih hidup." Abu Thalib
berkata: "Benar. Ia
anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah meninggal."
Buhaira berkata:
"Engkau benar, kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah
dari kaum Yahudi." Abu
Thalib bertanya tentang rahsia dari apa yang dikatakan
oleh pendeta itu. Pendeta
itu mulai mengetahui bahawa ia telah berbicara
lebih dari yang semestinya.
Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki kedudukan
tertentu." Buhaira
tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan
kedudukan yang dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa
tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau
tanpa menggugah kesedaran di
antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa
pengaruh berarti bagi
kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap
bahawa penghormatan pendeta
kepada Muhammad bin Abdillah dan
memberitahunya akan
kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata
basa-basi yang biasa
diucapkan di atas meja makan ketika para tamu memuji
kedermawanan tuan rumah. Dan
sebagai balasannya, orang yang mengundang
akan memuji akhlak para
pemuda mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak
membawa pengaruh apa pun,
baik bagi Muhammad mahupun bagi
sahabat-sahabat yang ikut
dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui
rahsia perkataan pendeta dan
mereka tidak menyebarkan pembicaraan yang
mereka dengar darinya.
Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia sungguh sangat
membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi
antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga
pendeta perlu mengingatkan
pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan
yang akan dikembangnya
seperti yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa
hubungan semua ini dengan
kesedihan- kesedihannya yang dalam serta
kebingungannya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit berputar
di benaknya. Kemudian
seperti biasanya kafilah tersebut kembali ke Mekah.
Muhammad kembali menuju
keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam
di sekitarnya. Kemudian ia
melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk
mendapatkan kehidupannya; ia
mengabdi kepada manusia dan mengorbankan
apa saja demi kemuliaan
mereka.
Hari demi hari berlalu.
Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih
sayang, dan amanah serat
cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya,
sehingga kejujurannya
terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran
dan amanatnya tidak bakal
diragukan oleh seseorang pun dari penduduk
Mekah. Dan ketika beliau
datang dengan membawa risalahnya dan beliau
ditentang majoriti
masyarakatnya, namun tak seorang pun yang berani
meragukan kejujurannya.
Mereka hanya menuduh bahawa ia terkena sihir atau
kesedarannya telah hilang.
Pada tahun ketiga belas dari
masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat
untuk membunuhnya dan
mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan
mereka mengepung rumahnya,
maka di saat situasi yang sulit ini beliau
menetapkan untuk berhijrah.
Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada
Ali bin Abi Thalib, anak
pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya agar ia
dapat mengembalikan amanat
yang dititipkan oleh semua musuhnya dan para
sahabatnya. Ini beliau
maksudkan agar Ali dapat menyerahkan amanat tersebut
di waktu pagi kepada para
pemiliknya. Anda dapat melihat betapa para
musuhnya merasa aman
terhadap harta mereka ketika dijaga oleh Muhammad
saw.
Hari demi hari berlalu dan
tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu,
kesucian dan kejujuran
Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah
lautan keheningan yang
mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah
menyebarkan layar perahunya
yang putih, maka ia harus menemui hakikat
azali yang bertemu
dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad bin Abdillah
mengetahui bahawa alam yang
besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan
Pencipta; Tuhan yang Maha
Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari
suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa
dilakukan oleh para pemuda
seusianya. Dan ketika pemuda Mekah
berbangga-bangga dengan
banyaknya minuman keras yang mereka minum dan
banyaknya bait-bait syair
yang mereka katakan tentang wanita, maka
Muhammad bin Abdillah telah
menemukan jati dirinya di suatu gua yang tenang
di gunung yang besar. Ia
memilih untuk menghabiskan waktunya di dalam
keheningan gua tersebut. Ia
merenung dengan hatinya tentang keadaan alam;
ia memikirkan keagungan
rahsia-rahsianya dan rahmat Penciptanya serta
kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh
lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya
yang pertama, yaitu Khadijah
binti Khuwailid yang saat itu berusia empat
puluh tahun. Khadijah adalah
wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta.
Ia berdagang dan suaminya
telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya
dengan alasan untuk
mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari seseorang
laki-laki yang dapat membawa
harta dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah
mendengar berita yang cukup
banyak berkenaan dengan kejujuran dan amanat
serta kesucian Muhammad bin
Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus
Muhammad saw untuk membawa
barang dagangannya. Muhammad saw pergi
dalam perjalanannya yang kedua
ke Syam saat beliau berusia dua puluh lima
tahun. Allah SWT memberkati
perjalanannya di mana beliau kembali dengan
membawa keuntungan yang
berlipat ganda yang diserahkannya kepada
Khadijah. Muhammad saw tidak
peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli
kepada kecantikannya;
Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang
dipegangnya. Kemudian
Khadijah merasakan getaran cinta terhadap
Muhammad saw. Dan Akhirnya,
ia mengutarakan keinginan untuk menikah
dengannya, hingga Muhammad
saw pun setuju.
Paman Muhammad saw, Abu
Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada
saat perayaan perkawinannya:
Muhammad saw tidak dapat dibandingkan
dengan seorang pun dari kaum
Quraisy kerana ia adalah seorang yang mulia,
baik dari sisi akal mahupun
rohani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta
adalah naungan yang akan
hilang dan benda yang bersifat sementara.
Setelah menikah, Muhammad
saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih
besar untuk merenung dan
menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan
yang dijalaninya justru
meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya
tersebar di sana sini.
Beliau tidak pernah terlibat dalam pergelutan yang keras
untuk memperebutkan
materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan akal
sehatnya daripada terlibat
dalam kesesatan mereka dan kegelapan berhala
yang menyelimuti banyak
orang pada saat itu. Kemudian usianya kini
mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan kesunyian
di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih
memilih untuk menjauh dari
mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga
Allah SWT membimbingnya
untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau
dapat keluar dari Mekah.
Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai
mendaki dan mendaki. Setiap
kali ia mendaki gunung, maka tempat itu
semakin luas. Udara tampak
lembut dan tersingkaplah hijab, dan pandangan
semakin terbentang. Kemudian
beliau memasuki gua. Keheningan menyelimuti
segala sesuatu, namun hati
tetap sadar dan tidak ada sesuatu yang dapat
menghalang-halangi pandangan
internal yang dalam. Dalam suasana kesunyian
terkadang lahirlah
pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang kemudian
menyebarkan sayap-sayapnya
dan membumbung, pertama-tama di atas
angkasa gua lalu tersebar
menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu
pun yang membatasinya atau
mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui
fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia termulia
dan terbesar di atas bumi
itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan.
Apa yang beliau fikirkan dan
apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa
yang ada di benaknya dan
perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya?
Bagaimana keadaan batu-batu
yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu
yang berputar di
sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam, seperti
atom-atom batu yang
bersahut- sahutan bersama Daud saat ia membaca
kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara
pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam
dirinya. Yang kita ketahui
adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang
kenabian dan beliau tidak
berfikir untuk memberikan petunjuk kepada
manusia; beliau tidak melakukan
praktik-praktik sufisme kerana beliau sudah
menjadi seorang sufi sebelum
diutus di tengah-tengah manusia. Kemudian
Allah SWT memilihnya sebagai
Nabi lalu beliau meninggalkan uzlahnya dan
turun ke medan serta membawa
senjata. Beliau mempertahankan kebenaran,
sehingga beliau bertemu
dengan Tuhannya. Mula-mula lahirlah tasawuf dan
setelahnya lahirlah jihad di
jalan Allah SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil
sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang,
tetapi ia adalah permulaan
jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang
bersangkutan menggunakan
senjata sebagai bentuk usaha untuk membela
manusia dan kehormatannya.
Pada suatu hari beliau duduk
di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan
dengan kedatangan Jibril
yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut
memeluknya erat-erat lalu
memerintahkannya untuk membaca sambil berkata:
"Bacalah!"
Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu membaca."
Beliau ingin mengatakan
bahawa beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan.
Kalau begitu, apa yang harus
beliau baca? Malaikat kembali memeluknya
dengan kuat sehingga
Rasulullah saw menganggap bahawa ia meninggal.
Kemudian malaikat melepasnya
dan memerintahkannya untuk membaca.
Beliau kembali menjawab:
"Aku tidak bisa membaca." Malaikat yang mulia
kembali memeluknya dan
kembali memerintahkan untuk membaca. Dan
lagi-lagi Rasulullah saw
menjawab dengan gementar: "Apa yang aku baca?"
Kemudian Jibril membaca
permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau:
"Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang
Paling Pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq:
1-5)
Setelah peristiwa itu,
Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia
muncul secara tiba-tiba.
Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian
yang luar biasa yang pernah
dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar
panggilan-panggilan suci di
lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari
ketakutan, maka Muhammad bin
Abdillah pun segera menuju ke rumahnya
dalam keadaan ketakutan. Ia
turun ke gunung dan kembali ke rumahnya dan
kembali ke isterinya.
Tubuhnya yang mulia bergetar dengan keras dan beliau
merasakan ketakutan dan
kegelisahan.
Apakah beliau kali ini
berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah
beliau telah mengigau
sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat
wajah-wajah yang belum
pernah dilihatnya? Rasulullah saw mengkhuatirkan
dirinya kerana beliau sangat
benci kepada perdukunan. Beliau memasuki
rumahnya dengan keadaan
gementar. Beliau berkata kepada isterinya:
"Selimutilah aku,
selimutilah aku!" Kemudian isterinya segera menyelimuti
dengan selimut dari wol dan
mengusap keringat yang berada di keningnya.
Isterinya dikejutkan dengan
kepucatan wajah beliau yang mulia dan
kegementaran tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya:
"Apa yang sedang terjadi?" Kemudian
Muhammad saw menceritakan
secara terperinci apa yang dialaminya.
Kemudian ia berkata:
"Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah
mengetahui bahawa ia
sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia
tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira
yang seharusnya tidak
dihadapi Muhammad saw dengan kekhuatiran dan
kegelisahan.
Khadijah berkata dengan
maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah.
Demi Allah, Allah SWT tidak
akan menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh
engkau adalah seorang yang
baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang
berbicara dengan jujur, dan
yang menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat
tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan,
tetapi kegelisahan Rasul saw
juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi
bersama beliau ke rumah
Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah.
Waraqah adalah seorang Nasrani
dan dia mampu menulis kitab dalam bahasa
Ibrani dan ia cukup
mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana matanya
telah buta kerana masa tua.
Khadijah berkata kepadanya:
"Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak
saudaramu." Waraqah
berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?"
Rasulullah saw menceritakan
apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah
berkata sambil mengangkat
kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu adalah
Namus (Jibril) yang Allah
SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang
mengerti, Waraqah bin Nofel
mengetahui bahawa ia berada di hadapan
seorang Nabi yang berita
gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah keheningan sesaat,
Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup
ketika kaummu mengeluarkanmu
dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya:
"Mengapa aku harus
diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada
seorang pun yang akan datang
seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami
penderitaan dan pengusiran.
Seandainya aku hadir di saat itu nescaya aku akan
menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam
pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT
terlaksana dan Allah SWT
telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan
orang Muslim yang pertama.
Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat
dari Islam? Apabila Muhammad
saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh
Allah SWT di muka bumi dan
kita mengetahui bahawa para nabi semuanya
sebagai Muslim, maka
bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka
dalam keislaman dan menjadi
orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh
Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan
Islam yang dibawa oleh Nabi
Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain,
tetapi yang berbeza adalah
bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti
semula, yakni berdasarkan
tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
saw berbeza dalam bentuknya
dengan Islam yang dibawa nabi-nabi sebelumnya
kerana sebab yang penting,
yakni bahawa Islam ini merupakan ajaran yang
universal dan berisi aspek
kemanusiaan yang abadi. Islam tidak terbatas atas
orang-orang Arab tetapi ia
berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw tidak
terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa
tertentu atau bumi tertentu
atau lingkungan tertentu atau zaman tertentu,
tetapi ia untuk semua
manusia. Atau dengan kata lain, ia merupakan ajakan
untuk membangkitkan akal
manusia di mana saja mereka berada tanpa ada
batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran Islam
tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi sebelumnya di
mana setiap risalah itu
diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan zaman
tertentu. Oleh kerana itu,
mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat
sementara seringkali
mendukung risalah- risalah yang dahulu. Ketika Islam
datang sebagai bentuk ajakan
untuk menghidupkan akal manusia secara bebas,
maka di sana tidak ada
alasan untuk membawa mukjizat yang mengagumkan.
Hanya ada satu kata yang
dapat dijadikan pembuka untuk berdakwah dan
membuka akal manusia, yaitu
kata "iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini
berdasarkan nama Allah SWT.
Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari
segumpal darah. Cuba Anda
renungkan permulaan
pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini
tersembunyi mukjizat yang
hakiki jika Anda berusaha mencari mukjizat yang
hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang
Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan
dan rezeki serta rahmat dan
kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan
manusia apa saja yang tidak
diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu
ajakan untuk membaca. Ia
adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang
berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT tidak
akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil
kebodohan dengan bentuk apa
pun akan melahirkan rasa takut. Oleh kerana
itu, dalam pandangan Islam
ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan
dan bukan hanya perhiasan.
Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan
dan kejayaan dan mereka
berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami
Islam secara benar, tetapi
ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka
mereka kembali dalam keadaan
yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam
merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam
penciptaan alam wujud. Kisah
Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan
oleh Al-Quran adalah bukan
semata-mata kisah kesalahan memakan pohon
terlarang, tetapi ia juga
kisah yang memiliki dimensi- dimensi yang dalam dan
aspek-aspek yang beraneka
ragam. Ketika Anda menyelami kedalamannya,
maka Anda akan dapat
menemukan simbol- simbol dari makna-makna yang
lebih penting.
Dialog internal yang dialami
oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi
Adam untuk memakmurkan bumi
dan menjadi khalifah di dalamnya serta
pengajaran yang diperoleh
Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan
bagaimana beliau
mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat,
serta ketidaktahuan mereka
tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi
Adam untuk memberitahu
mereka tentang apa yang diketahuinya serta
pengetahuan para malaikat
tentang rahsia pemilihan Nabi Adam dan para
keturunannya untuk
memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari
penciptaan manusia adalah
pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum.
Pandangan tersebut dikuatkan
oleh firman Allah SWT:
"Dan Aku tidak
menciptakan jin Dan Manusia Kecuali Untuk menyembah-(Ku)." (QS.
adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita
memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang
pertama dari kaum Muslim dan
dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para
pengikutnya dan para
tenteranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya
dengan pemahaman yang
sederhana. Kita mengetahui bahawa kalimat "untuk
menyembah-Ku " bererti
ritual dalam beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya,
seperti mengucapkan kalimat
syahadat, solat, puasa, haji, zakat dan lain-lain.
Sehingga orang-orang yang
solat diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di
negeri mereka atau di
rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di bawah
pemikiran orang-orang Barat
dan membeli produk-produk yang dibuat mereka
serta memanfaatkan ilmu dan
kecanggihan teknologi orang-orang Barat.
Namun mereka sendiri tidak
menghasilkan apa-apa. Mereka tidak dapat
memberikan kontribusi kepada
kehidupan; mereka tak ubah-nya seperti bulu
yang dimainkan oleh ombak.
Sedangkan pemahaman yang dahulu berkaitan
dengan kalimat tersebut
sebagai berikut:
"Dan Aku tidak
menciptakan jin Dan Manusia Kecuali Untuk menyembah-(Ku). " (QS.
adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya:
"Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui).
Perhatikanlah bagaimana
pentingnya perbezaan antara praktek-praktek ibadah
dengan bentuk-bentuknya dan
kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang
menyebabkan rasa takut
kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama
meyakini bahawa Allah SWT
menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT
atau agar ia mengenal Allah
SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama
sangat mengagumkan. Mereka
pergi untuk membebaskan dunia semuanya: satu
tangan berpegangan dengan
Al- Quran dan tangan yang lain memegang pedang
untuk menghancurkan
belenggu-belenggu yang menyeret manusia kepada
kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam
hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat
memimpin kehidupan dan
mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah SWT
berfirman:
"Allah menyatakan
bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian
itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah
hanyalah Islam." (QS.
Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada
Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka
disebutlah secara langsung
kesaksian kepada orang-orang yang berilmu. Maka,
adakah penghormatan terhadap
ilmu yang lebih besar daripada penghormatan
ini? Ilmu dalam Islam
berbeza dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang
benar bahawa Islam yang
bertanggungjawab terhadap tumbuhnya pandangan
ilmiah dan metode
eksperimental di mana berdasarkan metode ini tegaklah
peradaban Barat yang
kemudian melahirkan berbagai produksi, pembuatan,
dan penemuan. Dan metode
eksperimental adalah metode al-Istiqra, yaitu
suatu metode yang mengikuti
bahagian-bahagian terkecil (parsial) melalui
jalan eksperimen yang dapat
tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan
memperhatikan hal-hal yang
tidak dapat tunduk terhadap suatu eksperimen,
atau melalui jalan matematis
murni yang membutuhkan kepada matematis
murni di mana hal itu
bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang
menguasai benda. Sistem ini
bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca
indera dan akal. Sistem ini
dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama
Roger Bikun. Ia mengakui
bahawa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim dan Peradaban Islam.
Seorang guru yang bernama
Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah
menceritakan tentang
dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger
Bikun mempelajari bahasa
Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada
guru-gurunya yang berasal
dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis
Bikun tidak dapat
menisbatkan keutamaan yang mereka peroleh dalam
menciptakan sistem
eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun
hanya seorang duta dari
duta-duta ilmu. Oleh kerana itu, ia tidak malu ketika
menyatakan bahawa
mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan
satu-satunya untuk
mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan
pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa
dijadikan sanggahan terhadap
orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka
mengetahui bahawa mereka
sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya
berasal dari Islam. Dan jika
dikatakan bahawa rahsia kebangkitan Barat saat ini
dan keunggulannya atas Timur
kembali kepada pengambilannya terhadap
sebab-sebab metode
eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahsia
kehancuran Barat dan
kebingungannya serta kegelisahannya adalah kerana
mereka tidak menghubungkan
metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT
sebagaimana semestinya.
Metode eksperimen-tal - sebagaimana diambil
orang-orang Barat - dimulai
dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu
tujuan. Jadi, ruang lingkup
pembahasan mereka adalah berkisar kepada
materi, dan alat-alat
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta
istiqra.
Tiada setelah alam kecuali
kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri
dan melawannya adalah hal
yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang
terjadi setelah kematian;
kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang roh.
Tidak ada hubungan antara
ilmu dan akhlak; tidak ada jawapan dari ilmu
tentang tujuan kehidupan
ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah
dan mencapai hukum-hukumnya
saja. Demikianlah pandangan Barat tentang
ilmu di mana ia hanya
sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam dan
berusaha menguasainya.
Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan
bahawa gerakan atom dengan
gerakan sistem tata suria di bawah kendali Zat
Yang Maha Tahu dan Zat Yang
Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru
membimbing manusia untuk
menuju Allah SWT:
"Dan bahawasanya kepada
Tuhanmu lah kesudahan (segala sesuatu). " (QS.
an-Najm: 42)
Ilmu justru menghantarkan
manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah
SWT sebagaimana
membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang
berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak
manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut
kepada Allah SWT serta hanya
beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan
sayap pertama di dalam
Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan.
Rasulullah saw memberitahu
dan menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain
Allah SWT dan tidak ada
sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan
keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi
semuanya, baik tuhan yang
berupa kepentingan-kepentingan peribadi,
kekayaan, raja, penguasa,
pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia,
warisan para datuk dan nenek,
berhala-berhala yang terbuat dari batu dan
kayu, mahupun berbagai macam
tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika
seseorang membayangkan
bahawa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya
sekadar hiasan mulut seorang
Muslim di mana segala sesuatu yang ada di
sekitarnya penuh dengan
kebohongan dan tidak membenarkan apa yang
dikatakannya. Kalimat
tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar
bersama kegelapan yang ada
pada diri manusia, suatu pergelutan yang berakhir
pada penyerahan diri;
pergelutan yang akan berpindah pada kehidupan yang
lebih berat, sehingga
kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil pergelutan
itu akan terjadi kecuali
jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk
meragukan dan menolak dan
kebebasan yang berakhir kepada pencapaian
batas-batasnya dan
kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk
mencapai keimanan yang dalam
dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang
berarti bahawa ia harus
memikul senjata untuk membebaskan orang lain
sebagaimana ia membebaskan
dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam,
yaitu ilmu yang berdiri di
atas kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh
dari kebebasan, dan buah
terakhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yang
jauh.
Jika tauhid difahami secara
benar, maka manusia akan terbebas dari
penyembahan selain Allah
SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari
kematian, kekhuatiran atas
rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil
dan ketakutan terhadap
hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang
untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT
yang patut disembah dan
bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya.
Dengan membebaskan manusia
dari menyembah sesama mereka, maka
kebebasan yang hakiki telah
dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahawa
kematian adalah perpindahan
dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan
akhiran yang misteri dari
kehidupan yang tidak dapat difahami, tetapi ia hanya
sekadar perpindahan. Takut
kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari
kematian itu sendiri, dan
cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan
ajal. Pada setiap ajal ada
ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur
dari unsur-unsur pembentukan
keperibadian Islam dan bahagian dari
bahagian-bahagian sel yang
ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga
menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan
ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang
memberi rezekinya. "
(QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada
Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi
ajalnya sehingga rezekinya
disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak
ada alasan bagi manusia
untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah
terhadap hari esok. Semua
ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau
melalui jalan-jalan menuju
sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang
merupakan kewajipan bagi
orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan
Allah SWT yang juga
merupakan suatu kewajipan bagi orang Muslim untuk
mempercayainya. Allah SWT
berfirman:
"Dan di langit terdapat
(sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang
dijanjikan kepadamu. "
(QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin
rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk
berusaha mencapai rezeki di
akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang
sudah dijamin, sehingga
manusia tidak perlu melakukan usaha yang terlalu
sengit untuk mencapainya.
Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan
seimbang. Sedangkan
berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT
memerintahkan manusia untuk
berusaha mencapainya kerana ia adalah rezeki
yang Allah SWT tidak
menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui
dua jihad: jihad yang besar
dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad
melawan hawa nafsu dan jihad
kecil adalah jihad melawan musuh di medan
perang.
Dengan terbebasnya seorang
Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan
rasa takut, maka Islam
memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya
dan ia memerintahkannya
untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan
kelaliman di muka bumi.
Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
"Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah." (QS. Ali
'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana
Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar
sebelum keimanan kepada
Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia
tergugah akan pentingnya
jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi
mungkar tidak terwujud
semata-mata dengan memegang tongkat dan
mencambukannya kepada
punggung orang-orang Islam yang tidak solat; ia juga
tidak berupa usaha untuk menahan
orang-orang Muslim yang tidak berpuasa.
Masalah itu lebih penting
dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal
yang bersifat lahiriah,
sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak
diperhatikan.
Ayat tersebut berarti,
hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan
berdakwah di jalan Allah SWT
serta memerangi orang-orang lalim di muka
bumi. Abu Bakar berkata:
"Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang yang
beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat
itu akan memberi mudarat
kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk," (QS.
al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan
mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka
semua."
Penafsiran Abu Bakar
terhadap ayat tersebut sangat jelas ertinya. Yakni
bahawa pelaksanaan ayat
tersebut dapat diwujudkan dengan adanya jihad di
jalan Allah SWT dengan
mengangkat senjata sebagai usaha untuk
menghentikan orang-orang
yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah
melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak
kepadaku orang yang sesat
setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman
orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah
pemahaman tersebut dengan
pemahaman kita saat ini di mana kita telah
kehilangan keberanian, dan
rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang
Islam. Kaum Muslim lebih
mengutamakan keselamatan diri mereka daripada
memerangi orang- orang yang
lalim.
Muhammad bin Abdillah datang
dengan membawa risalah Islam yang di
dalamnya terdapat perintah
Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim dan
mempertahankan kehormatan
orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah
SWT berfirman:
"kerana itu, hendaklah
orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang
di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di
jalan Allah, lalu gugur atau
memperoleh kemenangan, maka kelak akan
Kami berikan kepadanya
pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau
berperang dijalan Allah dan
(membela) orang-orang yang lemah baik
laki-laki, wanita-wanita
mahupun anak- anak yang semuanya berdoa: 'Ya
Tuhan kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari
sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.
" (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah
membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran
Allah SWT berkenaan dengan
makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan syurga
untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah, lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji
yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah
yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah?, maka bergembiralah
dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang
besar." (QS. at-
Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua
kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah
SWT. Betapa tidak, Dia
membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka,
padahal jiwa tersebut dan
harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya
sendiri. Lihatlah bagaimana
kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta
milik-Nya yang khusus dengan
syurga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan
orang-orang Islam untuk
berperang, dan Dia memberitahu mereka bahawa
urusan memerangi orang-orang
lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah
hal yang baru atas orang-
orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal
tersebut dalam Injil dan
Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan
pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran-
lembaran atau buku-buku
orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus
dengan membawa pedang. Dan
ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa,
"pergilah engkau
bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di sini
duduk-duduk saja,",
maka kehendak Ilahi menetapkan agar mereka
mendapatkan kesesatan selama
empat puluh tahun sebagai akibat dari
perbuatan mereka itu, agar
generasi yang lemah dan hina itu hancur yang
mereka justru tidak memenuhi
panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan
Nabi Musa bersama Tuhannya
berperang, padahal peperangan itu merupakan
tanggung jawab mereka dan
tugas mereka yang harus mereka emban sebagai
pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari
ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh
Muhammad bin Abdillah. Yakni
ajakan untuk membaca dan menggali ilmu serta
mendapatkan kebebasan dan
yang terpenting adalah usaha melawan
kekuatan-kekuatan lalim.
Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan
untuk kalangan tertentu atau
untuk warna kulit tertentu atau untuk kaum
tertentu atau untuk tempat
tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang
komprehensif yang universal
yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad
dengan tujuan yang lebih
tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan
menyucikan-Nya serta
keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan
manusia semuanya di hadapan
Allah SWT.
Adalah salah jika ada orang
yang menganggap bahawa Islam hanya
memperhatikan aspek akhirat
dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam
dunia adalah lembar-lembar jawapan
yang akan di koreksi di hari akhir. Ia
adalah ujian dan tempat
percubaan bagi manusia agar manusia mengetahui
apakah ia layak untuk
mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT yang telah
diberikan kepada Adam. Atau
apakah ia justru layak untuk jadi bahagian dari
tanah neraka Jahim dan
batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya
manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah
menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan
kehidupan dan kematian
ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam
surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik
amalnya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah
pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan
dan kematian agar manusia
menyedari siapa di antara mereka yang terbaik
amalnya. Tentu pengetahuan
ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT.
Pengetahuan itu justru
dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan
manusia agar manusia
mengetahui, dan pengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau
pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat
manusia akan mengenal
dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan di terimanya
secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah
yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan
kehidupan di atas bumi
dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu
diliputi dengan kemanusiaan
yang sempurna yang di dalamnya manusia layak
untuk hidup. Demikianlah
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. Inilah
asasnya dan hakikatnya. Itu
adalah pondasi dan hakikat yang tidak diciptakan
oleh Muhammad saw dan tak
didahului oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat
risalah-risalah yang dulu
semuanya adalah tauhid dan mempertahankan
kebenaran serta keimanan
terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan
anggota tubuh hanya kepada
Allah SWT. Yang baru dalam Islam adalah ilmu,
kebebasan dan universalitas
ajaran Islam serta warna keadilan yang sangat
kental, sehingga sangat
tepat jika dikatakan bahawa karakter dari Islam adalah
keadilan. Barangkali bahagian
ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi
pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah
menuntut turunnya lebih dari
agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak
tersebut menuntut agar pada
setiap agama terdapat karakter yang khusus yang
menggambarkan bentuk yang
paling tepat sesuai dengan kebutuhan utama
yang di situ agama itu
diturunkan dan sesuai dengan waktu saat itu.
Orang-orang Yahudi misalnya,
mereka hidup di tengah-tengah suasana
penyembahan berhala di
kalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme
diturunkan pada Bani Israil
yang suka membangkang dan kerana itu, karakter
utamanya adalah ketegasan
(as- Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh
dengan fenomena berhalaisme
ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari
tindakan semena-mena
Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat
dan dapat menjadi risalah
penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang
memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras
pada saat yang sama mereka
keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman
orang-orang Romawi di mana
orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih
kuat dari orang-orang Mesir.
Oleh kerana itu, orang- orang Masehi
bertanggungjawab untuk
melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara yang
berbeza sesuai dengan
perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan
penggunaan kekuatan
bersenjata kerana kekuatan orang-orang Romawi
mengungguli kekuatan saat
itu dan menguasai bumi secara keseluruhan. Maka
kemenangan yang mungkin
dapat diperoleh adalah dengan cara menghindari
tindak kekerasan dan lebih
mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali
yang lain orang- orang
Masehi memperoleh kemenangan melalui cara
kedamaian dan cinta yang
disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan
segala senjatanya dan
kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai
agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak
untuk diterapkan di muka
bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa
saja yang ada di dalamnya
kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh
kerana itu, agama yang
terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan
karakter itu adalah karakter
keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk
zaman tertentu dan kelompok tertentu dan
keadaan tertentu, sedangkan
cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi ia
tidak dapat menjadi sesuatu
tolok ukur untuk dibandingkan dengan
tindakan-tindakan tertentu
atau untuk dijadikan alat untuk melakukan
sesuatu. Dan jika ia menjadi
tolok ukur bagi orang-orang yang memilki
perasaan yang tinggi atau
budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok
ukur umum dan universal.
Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam
yang berarti keseimbangan
dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya. Ini
adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer
yang akhir. Dan barangkali
kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam
pengaturan alam bersandarkan
kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan
bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang
menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian
itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam
Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka
keadilan yang disaksikan
oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus
menjadi karakter Islam dan
kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya
keadilan ekonomi atau
keadilan hukum atau keadilan dalam balasan, tetapi ia
mencakup semuanya. Sebelum
semua ini dan sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam
kehidupan dan metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan
pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan
menemukan keadilan menghiasi
seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan
antara agama-agama yang
dulu, keadilan antara individu dan masyarakat,
keadilan antara dunia dan
agama, keadilan antara lelaki dan wanita, keadilan
untuk orang-orang yang fakir
dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para
penguasa dan rakyat, bahkan
dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit
ditegakkan dan Allah SWT
menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya, Islam adalah
agama yang sudah lama sebagaimana lamanya
kedatangan para nabi. Nabi
Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling
(dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit
pun darimu. Upahku tidak
lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh
supaya aku termasuk golongan
orang-orang yang berserah diri (kepadanya)."
(QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya
membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami,
jadikanlah kami berdua orang
yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami
cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami,
dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima
taubat lagi Maha Penyayang.
" (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa
untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara
mereka adalah Yakub agar
mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT
berfirman:
"Dan Ibrahim telah
mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula
Yakub. (Ibrahim berkata):
'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu,
maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam.'"
(QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati
Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di
sekelilingnya dan bertanya
kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah
sepeninggalanku? Mereka menjawab: 'Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan
nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan
Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang
Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepadanya.'" (QS.
al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita
dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa
kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu
beriman kepada Allah, maka bertawakallah
kepada-Nya saja, jika kamu
benar-benar orang yang berserah diri." (QS.
Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman
adalah seorang Muslim sesuai dengan nas
ayat-ayat yang menceritakan
tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu
tersebut berkata:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku
berserah diri bersama
Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf,
beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta
kepadanya agar mematikannya
sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam
kelompok orang-orang yang
saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang
Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebahagian kerajaan dan
telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta
langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di
dunia dan di akhirat,
wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah
al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum
Hawariyin agar mereka
beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka
berkata:
"Kami telah beriman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahawa Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang
patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah:
111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi
Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi
Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka
seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu
bagaimana Nabi Muhammad saw
sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai
orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam
surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang
terakhir:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta
alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau
menjadi orang Muslim yang pertama, padahal
penamaan umat beliau dengan
sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu dikenal di
kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam
wujud dan penamaan agamanya
dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya yang jauh, yaitu
Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang- orang Muslim
dari dahulu. " (QS.
al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam
pendahuluan para nabi dengan sebutan al-
Muslimin daripada Rasulullah
saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim
yang pertama. Tentu kata
al-Awwal (yang pertama) di sini tidak difahami dari
sisi waktu atau masa
kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim
di sini adalah akmalul
muslimin (orang yang paling sempurna di antara
orang-orang Muslim). Suatu
kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya
Rasulullah saw lalu dia
menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak
beliau adalah
Al-Quran."
Kita mengetahui bahawa
Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia
meskipun dalam batasannya
yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan
keutamaan akhlak dalam
tingkatannya yang tinggi. Oleh kerana itu, akhlak
seperti apa yang dimiliki
oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak
yang sifatnya tengah-tengah,
atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan,
atau apakah beliau termasuk
ashabul yamin (orang-orang yang berasal di
sebelah kanan), atau apakah
beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang
dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya
memiliki semua karakter tersebut dan atribut
tersebut, bahkan kedudukan
beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di
puncak dari segala puncak
keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk
mendapatkan sebutan dari
Allah SWT:
"Dan sungguh pada
dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-
Qalam: 4)
Para Mufasir berbeza
pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi
pekerti yang agung).
Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud
adalah Al-Quran. Sebahagian
yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga
yang mengatakan bahawa
beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan
untuk menuju jalan Allah
SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim
terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang tinggi
dalam dua ayat yang mulia.
Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta
alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang
paling utama di antara manusia semuanya; beliau
memiliki keutamaan yang
melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat
dan kemuliaan yang tidak
dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun
beliau datang sebagai Nabi
yang terakhir namun justru kerana posisi beliau
sebagai Nabi yang terakhir,
maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam
pembangunan rumah kenabian
yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu
harus menjadi puncak
pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua
adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak
mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
(QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi
rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan
hanya menjadi rahmat bagi
orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi
rahmat bagi zamannya saja,
begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi
jazirah Arab saja, tetapi
beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau
senantiasa menjadi rahmat
bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya
wahyu kepadanya dengan
kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan
apa saja yang ada di
dalamnya kepada orang- orang yang berhak mewarisinya
sampai hari kiamat. Alhasil,
beliau adalah rahmat yang dihadiahkan kepada
manusia; beliau adalah
rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang
mengagumkan, tetapi beliau
adalah rahmat yang memulai dakwah dengan
mengutamakan fungsi akal
atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan
kitab alam atau Al- Qur'an
yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT
yang terdiri dari jutaan
bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang
diturunkan melalui malaikat
Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang
abadi. Dan kitab alam dibaca
dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran
dunia:"Katakanlah:
'Berjalanlah kamu di muka bumi dan amat-amatilah.
'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha
menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segenap penjuru dan pada
diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahawa Al-Qur'an itu
adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan
pengamatan:
"Atau siapakah yang
telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan
yang telah menjadikan
sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang
menjadikan gunung-gunung
untuk (mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu
pemisah antara dua laut 1
Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Bahkan (sebenarnya)
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS.
an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan
jalan atau cara untuk membaca kalimat- kalimat
Allah SWT dan kitab alam,
maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca
kalamullah yang abadi, yaitu
hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan
kecemerlangan basirah,
sehingga Al-Qur'an menjadi bahagian akhlak dari yang
membaca sesuai dengan
kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an,
dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara
materi, rohani,
undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang biasa
melekat pada manusia saat
itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau
adalah manusia yang sempurna
dan paling utama, alam belum mencapai
puncak dari penyerahan diri
kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan
akhlak. Ketika Rasulullah
saw diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan
dan mampu mencapai tingkat
kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini
dan Nabi yang pengasih,
Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya
atas mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah:
3)
Namun semua itu tidak
terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang
secara serius dan
sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang
paling layak untuk
mendapatkan pujian penduduk bumi dan penduduk langit.
Dan Rasulullah saw telah melakukan
semua itu. Kita tidak mengenal seorang
nabi yang perasaannya dihina
dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh
Muhammad bin Abdillah; kita
tidak mengenal seorang nabi yang memikul
berbagai penderitaan, dan
memiliki kesabaran yang mengagumkan di jalan
Allah SWT sebagaimana yang
ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang
diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam
semesta tidak akan mengajak
manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia
tersebut dari kalangan
orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau
berdakwah bagi orang yang
berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul
tanggung jawab dakwah dengan
berbagai tantangan dan cubaannya; beliau
menunjukkan kesabaran yang
luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada
Allah SWT dengan hati yang
puas dan air mata yang bercucuran dan dengan
suara berbisik berkata:
"Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka
aku tidak akan peduli dengan
manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah
jika di sana terdapat ridha
Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu
kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah
dan mengajak manusia untuk
menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah
secara rahsia yang
berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin,
Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu
beriman juga sahabatnya, Abu
Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak
pamannya, Ali bin Abi Thalib
yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah
asuhan Muhammad, dan juga
beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang
pembantunya. Kemudian Abu Bakar
juga ikut berdakwah, sehingga ia
memasukkan dalam dakwah
teman- temannya, seperti Usman bin Affan,
Thalha bin Ubaidilah, dan
Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi,
yaitu Waraqah bin Nofel dan
Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya
tanda kesenangan yang itu
menunjukkan ketinggian darjatnya di sisi Allah SWT.
Setelah itu, Abu Dzar
al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin
Awam dan Umar bin 'Anbasah
serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai
mengepakkan sayapnya secara
rahsia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya
akidah yang baru ini sampai kepada
pembesar-pembesar Quraisy,
tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali
mereka membayangkan bahawa
Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang
dilakukannya di gua Hira -
salah seorang juru bicara tentang ketuhanan
sebagaimana pernah dilakukan
oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara
rahsia berhasil mengembangkan misinya dan dapat
melindungi akidah yang baru.
Dan selama perjalanan tiga tahun yang
dibutuhkan tahapan dakwah
secara rahsia keimanan telah tertanam dalam hati
kaum Muslim yang pertama.
Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah
menanamkan kepada diri
mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan
mereka sebagai benih pertama
dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun
dengan membawa firman Allah
SWT:
"Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS.
asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah
perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara
terang-terangan. Lalu berkumpullah
di sekeliling Nabi sekelompok tentera yang
besar dan datanglah perintah
Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah secara
terang-terangan dan
mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan
hal tersebut, maka dakwah
memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan
dakwah yang baru ini
berakibat pada timbulnya penekanan terhadap para dai
di mana mereka mengalami
penindasan, bahkan mereka didustakan oleh
masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy
mengetahui bahawa Muhammad berbahaya bagi mereka.
Beliau bukan hanya berbicara
tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak
manusia untuk mengikuti
agama baru, yaitu agama yang mencuba untuk
menyingkirkan
berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan
mereka yang mereka yakini;
agama yang mencuba menyingkirkan kedudukan
sosial mereka dan
kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang
menyatakan bahawa tiada
tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain
selain hukum-Nya, serta
tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama
tersebut menyebabkan
penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang
yang memegang kekuasaan di
dalamnya merasa gelisah.
Setelah Pengumuman dakwah
secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendang peperangan. Kemudian
peperangan yang dahsyat terjadi
antara para pembesar Quraisy
dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang
pertama kali menyerang Islam
adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu
Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahawa
Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau
mulai memanggil-manggil
tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika
semua berkumpul, beliau
bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya
jika aku memberitahu kalian
bahawa seekor kuda akan datang menyerang
kalian?" Mereka
menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong."
Beliau berkata: "Aku
seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap
kalian. Di hadapanku
terdapat seksaan yang berat jika kalian menentang." Abu
Lahab berkata: "Sungguh
celaka engkau, apakah kerana ini engkau
mengumpulkan kami."
Dengan penghinaan inilah,
peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum
Muslim tidak mampu
mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah
SWT membantu mereka dan
menolong mereka dengan menurunkan surah yang
pendek yang mengecam
tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan
Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah bermanfaat
kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
isterinya, pembawa kayu
bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS.
Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek
dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki
kancah sejarah dari pintunya
yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan
Abu Lahab tertulis
selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang
dakwah kebenaran kerana ia
mengkhuatirkan kedudukannya dan kekayaannya,
padahal harta yang
dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki erti sama
sekali di sisi Allah SWT
kerana ia sekarang berada dan dimasukkan di
tengah-tengah neraka yang
menyala- nyala, sedangkan isterinya membawa
kayu bakar, sehingga
menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat
suatu belenggu sebagai
simbol keterikatannya dengan dunia binatang yang
tidak berakal. Sebahagian
besar orang-orang yang menentang dakwah adalah
orang- orang yang berhubungan
dengan dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu
mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar
atau memahami. Mereka itu
tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat
jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS.
al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita
merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang- orang
musyrik, maka kita akan
terhairan-hairan.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka hairan
kerana mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan
mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah
seorang ahli sihir yang
banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang
Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu
hal yang sangat
menghairankan'." (QS. Shad: 4- 5)
Cobak perhatikan bagaimana
kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap
bahawa pada hakikatnya
terdapat multi tuhan dan mereka justru merasa
hairan ketika terdapat hanya
satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru
merasa hairan ketika
berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka
melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah
menjadikan kamu sebagai
ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya
yang diutus Allah sebagai
rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan
kita dari sembahan-sembahan
kita, seandainya kita tidak sabar
(menyembah)nya. " (QS.
al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa
nekadnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan
mengejek Rasulullah saw,
padahal beliau telah datang di tengah-tengah
mereka untuk menyelamatkan
mereka dari api neraka, dan cuba perhatikan
bagaimana pandangan mereka
terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka
membayangkan bahawa mereka
nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar
dalam membela tuhan-tuhan
tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek
kebenaran dan kebodohan
menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan
terhadap kepandaiannya yang
dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat
dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka
membuat tuhan dari adunan
roti di mana mereka menyembahnya kemudian
memakannya. Mereka
mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami menyelamatkan
kami dari rasa lapar atau
mereka mengatakan bahawa kami menyembah
mereka agar mereka dapat
mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi
terus berlanjutan dan tertanam di muka
bumi. Mereka orang-orang
musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun;
mereka menuduhnya juga
sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya
sebagai seorang penyihir;
mereka menuduh bahawa beliau berbohong atas
nama kebenaran dan beliau
dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan
ini adalah dongengan
orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada beliau
untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk
tertentu; mereka memberitahu
bahawa mereka tidak akan beriman
kepadanya, sehingga terdapat
suatu mata air yang memancar dari bumi atau
terwujud di depan mereka
suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang
memancar di tengah-tengahnya
sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana
yang beliau sampaikan kepada
mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang
dengan Allah SWT dan para
malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran
dakwah yang diserukannya,
atau beliau memiliki rumah dari emas atau beliau
mampu mendaki langit dan
mereka masih belum beriman terhadap pendakian
itu meskipun ia mendaki di
hadapan mata mereka dan kembali dengan
selamat, kecuali jika ia
menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka
baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan
usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap
memberitahu mereka dengan penuh
kelembutan bahawa apa saja yang mereka
minta itu tidak sesuai
dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan
berusaha menciptakan
kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka
bahawa beliau hanya sekadar
manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang
kepada mereka untuk
mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang
tua tidak akan menyelamatkan
anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya
harta dan anak-anak, dan
mereka tidak akan selamat di dalamnya dari
seksaan. Orang-orang yang
mempunyai kedudukan atau para tokoh mereka
adalah para tiran-tiran di
muka bumi di mana semua itu tidak akan bermanfaat
bagi mereka pada hari
kiamat. Seksaan yang bakal mereka terima tidak dapat
mereka hindari dan mereka
pun tidak dapat meringankannya.
Demikianlah Islam - sebagaimana
agama-agama sebelumnya - mengumpulkan
di sekelilingnya orang-orang
yang berakal dan orang- orang yang fakir serta
orang-orang yang menderita
di muka bumi. Berimanlah sekelompok
orang-orang fakir di mana
mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan
tersingkirkan di Mekah.
Mereka menjadi makanan empuk kelompok-kelompok
yang zalim.
Islam bukan hanya memberikan
solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan
atau masyarakat, tetapi
Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan
manusia secara umum; Islam
meyakini bahawa manusia bukan hanya sekadar
perut yang harus
dikenyangkan dan naluri seksual yang harus dipuaskan,
manusia bukan hanya di lihat
dan dinilai dari sisi ini, namun Islam justru
meletakkan manusia pada
tempatnya yang hakiki, tanpa membesar-besarkan
atau mengecilkannya. Dalam
pandangan Islam, manusia terdiri dari bangunan
fizik dan rohani, terdiri
dari akal dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah
SWT dalam rohnya.
Islam tidak mementingkan
fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga
sebaliknya. Terkadang fizik
boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam
kehidupan, tetapi rohani
justru mengalami penderitaan yang luar biasa. kerana
itu, pemuasan salah satu
dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa
manusia kepada kesempurnaan
atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk
membawa suatu solusi yang
dapat menyelamatkan manusia dari dalam dirinya
sendiri dan Islam
membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada
Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin
dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan
kepada Rasul saw, lalu
beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian
Al-Qur'an berubah menjadi
orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan
mengancam singgasana
kebencian yang menguasai Mekah, sehingga
orang-orang musyrik justru
meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan
terhadap Rasul saw. Oleh
kerana itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT
menghiburnya. Allah SWT
memberitahu beliau bahawa mereka tidak
mendustakannya, tetapi
mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka
mulai menentang Nabi dan
ayat- ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah salah
satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami
mengetahui bahawasanya apa yang mereka katakan itu
menyedihkan hatimu,
(janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka
sebenarnya bukan mendustakan
kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim
itu mengingkari ayat-ayat
Allah." (QS. al- An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik
meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para
pengikutnya. Peperangan
dimulai: dari peperangan urat saraf sampai
peperangan fizik. Mereka
mulai menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan
membunuhnya. Pada saat itu,
musuh-musuh Islam membayangkan bahawa
dengan cara menindas kaum
Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan
berhenti dan kaum Muslin
akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap
bahawa kaum Muslim justru
memilih untuk menyelamatkan diri mereka.
Namun para tokoh- tokoh
Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikejutkan
ketika melihat penekanan
yang mereka lakukan justru semakin membakar
semangat kaum Muslim untuk
berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin
bahawa benih yang telah
ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka
menjadikan mereka tetap
bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT
di muka bumi, yaitu suatu
risalah yang mengembalikan bumi menuju
kematangan (kesempurnaan)
yang telah hilang darinya dan kemanusiaan yang
telah disia-siakan serta
kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan
yang telah hilang.
Kaum Muslim yakin bahawa
mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan
hanya memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi
mereka mengetahui bahawa mereka
akan membangun suatu manusia
yang baru. Mereka akan menciptakan manusia
seutuhnya; mereka akan
menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan
dalam gambar yang baru yang
merupakan cermin dari gambar kebesaran sang
Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam,
orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan
dengan peradaban yang dahulu
dan moden, orang-orang Arab tidak memiliki
apa-apa. Mereka tidak memberikan
kontribusi kepada dunia dalam bentuk
ilmu, seni, atau peninggalan
apa pun yang dapat dijadikan sebagai
kebanggaan. Namun ketika
Islam turun kepada mereka, mereka menjadi
cermin kejayaan manusia di
mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata
pada umat manusia. Bahkan
orang-orang Barat banyak berhutang kepada
mereka dalam kemajuan yang
mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam
di mana Islam hanya menjadi lembaran
cerita-cerita dan
kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah
orang-orang Barat dapat
menguasai kaum Muslim kerana mereka justru
mendapatkan ilmu dari Kaum
Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai
kemajuan ketika kaum Muslim
meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum
Muslim memahami Islam secara
benar dan berusaha untuk menghidupkan
ajaran-ajarannya nescaya
mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal masa
tersebarnya Islam, kaum Muslim menyedari bahawa
mereka menghadapi peperangan
yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan
ada, maka pertentangan pun
tetap ada. Oleh kerana itu, ketika mereka
mendapatkan penganiayaan dan
seksaan, maka keimanan mereka justru
semakin meningkat, dan
setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy, maka mereka tetap
bertahan untuk mempertahankan kebenaran.
Sebagai contoh, Amar bin
Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia
adalah salah seorang budak
yang menjadi korban dari sistem ekonomi yang
berlaku saat itu, yaitu
ekonomi yang berdasarkan kepada sistem perbudakan.
Seorang yang beriman
tersebut diseksa di Mekah di mana ia tidak memperoleh
kebebasannya yang hakiki
kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka
mengeluarkannya ke gurun dan
menyeksanya berserta ibunya. Bahkan seksaan
semakin meningkat atas
ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia
tetap mempertahankan
keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk
menentang Islam, maka Abu
Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua
tangannya. Ia pun meninggal.
Dan Islam mengorbankan syahidnya yang
pertama. Wanita mulia itu
bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan orang-orang
bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam
terhadap sistem perbudakan,
atau Islam mendiamkan sistem perbudakan.
Mereka lupa bahawa Islam
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin
membebaskan perbudakan
dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan
manusia dari kepemilikan
sesama manusia menuju kepemilikan kepada Allah
SWT.
Jika Islam tidak turun
dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan
sistem perbudakan, maka
dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip
utamanya menghentikan - baik
dalam tindakan mahupun ucapan -
sumber-sumber sistem ini.
Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui
bahawa sistem perbudakan
adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan
berubah dengan perubahan
waktu, dan kerana Islam tidak turun pada waktu
yang terdapat perbudakan
saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh
untuk setiap zaman, maka
Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang
sementara ini dari
bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau
dasar pertama yang
menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga
Islam mengharamkannya.
Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem
perbudakan secara bertahap,
seperti proses pengharaman khamer. Jadi,
keseriusan Islam sangat
menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan
perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita
bahawa Islam membolehkan para tenteranya untuk
memperbudak para tawanan
perang, maka kita akan mengatakan bahawa Islam
menerapkan sistem ini
sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang
sama di mana musuh-musuh
Islam menjadikan kaum Muslim sebagai
budak-budak mereka ketika
mereka menawannya. Oleh kerana itu, secara
alami orang-orang Islam pun
menawan mereka sebagai budak-budak. Jika Islam
tidak melakukan yang
demikian, maka boleh jadi Islam akan dimain-mainkan
dan ada kesempatan besar
bagi orang-orang musyrik untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahawa dakwah
Islam mengalami berbagai macam hambatan dan
penindasan. Dan ketika
orang-orang yang terseksa mengadu kepada Rasulullah
saw atas penindasan yang
mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu
mereka dengan pembicaraan
yang jelas bahawa para dai di jalan Allah SWT
harus mengorbankan
kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah
mereka sebagai harga yang
pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan
bukan diperoleh dengan
cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada
kita bahawa ia dipenuhi
dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh
masyarakat untuk memerangi
musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika
ini dialami setiap orang
yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat
tertentu, maka bagaimana
dengan orang-orang yang menuntut kebebasan
manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah
sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya,
maka ia pasti akan menerima
pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan
dan pembunuhan. Ini adalah
harga yang pantas yang harus dibayar ketika
berdakwah di jalan Allah
SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum
yang batil pun membayamya
dengan senang hati, maka bagaimana mungkin
orang-orang yang bersama
kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia
cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia
merasa takut pada azab dan
kematian. Dan barangkali yang membezakan
orang-orang Islam yang
hakiki dengan yang lainnya adalah bahawa mereka
terbebas dari rasa ketakutan
dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur yang
pasti untuk membezakan
antara seorang Muslim yang hakiki dan seorang
Muslim yang hanya namanya
atau Muslim warisan atau hanya klaim semata.
Seorang Muslim yang hakiki
menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT, rezeki
ada juga di tangan-Nya,
begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya.
Dengan keimanan seperti ini,
ia memulai pergelutannya untuk menyebarkan
dakwah. Ia siap untuk
menerima penyeksaan dan penderitaan di jalan Allah
SWT; ia pun siap menitiskan
darahnya sebagai harga yang pantas yang
diserukannya dalam rangka
memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukannya
dengan begitu sederhana dan
tidak ada rasa takut kerana Islam
membebaskannya dari rasa
ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji
orang-orang yang menyeru di
jalan Allah SWT dengan menggergaji saat mereka
dalam keadaan hidup- hidup.
Khabab bin Irit pergi
menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada
beliau dari penyeksaan
orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau
menolong kami, wahai
Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya
Rasulullah?" Rasulullah
saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat
orang-orang yang berdakwah
di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan dalam
suatu galian tanah lalu
mereka digergaji di mana tubuh mereka di pisah
menjadi dua, namun mereka
tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah,
sungguh Allah SWT akan
menolong masalah ini tetapi kalian terlalu
tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang
penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah
saw ingin memahamkan kepada
orang tersebut bahawa termasuk dari
kesempurnaan iman adalah
membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahawa
Islam tidak memberikan
keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang
Islam yang pertama tidak
bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh
dari agama ini?"
Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk
Islam?" Jawapannya
adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti
sampai darah yang
tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah
membayar ongkos kebebasan.
Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa
untuk mempertahankan agama
Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan
yang tinggi tentang
kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka;
mereka justru memberitahu
orang-orang musyrik bahawa mereka akan dapat
mengalahkan raja-raja Kisra
dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan,
mereka akan menjadi
pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru
memanfaatkan kepercayaan ini
untuk mengejek mereka dan mentertawakan
mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan
orang-orang yang bersamanya melihat
sahabat-sahabat Nabi, maka
mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang
kepada kalian
pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja
Kisra dan Kaisar, kemudian
mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum
mukmin tidak peduli dengan
ejekan tersebut. Demikianlah bahawa ejekan
demi ejekan terus menyertai
dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy
mengadakan pertemuan yang
bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam
rangka menyerang Rasulullah
saw. Kaum musyrik menuduhnya bahawa beliau
adalah seorang ahli sihir,
dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah dukun, dan
pada kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah penyair,
bahkan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah seorang yang
gila. Kemudian mereka semua sepakat untuk
menuduh bahawa beliau adalah
seorang penyihir.
Walid bin Mughirah yang
terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan
mereka menuduh Rasulullah
saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan
antara sesama saudara dan
antara seseorang dengan isterinya. Kemudian
mereka membikin
kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di
Mekah bahawa Muhammad adalah
seorang penyihir. Meskipun demikian,
dakwah Islam tetap
berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun pasti
dan kalimat-kalimat yang
diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian yang
pernah dilakukan oleh
manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT
menyaksikannya ketika mereka
masih di alam atom di
punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan
kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al- A'raf:
172)
Bertambahlah jumlah kaum
Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan.
Mereka mulai melihat bahawa
penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu
berhasil. Kemudian mereka
memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu
bagaimana seandainya mereka
menggunakan perdamaian dan perundingan.
Orang-orang Quraisy mengutus
'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal
dengan kecerdasan dan
kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul
saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui
kedudukanmu di sisi kami
dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu
dengan suatu hal yang besar
di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok
mereka. Maka dengarkanlah
aku kerana aku ingin berbicara tentang beberapa
hal. Barangkali engkau akan
menerima sebahagiannya." Rasul saw berkata:
"Silakan berbicara
wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan
harta nescaya kami akan
mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan
menjadi orang yang paling
kaya di antara kami, dan jika engkau menginginkan
kehormatan, maka kami akan
memberi kehormatan itu bagimu dan jika engkau
menginginkan kekuasaan, maka
kami akan menyerahkan kekuasaan padamu
dan jika engkau terkena
penyakit yang engkau tidak mampu menolaknya dari
dirimu, maka kami akan
mencarikan tabib bagimu dan kami akan
mengeluarkan harta kami
sehingga engkau sembuh."
Demikianlah 'Utbah
mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi
Nabi. Lalu Rasulullah saw
berkata:
"Dengan nama Allah yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim.
Diturunkan dari Tuhan Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya,
yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui. Yang membawa
berita gembira dan yang membawa peringatan,
tetapi kebanyakan mereka
berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau)
mendengarkan. Mereka
berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru
kami kepadanya dan di telinga kami ada
sumbatan dan antara kami dan
kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu;
Sesungguhnya kami bekerja
(pula).' Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti
kamu, diwahyukan kepadaku bahawasanya Tuhan
kamu adalah Tuhan Yang Maha
Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus
menuju kepadanya dan mohonlah
ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang
mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang tidak
menunaikan zakat dan mereka
kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
mereka mendapat pahala yang
tiada putus-putusnya.' Katakanlah:'
Sesungguhnya patutkah kamu
kafir kepada yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat)
demikian itulah Tuhan
semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kukuh di
atasnya. Dia memberkahinya dan Dia
menentukan padanya kadar
makanan- makanan (penghuni)nya dalam empat
masa. (Penjelasan itu
sebagai jawapan) bagi orang-orang yang bertanya.
Kemudian dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah
kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.'
Keduanya menjawab: 'Kami
datang dengan suka hati.' Maha Dia
menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya.
Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-
bintang yang cemerlang dan
Kami memeliharanya dengan sebaik- baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika
mereka berpaling, maka
katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu
dengan petir, seperti petir
yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS.
Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah
menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk
menghadapi tawaran dan
iming-iming tersebut dengan membaca sebahagian
dari surah Fhusilat yang
merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan
oleh Allah SWT melalui
malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika
Rasulullah saw sampai pada
firman-Nya:
"Jika mereka berpaling,
maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu
dengan petir, seperti petir
yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. "
(QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan
takut dan segera menuju kaum Quraisy.
Bayang-bayang azab dunia
terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke
orang Quraisy, ia
mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja
yang dilakukan Muhammad.
Gagallah perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw.
Gagalnya perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya
tindak kekerasan dan penyeksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian
kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah
saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum
Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang
mereka anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT,
maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan
izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah
gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari
turunnya wahyu setelah dua
tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah
ke Habasyah enam belas orang
Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan
mereka menuju ke laut. Mereka
berlayar meskipun orang- orang yang tinggal di
gurun sebenarnya tidak ingin
berlayar kerana mereka takut dari laut dan
mereka yakin bahawa manusia
yang berlayar di laut akan menjadi ulat di atas
kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang
hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh
delapan puluh tiga orang
laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian
orang-orang Quraisy berusaha
untuk mengirim beberapa orang dan tetap
berusaha menyeksa dan
menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka
mengutus ke Najasyi, Raja
Habasyah, orang-orang yang dapat
mempengaruhinya untuk
menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka
menuduh kaum Muslim
meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah
dan mereka juga tidak
menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen.
Kemudian orang-orang Quraisy
tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi
sebagai bentuk suapan
kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal
lalu ia mengutus seseorang
kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada
mereka tentang agama baru
yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin
menceritakan kepadanya
tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang Isa
lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah
SWT dan rasul-Nya dan
roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada
Maryam, wanita yang perawan
yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu
kayu kecil dari bumi dan
mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian
katakan tidak lebih dari
kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman."
Najasyi mengembalikan hadiah
kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak
mengambil suap dariku
sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin
tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah
negeri yang dipimpin oleh
seorang laki-laki yang diberi kematangan berfikir di
mana ia cenderung mengimani
karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan
salah satu keajaiban
kekuasaan Ilahi adalah bahawa masyarakat Islam yang
berhijrah tersebut tidak
mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun
mereka justru merasakan
kekuatan.
Allah SWT memperkuat dakwah
Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam
Islam, yaitu Hamzah, paman
Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu
mempunyai keperibadian yang
tangguh di Mekah di mana masing-masing dari
mereka terkenal di
tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk
memberi Islam dua orang
lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah
meletakkan rahmat yang
terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam
kerana dorongan emosi,
fanatisme, dan rahmat terhadap orang-orang yang
tidak memberikan pembelaan
kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan
berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh
anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh
Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan
tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih
berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah
mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah
kaumnya. Hamzah
mengangkat tangannya lalu
memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil
berteriak: "Apakah
engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku berada di
atas agamanya."
Demikianlah permulaan
keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia
di mana perasaannya berkobar
ketika ia melihat anak saudaranya diseksa dan
dianiayai dan dia tidak
mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah
sebab-sebab pertama dari
keislaman Hamzah, namun sebab yang paling dalam
dan yang paling menentukan
adalah rahmat Allah SWT yang telah
dianugerahkan kepadanya,
meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu
rahmat yang mendorongnya
untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti
lelaki yang berdakwah di
jalan Allah SWT hanya kerana ia seorang yang lemah
dan tidak mempunyai
penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab
terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan
perilaku. Seringkali kaum
Muslim mendapat seksaan darinya ketika ia masih
menganut jahiliah. Dan salah
seorang yang mendapatkan seksaan darinya
adalah Amir bin Rabi'ah dan
isterinya. Amir berserta isterinya menetapkan
untuk berhijrah ke Habasyah.
Umar bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati
isteri Amir dan tidak
menemukan suaminya. Umar melihat wanita itu sedang
bersiap-siap untuk berhijrah
lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat telah
memancar pada dirinya):
"Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?"
Dengan nada jengkel, wanita
itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar
dan menuju tanah Allah SWT.
Engkau telah menyeksa kami dan telah memaksa
kami untuk berhijrah. Kami akan
pergi sehingga Allah SWT akan memberikan
kelapangan kepada
kami." Umar berkata: "Mudah-mudahan Allah SWT
menemanimu."
Wanita itu melihat
tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar.
Dan ketika suaminya kembali,
ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat berharap kepada keislaman Umar. Lalu
suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin
masuk Islam sampai keldai
Umar masuk Islam." Ia mengatakan demikian kerana
ia melihat betapa bengisnya
dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut
wanita itu lebih kuat daripada
pandangan fikiran lelaki itu dan keputusannya
yang terlalu cepat kepada
Umar.
Belum lama mereka berhijrah
sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang
muhajirin mengeluarkan
penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali
Umar merasa kebingungan lalu
ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw.
Dengan menghunuskan
pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia
bertemu dengan orang-orang
yang memergokinya dalam keadaan kebingungan,
lalu mereka bertanya
kepadanya, hendak ke mana ia akan pergi? Umar
menjawab: "Aku hendak
ke Muhammad aku akan membunuhnya sehingga
orang-orang Arab merasa
tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang
berkata: "Tidakkah
engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau
membunuh Muhammad."
Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang
terjadi pada
keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan
suaminya telah masuk Islam,
sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar
segera mencari saudara
perempuannya dan suaminya di mana saat itu
keduanya sedang membaca
Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka
menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya:
"Sepertinya aku
mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara
perempuannya mengatakan:
"Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan
Umar pun tampak marah
kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela
suaminya lalu Umar
memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya.
Darah itu justru
membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar
mengambil air wuduk agar
mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an.
Umar pun membacanya. Belum
lama Umar membacanya sehingga ia pergi
menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih
untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu
menjadi pedang yang paling
kuat yang dengannya ia mempertahankan agama
Muhammad saw. Kemudian ia
mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di
mana saat itu beliau bersama
sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi
melihat Umar bin Khatab
sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu
kembali kepada Nabi dengan
membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia
menduga bahawa Umar datang
dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan
memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan
Umar. Rasulullah saw
membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin
Khatab dan bertanya
kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab
bahawa ia datang untuk mengucapkan
dan bersaksi bahawa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai
merasa bahaya akan mereka temui setelah
keislaman Umar dan Hamzah.
Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang
dihormati telah masuk Islam.
Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim
bertawaf di Ka'bah secara
rahsia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar
masuk Islam ia menampakkan
keislamannya dan ia menantang orang yang
mencegahnya untuk bertawaf,
bahkan banyak orang-orang memberikan jalan
padanya saat tawaf. Mekah
mengetahui bahawa ia menghadapi suatu dakwah
yang akan dapat mengubah
jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai
menghantui para pemuka Quraisy dan mereka
menetapkan metode baru untuk
menghadapi kaum Muslim. Mereka yang
sebelumnya menggunakan metode
penghinaan dan pengejekan kini mulai
mencuba untuk memblokade
kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan.
Kaum musyrik mengadakan
perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot
kaum Muslim. Mereka
mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai
penghormatan kepadanya.
Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun
mereka memenuhinya dengan
berbagai macam patung yang mereka sembah
dalam rangka mendekatkan
mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu
menetapkan, hendaklah
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada
kaum Muslim dan hendaklah
mereka tidak menikah dengan kaum Muslim.
Dengan ketetapan yang kejam
tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum
Muslim dan membunuh
perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang
yang beriman kepadanya
terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka
dilindungi oleh keturunan
Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir
mahupun orang-orang beriman
kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di mana ia
bersama orang-orang Quraisy
menentang kaumnya.
Kemudian Dimulailah blokade
ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak
ada makanan dan minuman yang
datang kepada mereka, sehingga penderitaan
yang sulit kini dialami oleh
sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah perdagangan
datang ke Mekah dan salah
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di
pasar untuk membeli makanan
untuk keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan
berkata kepada para penjual,
wahai para pedagang, mahalkanlah dagangan
kalian terhadap sahabat-
sahabat Muhammad, sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin
kerugian yang kalian alami, bahkan aku akan
membeli apa saja yang ingin
mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut, para
pedagang pun menjual barang dagangannya
dengan harga yang tidak
wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah
keluarganya tanpa membawa sedikit
pun makanan. Kemudian pedagang itu
pergi ke Abu Lahab dan
meminta kepadanya agar membeli barang yang ingin
dibeli orang Muslim.
Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga
kaum Muslim merasakan
penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka
dalam keadaan kelaparan dan
kekurangan pakaian yang layak. Peperangan
ekonomi ini terjadi selama
tiga tahun penuh. Saking menderitanya para
sahabat sampai-sampai Sa'ad
bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari
untuk memenuhi hajatnya,
lalu ia mendengar suara gemerencing di bawah air
kencing. Tiba-tiba ia
menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia
mengambilnya dan
membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya
dengan air sampai bersih
lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut
wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan
seakan-akan ia melupakan
bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik
para pengikut agama-Nya agar
mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim
mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun
tersebut, tetapi aktiviti
dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah
surut. Kaum Muslim bertemu
orang-orang selain mereka pada musim haji lalu
mereka berbicara kepada
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT
dan mereka meminta kepada
para penghujung itu untuk mencari rahmat Allah
SWT dan ampunan-Nya.
Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka telah
memikat banyak orang
sehingga mereka masuk Islam. Bahkan orang-orang
musyrik mulai bertanya
kepada diri mereka dan mempertanyakan kebenaran
apa tindakan mereka. Lalu
kecemburuan kepada kebenaran mulai menyerang
hati.
Kemudian Selesailah
peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak
berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima
penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap
bertambah dan keimanan
mereka semakin kuat serta kepercayaan kepada
Allah SWT pun semakin
meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada
Nabi. Belum lama Rasulullah
saw merasakan dan menghirup udara segar
setelah tiga tahun masa
blokade dan beliau ingin memulai kehidupan barunya
dan dakwahnya, sehingga
beliau dikejutkan dengan kematian isteri tercintanya
Ummul Mukminin Khadijah dan
kematian bapa saudaranya yang tercinta Abu
Thalib.
Abu Thalib adalah seorang
yang besar yang memiliki kewibawaan di
tengah-tengah kaum Quraisy,
sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti
Nabi menjadi terbatas ketika
mereka berhadapan dengan "tembok
perlindungan" Abu
Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah
merupakan tempat
perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati yang
sangat penyayang yang banyak
menghibur Nabi saat beliau berdakwah.
Khadijah adalah sebaik-baik
teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi
Khadijah Rasulullah saw
adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik suami,
sebaik-baik pembantu, dan
sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih
ketika kehilangan dua orang yang sangat
berpengaruh dalam
kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan
tahun tersebut dengan tahun
kesedihan. Sebaliknya, orang- orang musyrik
justru bergembira dengan
kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap
bahawa Rasul saw tidak lagi
memiliki seorang tua yang mampu melindunginya
dan tidak lagi memiliki
seorang isteri yang dapat meringankan beban
penderitaannya.
Setelah kematian dua orang
tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum
Quraisy kepada Nabi semakin
meningkat dan orang-orang musyrik memilih
waktu yang tepat untuk
menyembelih binatang di Mekah lalu mereka
membawa usus-usus atau
jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan
meletakkannya di atas
punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita
memilukan itu sampai kepada
puteri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga
ia segera datang dan
berusaha membela ayahnya dan membersihkan kotoran
yang ada di pundak ayahnya
itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra
yang senantiasa melindungi
ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw
ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai
pada batas di mana anak
perempuan beliau pun turut membelanya. Namun
beliau tetap bersabar dalam
berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari
beliau berfikir untuk pergi
ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if.
Barangkali beliau berkata
dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati
yang telah membeku dan telah
berhubungan mesra dengan kebatilan lalu
mengapa aku tidak pergi ke
Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan
pintu dakwah di sana.
Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan terbuka
guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik
memperlakukan blokade umum atas dakwah yang
dipimpin oleh Rasulullah saw
sehingga tekanan kepada beliau semakin
meningkat sampai pada batas
di mana pergerakan dakwah tidak dapat
bergerak satu langkah pun.
Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan Nabi.
Beliau ingin untuk
melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau
memutuskan untuk pergi ke
Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if lebih dari
tujuh puluh kilo meter. Nabi
menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki,
pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui
pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak
Rasulullah saw saat beliau
pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah
SWT ini. Yang kita ketahui
adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan
membawa rahmat dunia dan
akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap
baik Rasulullah saw itu
dengan tindakan Jahiliah. Mereka bersikap buruk
kepada beliau dan
mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana selama
sepuluh hari. Beliau
mundar-mandir dari satu
rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar
yang lain dan dari satu
jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang
mendengar kedatangan beliau
di sana; tak seorang pun yang mahu mendengar
dakwah beliau dan tak
seorang pun yang mahu beriman kepada ajakannya.
Bahkan masyarakat di situ
semakin menjadi-jadi dalam menyerang Rasulullah
saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang
mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke
Mekah. Rasulullah saw
berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di
sana agar merahsiakan
kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang
beliau terima di Mekah terhadap
agama yang dibawanya tidak semakin
menjadi-jadi. Tetapi
penduduk Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini.
Mereka tidak cukup melakukan
hal itu tetapi mereka melakukan perbuatan
terburuk yang dilakukan
manusia terhadap sesama manusia. Mereka menahan
keluarga orang-orang yang
bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk dua
barisan dan memerintahkan
mereka untuk melempari Rasulullah saw dengan
batu dan mengejeknya. Nabi
keluar dari Tha'if dan beliau mendapatkan
lemparan bertubi-tubi dari
keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan kepedihan
saat kakinya terkena
lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur dari kaki
beliau.
Kemudian Rasulullah saw
diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang
dimiliki oleh dua orang dari
orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di
bawah naungan pohon anggur.
Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan
melihat keadaan orang yang
terusir dan terluka itu. Mereka membawa
kepadanya setangkai anggur
dengan seorang pembantu. Pembantu mereka
adalah seorang Nasrani yang
bernama Adas. Si pembantu meletakkan setangkai
anggur itu depan Rasul saw
lalu beliau menghulurkan tangannya kepadanya
sambil berkata:
"Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha
Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak
begitu dikenal oleh penduduk
negeri ini. Nabi berkata:
"Anda dari daerah
mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari
Nainawa." Nabi berkata:
"Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana
engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah
saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawapan Rasul saw,
Adas segera merobohkan tubuhnya di depan
kedua kaki Rasul saw lalu ia
menciuminya sambil menangis. Akhirnya,
pembantu Nasrani itu masuk
Islam sehingga ia menambah barisan kaum
Muslim. Ia adalah seorang
yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah
ke Tha'if. Inilah harga yang
harus dibayar Rasulullah saw selama dua minggu
saat beliau berada di
Tha'if, dan kemudian beliau terkena cubaan dengan
mengucurnya darah dari kaki
beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw
kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan
ditolak oleh penduduk Tha'if
dan kini beliau kembali menerima penolakan itu
di Mekah. Meskipun demikian,
beliau merasakan kesedihan yang mendalam
melihat sikap kaumnya. Namun
ketika kebencian semakin deras mengalir
kepada beliau, hati beliau
justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi
dengan rahmat kemudian
datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di
dalamnya Islam asing, dan
tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa
penolong.
Pada saat demikian ini
ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu
langit turut campur dan
terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada
diri Nabi, yaitu Isra' dan
Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan
dengan dakwah Islam; ia
tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau
menetapkannya tetapi ia
datang semata- mata untuk memperkuat keteguhan
Nabi dan sebagai
penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin
berkata kepada Nabi, jika
saja penduduk bumi tidak memujimu, maka
penduduk langit mengenal
kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak
kepadamu dan jika manusia
menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu,
maka sesungguhnya Allah SWT
memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda
kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj
dalam sejarah para nabi
sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada
tandingannya dibandingkan
dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui
bahawa di deretan para nabi
ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT
sebagai para kekasih-Nya dan
sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi
Ibrahim. Kita juga melihat
bahawa di antara para nabi ada seseorang yang
diajak bicara oleh Allah SWT
tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga
melihat di antara para nabi
ada yang didukung oleh Allah SWT dengan Ruhul
kudus, seperti Nabi Isa.
Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan
seorang nabi yang diajak dan
dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke
sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril
dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril
berdiri di suatu tempat dan
Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari
tingkat kehormatan di mana
pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan
sejarawan tidak dapat
menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat
dalam kisah para nabi
seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya agar
memperlihatkan kepadanya
bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang
mati. Allah SWT bertanya
kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu?
Ibrahim menjawab: bahawa ia
beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya.
Kita juga melihat dalam
kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada
Allah SWT memancar dalam
kalbunya sehingga ia meminta: "Ya Tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau)
kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". (QS. al-A'raf:
143)
Namun Allah SWT menjawab
kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah
SWT atas manusia. Nabi Musa
memahami bahawa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari
Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah
ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan
meminta kepadanya untuk
diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia
tidak meminta kepada
Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak
berusaha mencari ketenangan
dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT
termasuk bentuk cinta yang
sulit untuk difahami atau diselami kedalamannya
oleh para tokoh pencinta dan
cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang
menimbulkan berbagai
pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat
permintaan menuju ke tingkat
penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala
sesuatu yang menggelisahkan
Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat
beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan
terluka akibat perbuatan
kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku,
maka aku tidak peduli dengan
mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang
tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut
menyebabkan beliau merasa
rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau
tidak murka kepadaku
..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha
Allah SWT dan yang beliau
khuatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan
Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab
yang paling layak dan paling
tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau
sebagai orang Muslim yang
paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra'
dan Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah
menghormati keperibadian
Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan
peranan akal dan hati secara
bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung
oleh berbagai macam mukjizat
yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi
yang diangkat ke langit
seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan
mereka sebagai bentuk
menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau
penyaliban. Mukjizat mereka
saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk
akhir dari aktiviti mereka
di muka bumi.
Ini adalah kali pertama
ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat
utamanya di langit; suatu
mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang
diangkat ke langit dengan
jasadnya dan rohaninya saat beliau masih hidup. Di
sana Allah SWT
memperlihatkan kepadanya tanda- tanda kekuasaan-Nya.
Kemudian beliau kembali ke
bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai
macam tantangan dan cubaan
yang biasa diterima oleh penduduk bumi.
Muhammad bin Abdillah adalah
manusia yang pertama melewati planet bumi
dan beliau menembus bulan
dan matahari dan bintang-bintang. Kita
menyaksikan di zaman kita
manusia pertama atau astronaut pertama yang
mampu menembus ruang
angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembusi
oleh manusia setelah empat
belas abad dari turunnya risalah Muhammad saw,
namun sejak empat belas abad
yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus
ruang angkasa itu, bahkan
beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak
al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas
yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau
menembus alam ghaib.
Bukankah syurga bahagian dari alam ghaib? Beliau
sampai di syurga. Allah SWT
menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau
sampai pada batas
terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui
hakikat ilmu tersebut
kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat
Mi'raj, meskipun
kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj
dikutip oleh dua surah yang
berbeza dalam Al- Qur'an al-Karim. Allah SWT
berfirman tentang mukjizat
Isra':
"Maha Suci Allah, yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkali sekelilingnya
agar Kami perlihatkan
kepadanya sebahagian dari tanda-tanda (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan
mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain,
(yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada
syurga tempat tinggal.
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang
meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah
melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling
besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj,
Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan
berdoa kepada Allah SWT.
Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air
matanya mengucur; beliau
tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau
tawaf sendirian lalu
orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang
beliau dengan pandangan
kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah
SWT melihat hamba-Nya yang
khusyuk itu lalu Allah SWT menurunkan
perintah-Nya kepada Ruhul
Amin yaitu malaikat Jibril agar menemani
hamba-Nya dari Masjidil
Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian membawanya
naik ke langit agar dia
dapat melihat tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia
dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di
Mekah, Nabi saw sedang tidur
dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril
turun dan memasuki rumah
sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang
Nabi dan ia melihat
kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu
membangunkan Rasul saw
kemudian beliau membuka kedua matanya dan
bangkit dari tempat
tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi
saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah
SWT ingin agar engkau
melihat sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di
alam. Kemudian Jibril
berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah
dan beliau menyaksikan Buraq
yaitu makhluk yang menyerupai burung dan
mempunyai sayap seperti
burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat.
kerana itu, ia dinamakan
dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah
cahaya. Cahaya adalah
makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan
cahaya pada satu detik
saja mencapai 186 ribu mil.
Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang
kenderaan luar angkasa yang
digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan
bertanya bagaimana Nabi saw
menembus alam ruang angkasa tanpa ada
latihan sebelumnya dan
berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang
pergi; kami juga tidak akan
bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak
hairan dengan usaha
penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya
tentang semua itu kerana
kita mempunyai satu jawapan
dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal
itu terjadi dan untuk itu
Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama berselisih
pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan
roh saja atau dengan rohani
dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan
bahawa itu terjadi dengan
roh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada
perselisihan akal dan
terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan
bertanya tentang kekuasaan
Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah
ini terhadap sebab-sebab
yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau
logik kemanusiaan. Allah
Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah
seseorang akan bertanya,
bagaimana Rasulullah saw naik berserta roh dan
fiziknya ke puncak segala
puncak di langit kemudian beliau kembali sebelum
tempat tidurnya dingin?
Mukjizat apa yang terjadi di sini yang melebihi
mukjizat berubahnya air mani
menjadi manusia dan berubahnya benih menjadi
pohon atau mukjizat air yang
menghidupkan tanah, atau ia mampu memuaskan
kehausan si dahaga atau
mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum
pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq
menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi
saw menungganginya bersama
Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari
cahaya di atas gunung Mekah
dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril
mengisyaratkan agar menuju
arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril
berkata di tempat yang
diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as.
Kemudian Buraq kembali pergi
ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat
ini yang berjalan lebih
cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya
dan ia tidak berubah dari
cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril
dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki
masjid dan beliau mendapati
semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah
SWT membangkitkan gambar
para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan
mereka di Masjid Aqsha. Para
malaikat memberinya suatu bejana yang di
dalamnya terdapat susu dan
bejana yang lain yang di dalamnya terdapat
khamer. Lalu beliau memilih
susu dan meminumnya. Dikatakan pada beliau,
sesungguhnya engkau telah
memilih fitrah dan umatmu akan memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul
saw dan datanglah waktu solat. Para nabi bertanya
di antara sesama mereka,
siapa di antara mereka yang menjadi imam solat,
apakah itu Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada
Muhammad saw, sesungguhnya
Allah SWT memerintahkanmu untuk solat
bersama para nabi.
Rasulullah saw berdiri dan solat bersama para nabi. Mereka
semua adalah orang-orang
Muslim dan beliau adalah orang-orang Muslim yang
pertama. Secara logik bahawa
beliau layak menjadi imam dari para nabi
sebagaimana kitabnya
dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab yang
mendahuluinya. Beliau
membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau
menangis saat membacanya.
Kekhusyukan beliau saat membacanya membuat
para nabi pun menangis. Dan
ketika para nabi sujud di belakang imam mereka,
pohon-pohon dan
bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu solat dan
para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke
langit yang mereka tinggal
di dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril
dan mereka kembali
menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq
semakin meninggi dan ia melewati
langit pertama lalu beliau menyaksikan Nabi
Adam. Kemudian ada panggilan
dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin
meninggi dan menjauh."
Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah
semakin terbang menjauh ia
melampaui langit demi langit. Beliau melampaui
tempat materi dan mulai
menjangkau tempat rohani dan melewatinya. Beliau
bersiap berdiri di haribaan
Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan
di puncak rohani dalam
kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan
Nabi Adam di langit pertama dan melampaui
kedudukan Nabi Yahya dan
Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik
kemuliaan memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian
hamba Allah SWT dan Nabi-Nya
yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi
lagi. Beliau melampaui
langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ke
tujuh. Beliau melampaui alam
materi semuanya dan melampaui alam rohani.
Akhirnya, beliau sampai ke
Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang
suci yang Allah SWT menamakannya
dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di
sana Nabi melihat dan
menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang
kita tidak
mampu mengetahuinya dan
memahaminya bahkan
membayangkannya:
"(Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada
tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan
kebesaran yang misteri ini,
Allah SWT memberitahu kita bahawa terjadilah hal
penting di sana meskipun
hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu
yang Allah SWT sembunyikan
dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu
adalah mukjizat yang khusus
baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak
tersingkap tabirnya kerana
ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh
pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik
syurga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku
lebih tinggi lagi."
Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat
yang tinggi. Kali ini beliau
melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu
beliau mendapatinya dalam
keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak
berada dalam wujud manusia
seperti yang Nabi saksikan ketika berada di
dunia. Jibril as kembali ke
dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia
merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang
Allah SWT janjikan untuk di perlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad)
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula)
melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi
dengan hati dan mata serta panca indera yang
dikenal dan yang tidak
dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana
bukan mimpi, bukan khayalan,
dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua
itu dengan jasadnya dan rohaninya:
"Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula)
melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw
menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi.
Beliau semakin naik ke
tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di
hadapan Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia
dan di akhirat. Orang Muslim
yang paling sempurna itu bersujud di hadapan
Tuhan Sang Pencipta sambil
berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan
serta selawat yang baik
tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT
membalasnya: "Salam
kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta
berkat-Nya juga tercurah
kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar
ucapan itu bertasbih dan
mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada
hamba-hamba Allah SWT yang
soleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut
merupakan permulaan tahiyat (penghormatan)
yang diucapkan orang-orang
Muslim saat mereka melaksanakan solat pada
setiap hari. Solat telah
diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang
besar ini. Hal popular di
kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahawa Allah
SWT mewajibkan atas Nabi
mula-mula lima puluh solat sehari. Kemudian Nabi
turun dari langit lalu
beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa
bertanya kepadanya tentang
jumlah solat yang diwajibkan Allah SWT kepada
umatnya. Nabi menceritakan
bahawa Allah SWT telah menentukan lima puluh
kali solat. Nabi Musa
berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk
melakukan solat itu, maka
kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah
kepadanya agar Dia
meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada
Tuhan-Nya sehingga Allah SWT
meringankan solat hingga sepuluh kali. Setelah
itu, Nabi kembali bertemu
dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa
memperingatkannya. Kemudian
Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga
sampai diturunkan solat dari
lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun
solat yang lima kali itu
pahalanya sama dengan solat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah
tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab
ulama yang benar-benar
teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan
rekayasa orang-orang Yahudi
di mana mereka masuk Islam dan mereka
memenuhi kitab-kitab dengan
dongeng-dongeng khurafat dan mereka
menisbatkannya kepada Rasul.
Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan
Musa sebagai seorang Nabi
yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta
keringanan atas umatnya
sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang
lebih mengetahui sesuatu
yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami
sendiri cenderung untuk
menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahawa
pertemuan Nabi dengan Allah
SWT menimbulkan rasa kebesaran dan
kewibawaan yang luar biasa
sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat
berat baginya untuk kembali
lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat
hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan
dan tidak mampu ditulis
dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang
tidak dapat difahami oleh
manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak
menyebutkan apa saja yang di
lihat oleh Nabi kerana itu merupakan rahsia
antara Nabi dan Tuhannya dan
mukjizat yang khusus yang diperuntukkan
baginya sebagai bentuk
penghormatan kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak
menyebutkan itu semua untuk
menegaskan bahawa beliau melihat tanda dari
tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa
yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami
bayangkan adalah, bahawa
Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan
Tuhannya dan beliau menangis
kerana gembira. Kesedihan hatinya telah hilang
selamanya. Setelah Nabi
melihat rahsia dan setelah penghormatan yang besar
ini, beliau kembali menemani
Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke
bumi. Beliau kembali dan
mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana
beliau pergi dan kembali
sementara tempat tidurnya belum dingin? Berapa
lama waktu yang diperlukannya
saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya
Allah SWT semata yang
mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahawa
Rasulullah saw kembali ke
tempat tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya
dipenuhi dengan kegembiraan
serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan
kepuasan serta kefanaan
dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu
pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan
pengalaman tersebut kepada
sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik
sehingga berimanlah
orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan
kepadanya orang-orang yang
mendustakannya. Namun beliau tidak peduli
dengan semua itu. Nabi terus
melangsungkan perjuangannya dengan penuh
kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu
masa di mana Nabi saw mengetahui bahawa dakwah
Islam di Mekah telah
mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan
sangat tidak mendukung bagi
kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan
dakwahnya. Lalu Allah SWT
mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah.
Kemudian mulalah Nabi
berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun
beliau di Mekah. Islam ingin
membangun negaranya dan ingin menghilangkan
pengepungan dan serangan
kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan
sedikit dalam keadaan kaum
Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam
musim haji untuk menunjukkan dirinya pada
kabilah-kabilah Arab
sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim.
Beliau berada di tempat yang
bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan
jemaah dari Khazraj.
Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa kalian?"
Mereka menjawab: "Kami
berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata.
"apakah kalian termasuk
pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar."
Beliau berkata, "maukah
kalian duduk bersama aku kerana aku ingin sedikit
berbicara dengan
kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk
bersama Nabi lalu beliau
mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit
menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan
Al-Qur'an. Enam orang
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw.
Setelah beliau selesai dari
pembicaraannya, mereka membenarkannya dan
beriman kepadanya. Kemudian
mereka menceritakan kepada Nabi saw bahawa
mereka meninggalkan kaumnya
kerana kaum mereka terlibat peperangan dan
kebencian. Mudah- mudahan
Allah SWT mengumpulkan mereka dengan
kedatangan Nabi saw yang
mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa
mereka akan menceritakan
kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi
saw dan akan mengajak mereka
untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke
kota Madinah yang berubah namanya menjadi
Madinah Munawarah yang
sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah.
Allah SWT berkehendak untuk
meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu
kembali ke Madinah dan
mereka membawa Islam di hati mereka sehingga
banyak orang yang masuk
Islam.
Kemudian datanglah musim
haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang
lelaki dari orang-orang yang
beriman yang di antara mereka terdapat enam
orang yang Rasulullah saw
telah berdakwah kepada mereka pada musim yang
dulu dan Nabi saw menemui
mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan
solat pada mereka agar
mereka mempertahankan keimanan dan membela
dakwah kebenaran serta
kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke
Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari
tokoh Islam yaitu Mus'ab bin
Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di
Madinah dan ia mengajari
manusia tentang agama mereka dan membacakan
kepada mereka Al-Qur'an dan
menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah.
Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita kaum
Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan
rahmat tetapi beliau justru
mendapatkan angin kebencian?
Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah
saw teraniaya dan terusir di
Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh
puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari
penduduk Madinah Munawarah.
Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan
sendirian dan
berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah
pertamanya dalam hati mereka
sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya
serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum
Muslim mempengaruhi jiwa
mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan
kenikmatan tidur dan
nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan.
Orang-orang yang baik itu
datang dan berniat kepada Rasul saw untuk
membela beliau menolongnya
dan melindunginya serta siap untuk mati di
jalannya. Mereka datang
setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka
memberikan segala sesuatu
untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai
pencinta-pencinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci
meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah
al-Kubra. Dalam kitab
tersebut dikatakan bahawa Abbas Ibnu Abdul Muthalib
datang bersama Nabi dan saat
itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia
ingin menyelesaikan urusan
anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia
mengatakan suatu pernyataan
yang mengisyaratkan bahawa Muhammad saw
mendapatkan kemuliaan dari
kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia
enggan dan memilih untuk
bergabung bersama kalian wahai penduduk
Madinah. Jika kalian
memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia,
namun jika kalian khawatir
jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka
mulai dari sekarang
biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut
berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah
keluarga namun penduduk
Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas
itu kerana ia bukan termasuk
dari agama mereka dan ia tidak mengetahui
tingkat cinta kepada Rasul
saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib
menunggu jawapan dari
penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya,
"Kami telah mendengar
apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya
Rasulullah, ambillah untuk
dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawapan
sekelompok orang yang mukmin dari penduduk
Madinah ini sehingga
Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas
bin Abu Muthalib tersembunyi
dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah
Rasulullah saw mengucapkan
kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa
pun. Cukup hanya Nabi yang
berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka
meminta kepada beliau agar
mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja
yang beliau sukai; mereka
merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki
keputusan. Nabi berbicara
lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak ke
jalan Allah SWT. Kemudian
beliau berbicara tentang Islam dan beliau
membaiat mereka agar
membantu beliau sehingga mereka pun membaiat
kepadanya. Demikianlah
terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih
oleh Allah SWT itu mengetahui bahawa sebentar lagi
mereka akan diajak untuk
mengangkat senjata: mereka diajak untuk
mendapatkan kematian di
bawah naungan pedang. Mereka menenangkan
Rasulullah saw bahawa beliau
akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih
dalam peperangan kerana
mereka mewarisi dari datuk-datuk mereka.
Salah seorang dari tujuh
puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting.
Abul Haitsyam berkata:
"sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan
Yahudi terdapat suatu tali
ikatan, maka mereka boleh jadi akan
memutuskannya lalu, apakah
sikap yang harus kita ambil jika mereka lakukan
hal itu dan memusuhi
orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi
dan memenangkan atas
kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan
meninggalkan mereka di bawah
kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahawa
pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada
Nabi dan keinginan agar Nabi
tetap bersama mereka selama perjalanan hari
dan bulan. Masalah yang
dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas
adalah masalah perlindungan
mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak
lagi diperdebatkan oleh
orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah.
Namun masalah yang mereka
inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan
keberadaan Nabi bersama
mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau
mengatakan kalimat-kalimat yang justru
menekankan bahawa ikatan
akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau
berkata: "Tetapi darah
adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku
dari kalian dan kalian
dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian
perangi dan aku akan
berdamai dengan orang- orang yang kalian berdamai
dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah
pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian
berita tentang baiat ini
sampai ke telinga orang-orang Mekah dan para tokoh
musyrik, lalu mereka justru
menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan
kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul
di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan
mengambil sesuatu keputusan
penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang
dari mereka mengusulkan agar
beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang di
penjara sehingga beliau mati
kelaparan. Sebahagian lagi mengusulkan agar
beliau dibuang dari Mekah
dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka
mengambil dari setiap
keluarga dari keluarga- keluarga Quraisy seorang
pemuda yang kuat, kemudian
setiap dari mereka diberi pedang yang terhunus
dan hendaklah mereka
memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka
berhasil membunuhnya nescaya
semua kabilah bertanggungjawab terhadap
darah sang Nabi dan Bani
Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi
orang Arab semuanya dan
mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari
pembunuhan itu. Demikianlah
persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat
untuk melaksanakan hal itu.
Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap
persekongkolan yang
dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika
orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu
untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka
memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih
Pembalas tipu daya."
(QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada
Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai
menyiapkan sarana-sarana
untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan
tersebut bahkan beliau tidak
memberitahu sahabat yang akan menemaninya.
Rasulullah saw menyewa
seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang
mengenal padang gurun
seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang
menghairankan penunjuk jalan
itu adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi
meminta bantuan kepada orang
yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam
pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw
memerintahkan Ali bin Abi
Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam
tersebut. Datanglah
pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari
rumahnya. Para pemuda Mekah
mengepung rumah. Mereka menghunuskan
pedangnya. Nabi menggenggam
tanah lalu beliau melemparkannya ke arah
kaum sehingga mereka pun
merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus
kepungan mereka. Beliau
keluar dari Mekah dan berhijrah. Dengan langkah
yang diberkati ini, kaum
Muslim menanggali tahun-tahun mereka.
Tahun dalam Islam adalah
tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali
tahun mereka dengan
kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi.
Adapun tahun-tahun Islam,
maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah
saw keluar berhijrah di
jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari
penindasan tetapi lari dari
kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari
keamanan tetapi keluar dari
bahaya. Islam di Mekah hanya dapat
mempertahankan dirinya
tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia
mempertahankan dirinya
ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa
yang dihabiskan di Mekah,
tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat
senjata. Ketika mereka
keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata
dan mulai menyalakan obor
peperangan. Islam mulai membawa senjata
sebagaimana luka akan sembuh
dengan syarat jika diubati. Nabi saw
mengetahui bahawa Islam
tidak akan menghabiskan usianya hanya untuk
melawan serangan pada
dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin mendirikan
negaranya yang pertama yaitu
suatu negara yang belum pernah dikenal di
muka bumi negara seperti
itu. Negara yang mencapai keadilan, kasih sayang,
dan idealisme yang begitu
luar biasa di mana hukum Allah SWT ditegakkan dan
kehormatan manusia
benar-benar dijaga.
Inilah kedalaman hijrah yang
mengesankan yaitu pendirian negara Islam
setelah sebelumnya membangun
individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul
saw membangun masyarakat
Muslim dan membangun masjid, maka beliau
membangun suatu negara
Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak akan
bertanya, apa gunanya pembangunan masjid
ditingkatkan sementara Islam
masih mengalami penindasan di muka bumi.
Kami kira pembaca lebih
pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahawa
masjid yang dibangun
Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan
dari keletihan, tetapi
masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan
Islam dan kepemimpinan
menuju peperangan Islam.
Manusia mandi di masjid
dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di
kancah peperangan dengan
darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di
antara mereka yang akan
terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya?
Demikianlah perlumbaan dalam
perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan
cara demikianlah Islam
tersebar.
Sementara itu, Nabi
berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama Tsur.
Beliau masuk ke gua itu
bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang- orang
musyrik pergi menyusul
beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka
sampai ke gunung itu. Abu
Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan
gelisah, "seandainya
salah seorang mereka melihat di bawah kakinya nescaya
mereka akan melihat
kita."
Dengan tenang, Rasulullah
saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata:
"Wahai Abu Bakar apa
yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat
yang sepi sementara Allah
SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum
Rasulullah saw mengakhiri
kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai dari
menenun rumahnya di atas
pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa
kaum musyrik mengikuti jejak
sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung
Tsur lalu di situlah mereka
mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung
dan mendaki gua itu. Lalu
mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat
tenunan laba-laba. Mereka
mengatakan, seandainya seseorang masuk di
dalamnya nescaya tidak akan
terdapat tenunan laba-laba di atas pintunya.
Beliau tinggal di gua itu
selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan
laba-laba yang lembut dimenangkan atas
ketajaman pedang kaum
musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya pun
selamat. Kini, kedua orang
itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut
mereka. Ketika Rasulullah
saw dan sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula
masyarakat tidak mengenal
siapa di antara mereka yang menjadi Rasul kerana
saking baiknya sikap Rasul
terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi
kota Madinah. Beliau
membangun masjid dan mendirikan negaranya serta
memerangi musuh-musuhnya dan
tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan
dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam akal
dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah
padam. Kemudian
berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah
di mana beliau tidak
menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga
selama masa tiga belas tahun
yang beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak
mendapatkan istirahat yang
cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk Allah
SWT dan hanya untuk Islam.
Beban berat yang dipikul oleh punggung beliau
yang mulia lebih berat dari
beban yang dipikul oleh gunung. Meskipun beliau
seorang diri, tetapi beliau
mampu memikul amanat yang pernah Allah SWT
tawarkan kepada langit dan
bumi serta gunung namun mereka pun enggan
untuk memikulnya. kerana
mereka menyedari bahawa mereka tidak akan
mampu memikulnya. Lalu
datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul
amanat itu dan
melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk
menyampaikan agama
Allah SWT; amanat untuk
menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan
khurafatisme: amanat yang
mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada
Allah SWT.
Kemudian mengalirlah dalam
memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar
hidup: bagaimana saat beliau
memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal
beberapa memori dan
nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya
dengan membawa risalah di
gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan
bertiuplah angin kebencian
kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir
tuduhan-tuduhan yang
dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil
tersenyum dan hatinya
dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang
gurun dan kesendirian serta
badai kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan
selain Allah SWT.
Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat
itu tampak sederhana namun
ia mampu membangkitkan dunia. Dan
bergeraklah patung-patung
yang begitu banyak yang memenuhi kehidupan dan
mereka membekali dirinya
dengan kegelapan dan kebencian yang dialamatkan
kepada sang Nabi. Para
pembesar. para penguasa, wang, emas, serta
kebencian dan kedengkian
syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang
munafik, semua ini menjadi
musuh nyata sang Nabi pada saat beliau
mengatakan "tiada Tuhan
selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah
bin Nofel ketika
menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang
dialami beliau di gua Hira.
Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa
kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat
panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan
kepala dan rasa panas sangat
mencekik tenggorokan dan rasa pusing- pusing
pun semakin meningkat.
Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau
disambut oleh kaum Anshar
dengan sambutan luar biasa. Beliau datang
sendirian lalu mereka
menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu
mereka mengamankannya;
beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka
memberinya makanan; beliau
datang dalam keadaan terusir lalu mereka
memberikan perlindungan.
Bangunan Islam mulai
ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun
negaranya setelah beliau
membangun sumber daya manusia Islam yang
tangguh. Yang pertama kali
dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah itu
beliau baru membangun
negara. Tidak ada nilai yang bererti dari satu sistem
yang hanya berdasarkan
prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar
tinta di atas kertas.
Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai
apa pun yang diperlakukan di
dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada
masa-masa pertamanya suatu
sistem yang belum pernah dikenal dalam
kehidupan manusia suatu
sistem seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan
keadilan, persaudaraan, dan
kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang
pertama kali dilakukan
Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di
situlah unta yang
ditungganginya berhenti. Masjid itu tampak sederhana.
Tikarnya terdiri dari
pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari
batang-batang kurma. Barangkali
ketika turun hujan, maka
tanahnya akan menjadi lumpur
kerana mendapat siraman air hujan. Mungkin
ketika angin bertiup dengan
kencang, maka ia akan mencabut sebahagian dari
atapnya.
Di bangunan yang sederhana
ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang
tangguh yang dapat
menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa
yang bejat dan mereka mampu
mengembalikan kebenaran ke singgahsananya
yang terusir dan terampas.
Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi.
Masjid itu tampak kecil dan
sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan
kebesaran; masjid itu tidak
menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya
Al-Qur'an dibaca lalu
orang-orang yang mendengarnya menganggap bahawa
mereka benar dan mendapatkan
perintah harian untuk menerapkan dan
melaksanakan apa- apa yang
mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid
bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk
akan merasa terpengaruh
dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan
masjid di dalam Islam
bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut
kaum Muslim semua bumi
adalah masjid namun masjid adalah simbol
peradaban yang beriman
kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia
menyuarakan ilmu, kebebasan
dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang
persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan
ribuan kata-kata. Sedangkan
Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan
itu secara praktis, yakni
ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan
Al-Qur'an. Nabi mulai
mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana
sahabat Anshar Sa'ad bin
Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan
dengan Abdul Rahman bin
'Auf, seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad
berkata kepada Abdul Rahman:
"Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang
banyak daripada kamu. Aku telah membagi
hartaku menjadi dua bahagian
dan sebahagiannya aku peruntukan bagimu. Lalu
aku mempunyai dua orang
wanita, maka lihatlah siapa di antara mereka yang
mampu memikatmu sehingga aku
menceraikannya lalu engkau dapat
menikahinya." Abdul
Rahman bin 'Auf menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT
memberkatimu, keluargamu,
dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau
berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar
menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan
membawa sesuatu yang dapat
dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap
baik Sa'ad dan
kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah
SWT dan lebih memilih untuk
bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu
hari demi hari kecuali ia
tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali
dirinya dan melaksanakan
pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam
terbentuk dan menampakkan identitinya
berdasarkan cinta,
kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut
Islam bukan suatu
penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan daging
sebagaimana dikatakan
peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam
Islam melebihi ruang lingkup
materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
"Dan katakanlah:
'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran bahawa apa yang
kita kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT
menjadikan pekerjaan itu
mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang
melampaui nikmatnya memakan
roti dan daging. Setelah bekerja, datanglah
cinta. Cinta dalam Islam
bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati dan
tidak diwujudkan oleh suatu
perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah
harian yang akan mengubah
bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang
lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim mencintai
Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai
Rasulullah saw dan mencintai
kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai
dengan orang-orang Muslim,
meskipun keyakinan mereka berbeza dengannya.
Bahkan seorang Muslim
mencintai makhluk secara keseluruhan: ia mencintai
anak-anak, haiwan, bunga,
pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun
mendapat cinta dari seorang
Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar
seorang Muslim akan
merasakan cinta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap
alam dan lingkungan di
sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang tinggi.
Seorang Muslim akan mewarisi
cinta yang sebenarnya seperti yang diwarisi Nabi
Isa terhadap lingkungan yang
baik yang ada di sekitarnya di mana ketika Nabi
Isa melihat tubuh anjing
yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat selain
keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang
tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta
itu pun tertuju kepada
binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini
tidak akan terwujud dengan
suatu keputusan dan tidak ditetapkan dengan
suatu undang-undang, tetapi
cinta itu datang biasanya akibat dari kepuasaan
akal dan hati dengan adanya
kepemimpinan besar yang hati cenderung
kepadanya dan akal mengambil
darinya. Dan yang dimaksud dengan
kepemimpinan besar tersebut
adalah keberadaan sang Nabi. Beliau adalah
cermin terbesar dari tingkat
cinta yang tertinggi. Beliau adalah seorang yang
paling banyak berbuat demi
Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan
balasan darinya. Meskipun
beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam
kesederhanaan. Beliau adalah
seorang tentera yang paling sederhana. Tempat
tidurnya bersih tetapi
kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan
yang di dalamnya memasak
berbagai macam hidangan. Beliau justru
menyiapkan hidangan yang
sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah
roti kering yang dicampur
dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah
tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyedari bahawa
kesempurnaan Islam tidak akan terwujud
kecuali ketika cinta Allah
SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta
diri sendiri, cinta kepada
wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan,
kehidupan, dan apa saja yang
tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan
Rasul-Nya. Demikianlah kaum
Muslim sangat mencintai pemimpin mereka lebih
dari kehidupan peribadi
mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut,
didirikanlah pemerintahan
Islam yang berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan,
musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan
sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh
Islam tetapi ia merupakan
tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah
membebaskan kaum Muslim dari
penyembahan selain dari-Nya. Dengan
demikian, runtuhlah semua
belenggu yang hinggap di atas akal, hati, dan
masyarakat. Seorang Muslim
memiliki - dalam Islam - suatu kebebasan yang
diberikan kepadanya agar ia
melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat
segala sesuatu dengan
akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu
yang dapat menenteramkan
hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan
mutlak yang menjurus kepada
anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan
dalam Islam adalah kebebasan
yang bertanggungjawab.
Dalam ruang lingkup nas-nas
yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau
sunah tidak ada kebebasan di
hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk
berlumba-lumba untuk
menerapkan apa yang mereka fahami. Selain itu,
seorang bebas sampai tidak
terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka sampai
tidak ada batasnya, kerana
pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu ijtihad
yakni menutup akal dan itu
bererti akan membawa kematian baginya. Islam
tidak menerima orang-orang
yang mati akalnya atau mengalami kemunduran;
Islam pada hakikatnya
memperlakukan manusia dari sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang
kamu menginginkan bahawa yang tidak
mempunyai kekuatan
senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki
untuk membenarkan yang benar
dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan
orang-orang kafir."
(QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam kerana
kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta
situasi ekonomi yang
memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang
tidak bersenjata; mereka
ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan
pasukan yang bersenjata;
mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan
dakwah. Namun Allah SWT
menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu
agar mereka berhadapan
dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu
memutus tali kekuatan
orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim
dalam peperangan Badar dengan membayangkan
bahawa mereka akan
mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun
Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat
pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar
Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya
pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru
harus memberi kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai
pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa mereka akan menemui
kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka
bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang
dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka
semua sepakat untuk terus
melakukan peperangan apa pun
hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus
dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw
berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri
kalian." Rasulullah saw
mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw
khawatir jika mereka
memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka
yang berisi agar mereka
melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja,
dan memang pasal-pasal dari
baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka
mengatakan kepada beliau:
"Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab
kepadamu sehingga engkau
sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di
negeri kami, maka kami akan
bertanggungjawab untuk melindungimu."
Majoriti pasukan terdiri
dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin
mengetahui keputusan
majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum
Anshar mengetahui bahawa
Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum
Anshar. Oleh kerana itu,
Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan
engkau menginginkan kami ya
Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian
kaum Anshar menyatakan apa
yang mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum
Anshar itu hilanglah kekhuatiran dan ketakutan
Nabi, bahkan beliau
bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw
telah mendidik mereka
berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal
perjanjian namun ia justru
tenggelam dalam esensinya dan kedalamannya yang
jauh. Kaum Anshar meyakinkan
Nabi bahawa mereka benar-benar beriman
kepadanya, mencintainya dan
akan mendengarkan apa saja yang beliau
katakan serta akan
benar-benar mentaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata:
"Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan
dan kami akan bersamamu.
Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran,
seandainya engkau membelah
lautan lalu engkau menyelam di dalamnya
nescaya kami akan menyelam
bersamamu dan tidak ada seseorang pun di
antara kami yang akan
meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar.
Kalimat tersebut menetapkan
peperangan paling penting dan paling berbahaya
dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan
Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza
dengan perasaan Nabi Musa
ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah
engkau wahai Musa bersama
Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di
sini hanya duduk-duduk
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa
seandainya Rasul saw
memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan
berjalan kaki di atas
ombaknya nescaya mereka akan melakukan hal itu
walaupun berakibat pada
tenggelamnya mereka dan kematian mereka dan tak
seorang pun yang akan
menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim
bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu
mereka membuat khemah-khemah
yang di situ ditentukan tempat
peristirahatan dan
pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul
saw. Allah SWT membiarkan
Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih
tempat sehingga itu akan
dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam
kaedah umum dari
kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan
untuk mengambil suatu
kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman.
Kemudian datanglah Habab bin
Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya
kepadanya, "apakah
tempat yang kita jadikan sebagai pusat pergerakan
tentera kita merupakan
pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak
dapat mendahuluinya dan
mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan
pendapat kita ataukah itu
hanya masalah yang bersifat teknik yakni itu
terserah pada pendapat kita
dan sesuai kebijakan saat perang dan ia
merupakan tipu daya
semata?"
Rasulullah saw berkata:
"Tetapi itu adalah pendapat peribadi, peperangan, dan
tipu daya." Habab
berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat."
Sahabat yang sarat
pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan Madinah
dapat minum darinya
sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil
darinya. Kemudian
berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah
ditentukan oleh pengalaman
militer.
Sampailah pasukan Mekah di
mana jumlah mereka mendekati seribu tentera
dan mereka akan berhadapan
dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim.
Pasukan Quraisy berada di
tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam
perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan
pahlawan-pahlawan mereka,
sedangkan pasukan Muslim terdiri dari
keluarga-keluarga, ipar-ipar
dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT
telah menentukan agar
seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara
bertemu dengan sesama
saudara dan sesama ipar bertemu di medan
peperangan. Mereka semua
dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka
ditentukan oleh pedang.
Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaedah
utama adalah kaedah
persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas
dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut
mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah
berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan
mengajak mereka untuk
menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan
pernyataan sesuai dengan
tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy
demi Allah, jika kalian
harus memerangi Muhammad, maka kalian akan
menyesal kerana kita
berhadapan dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh
jadi kita akan membunuh anak
paman kita, atau salah seorang dari kerabat
kita. Mengapa kalian tidak
membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional
tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah.
Sebahagian tentera merasa
puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka
melihat bahawa tidak ada
gunanya peperangan itu. Namun kebodohan justru
memadamkan kalimat yang
rasional itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang
mengucapkan kata-kata adalah
orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih
memilih pendapatnya untuk
menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu
Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak
pernah berbohong.
Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin
Syuraif menyendiri dalam
perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya
peperangan tersebut dan
bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah
engkau melihat bahawa
Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawab:
"Bagaimana mungkin ia
berbohong atas Allah, sedangkan kami telah
menamainya al-Amin (orang
yang dapat dipercayai)." Peperangan tersebut
bukan sebagai usaha untuk
mendustakan Rasul saw tetapi itu hanya
semata-mata untuk menjaga
kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan
ekonomi. Demikianlah
orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling
rendah yang ada di muka bumi
yang juga dipertahankan oleh binatang,
sementara kaum Muslim justru
mempertahankan nilai yang paling tinggi di
bumi dan di langit yang ikut
serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu
malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera
yang mukmin sudah
bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik.
Orang-orang musyrik datang
dengan menunggangi tunggangan mereka dan
tampak mereka memiliki
persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang
Muslim datang di atas satu
kenderaan. Pakaian yang dipakai orang-orang
musyrik tampak masih baru
dan pedang-pedang mereka tampak mengilat serta
baju besi yang mereka
gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka
memiliki persiapan yang
sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai
orang-orang Muslim tampak
sudah usang dan pedang-pedang kuno pun mereka
gunakan dan baju besi yang
mereka gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi melihat keadaan
pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat
pasukan tersebut. Beliau
berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang
yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah,
sesungguhnya mereka adalah
orang- orang yang tanpa alas kaki, maka
tolonglah mereka. Ya Allah,
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
tidak berpakaian, maka
berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk
menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka
beristirahat di
tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat
tempat itu basah sehingga
kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut
membasuh tanah perjalanan
dan menghilangkan debu- debu kepayahan serta
menyucikan hati dan
membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah
SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika
Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteram dari-Nya, dan
Allah menurunkan hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan
itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan syaitan
dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya
telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di
Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi
memerintahkan pasukan Muslim
untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika
musuh mengepung kalian, maka
usirlah mereka dengan panah dan janganlah
kalian menyerang mereka
sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan
militer yang sangat jitu yang bererti hendaklah kaum
Muslim membentengi mereka di
tempat-tempat mereka agar orang-orang
musyrik mendapatkan kerugian
dari serangan yang mereka lakukan. Kita
mengetahui dari ilmu militer
saat ini bahawa seorang yang menyerang
memerlukan tiga atau tiga
kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga
serangannya betul-betul
efektif; kita mengetahui bahawa jumlah pasukan
musyrik tiga kali lipat
dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum musyrik di
lihat dari segi jumlah
sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan
persenjataan mereka lebih
lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah
haiwan yang mereka miliki
pun sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap
tiga orang Muslim berperang
di atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat
menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda
kemenangan tampak menyertai
bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan
peperangan bukan kerana
kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang
lengkap. Terkadang
peperangan justru dimenangkan oleh unsur spirituil yang
tidak kelihatan. Spirituil
tentera dan keimanannya tentang persoalan yang
dipertahankannya serta
keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan:
kemenangan atau kematian dan
hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu
syahadah, semua itu dapat
mengubah seorang tentera menjadi makhluk yang
tidak terkalahkan. Boleh
jadi ia akan merasakan kematian tetapi jauh dari
kekalahan. Demikianlah
keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu
berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur
dan kaum Muslim mencurahkan
tenaga yang keras dalam peperangan itu.
Ketika dua pasukan saling
bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka,
lalu Nabi saw menyaksikan
pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah
sedikit dengan persenjataan
yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang
kafir. Dalam keadaan
demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada
Tuhannya: 'Ya Allah,
kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah,
wujudkanlah janji-Mu
kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka
Engkau tidak akan disembah
setelahnya di muka bumi." Renungkanlah,
bagaimana kesedihan Nabi
saat terjadi peperangan itu. Oleh kerana itu, kita
dapat memahami mengapa Nabi
saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi
Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan
Allah SWT dan saat ini
kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang
difikirkan oleh Nabi saw
pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw
melebihi hal yang sekarang
dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang
menjadi fokus Nabi adalah
penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah,
jika kelompok ini dihancurkan,
maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di
muka bumi."
Nabi tidak terlalu
mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru
mengkhuatirkan sesuatu yang
lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan
adalah penyembahan kepada
Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh
kerana itu, Nabi meminta
tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali
kepada Tuhannya dan Allah
SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah
bala tentera malaikat yang
dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
“diperkenankan-Nya bagimu:
'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan
seribu malaikat yang datang berturut-turut.'
Dan Allah tidak
menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai
khabar gembira dan agar
hatimu menjadi tenteram kerananya. Dan
kemenangan itu hanyalah dari
sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana."
(QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw
menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan
berita gembira wahai Abu
Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu
bantuan dari Allah
SWT."
Turunnya para malaikat
merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan
berita gembira kepada
mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan
para malaikat dalam
peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa
peranan malaikat tidak lebih
dari sekadar membawa berita gembira dan
memberikan dukungan moril
serta memenuhi hati dengan ketenangan. Kami
kira bahawa Allah SWT ingin
agar para malaikat menyaksikan manusia-manusia
malaikat yang mempertahankan
akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT
mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia bersama
mereka. Oleh kerana itu,
hendaklah orang-orang yang beriman merasa tenang
dan kebenaran akan tertancap
pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir
pasti akan merasakan
ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika
Tuhanmu
'Sesungguhnya Aku bersama mewahyukankamu,
maka kepada para malaikat:
teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan
Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah
kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang
demikian itu adalah kerana sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya;
dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat
keras seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu),
maka rasakanlah hukuman itu.
Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu
ada (lagi) azab
neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun
mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu,
terbunuhlah tujuh puluh
kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan
sebahagian pasukan melarikan
diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan
kelaliman di peperangan
tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan,
dan pahlawan-pahlawan Mekah
kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di
depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata:
"Wahai Utbah bin
Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf,
wahai Abu Jahal bin Hisam,
apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan
oleh tuhan kalian kepada
kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang
dijanjikan Tuhanku."
Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah
engkau memanggil kaum yang
sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak
mengetahui apa yang aku
katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu
menjawab perkataanku."
Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian
beliau kembali ke Madinah.
Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang
dan ganimah.
Kaum Muslim sangat
menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan
perang. Mula-mula Rasulullah
saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar
dan Umar. Abu Bakar berkata:
"Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari
saudara-saudara dan
keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil
fidyah (tebusan) dari mereka
sehingga apa yang engkau ambil tersebut
merupakan kekuatan bagi kita
terhadap orang-orang kafir, dan
mudah-mudahan Allah SWT
memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka
menjadi tulang punggung
kita."
Kemudian Rasulullah saw
menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata,
"bagaimana pendapatmu
wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah,
aku tidak sependapat dengan
apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku
berpendapat, seandainya aku
mampu untuk bertemu dengan salah seorang
kerabatku, maka aku akan
memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu
bertemu dengan keluarganya,
maka ia pun akan memukul lehernya begitu
Hamzah sehingga Allah SWT
mengetahui bahawa tidak ada di hati kita
kelembutan kepada kaum
musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan
Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang
terikat hubungan
kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan
terjadinya peperangan sesama
keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar
menginginkan agar keadaan
demikian terus berlanjut sehingga orang-orang
musyrik mengetahui bahawa
Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah
urusan itu dan terjadi
peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat senjata
dan berperang adalah suatu
kewajipan yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi
saw menoleh kepada kaum
Muslim dan mendapati sebahagian besar mereka
cenderung kepada pendapat
Abu Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat majoriti
saat itu. Pendapat majoriti
salah dan hanya Umar yang benar.
Ini adalah peperangan
pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim
harus meninggalkan dorongan
kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir
harus dibunuh agar
musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah
memilih darah. Allah SWT
telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an
sehingga Nabi saw dan Abu
Bakar menangis ketika keduanya menyedari
kesalahan mereka pada hari
berikutnya, lalu Umar memergoki mereka dalam
keadaan menangis dan ia
bertanya, "apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua
menangis?" Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi
seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka
bumi. Kamu menghendaki harta benda
duniawi sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang telah terdahulu dari
Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar
kerana tebusan yang kamu
ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan
bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan
dan berusaha untuk menebus
mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi
tidak berhak memiliki
tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak
peperangan dan banyak
berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya
telah mapan.
Kedua ayat tersebut
menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu
menghendaki harta benda
duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang
mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang
sulit. Itu adalah pemikiran
yang bersifat taktik sebagaimana yang kita
ungkapkan dalam istilah
moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis.
Kemudian para tawanan
tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah
moden mereka adalah
penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa
mereka harus ditumpahkan
saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka
memiliki kekayaan yang
banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak
mengakui kekayaan atau
kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan,
sedangkan
pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh
Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan
orang-orang yang menang bahawa kesalahan
mereka bisa berakibat pada
datangnya seksaan yang bakal mereka terima
tetapi Allah SWT mengampuni
mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau
sekiranya tidak ada
ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu
ditimpa seksaan yang besar
kerana tebusan yang kamu ambil."
Seksaan tersebut memang
lebih dekat daripada pohon yang dekat ini,
kemudian Allah SWT
mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni
sahabat-sahabat yang terjun
di perang Badar, baik dosa yang lalu mahupun
dosa mereka yang akan
datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum
Muslim agar mereka tidak
banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat
berperang. Jadi, Islam
memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya
ditujukan kepada Allah SWT
dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan
dari pertimbangan-pertimbangan
yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi
mengetahui bahawa
kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan
berakibat pada kekalahan
mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah
kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah
kaum Muslim tiga ratus
pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik
Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan
di
gunung dan Rasulullah saw
membuat rencana yang jitu untuk memenangkan
pertempuran di mana beliau
membagi pasukan pemanah di puncak gunung
untuk melindungi punggung
kaum Muslim dan melindungi mereka dari serangan
dari arah belakang.
Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan panah
itu agar mereka tetap di
tempatnya baik kaum Muslim menang mahupun kalah.
Yakni bahawa pasukan pemanah
tidak boleh turun dari gunung dan meski
berusaha untuk melindungi
kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada
mereka. "lindungilah
punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami
sedang bertempur, maka
kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah
menolong kami, dan jika kalian
melihat kami memperoleh kemenangan dan
mengambil ganimah, maka
kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan
tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang
lain, lalu beliau membikin
suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah
peperangan kemudian pasukan
Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang
memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam
tampak menguasai medan
dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa
meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kekuatan
persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan ketangguhan
pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan
bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di
hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai
berterbangan yang menyertai tanda-tanda
kekalahan pasukan Mekah.
Sementara itu, para pemanah yang diletakkan
Rasulullah saw di suatu
tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh
ganimah. Pasukan Mekah telah
kalah dan mereka telah melarikan diri dari
pasukan Muslim, maka
bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat
mereka untuk mengumpulkan
harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw
telah mengingatkan mereka
agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa
pun yang terjadi tetapi
pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang
perintah Nabi saw setelah
mereka membayangkan bahawa peperangan telah
selesai dan keuntungan akan
diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira
bahawa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka
sehingga mereka berhasil mengambil harta
rampasan dan ganimah.
Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati sebahagian
pasukan. Belum lama hal
tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan
yang drastik pada
peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyrik dalam
peperangan Uhud yaitu Khalid
bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh
Muslim adalah orang yang
sangat genius dalam peperangan. Begitu ia melihat
pasukan pemanah lari dari
tempat mereka, maka ia melihat celah yang terbuka
di tengah-tengah kaum
Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan
disertai pasukan yang
mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari
belakang. Serangan yang
dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat
mengejutkan. Orang-orang
musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang
tadinya lari, kini mereka
menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari
dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari
belakang dan yang lain dari
depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban
dari pasukan Muhammad bin
Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati
sebagai syahid saat
mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan
sang Nabi pun hidungnya
terluka dan giginya pun runtuh dan kepala beliau yang
mulia terluka sehingga
beliau mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu
bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika
mendengar itu, kaum Muslim
sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum
Muslim pun terpecah-pecah.
Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan
sekelompok yang lain ke atas
gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang
mulia. Ketika mendengar
kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada
kaumnya: "Bangkitlah
kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian
lakukan setelah kalian hidup
sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap
bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum
musyrik semakin berat kepada
Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian
terjadilah kejadian yang
paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw
berteriak saat melihat kaum
musyrik menekannya dan berusaha
membunuhnya: "Barang
siapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka
baginya syurga."
Mendengar perkataan itu,
kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan
melindungi beliau sehingga
banyak dari mereka berguguran sebagai syahid.
Bahkan sahabat-sahabat Abu
Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai
punggungnya dipenuhi dengan
anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang
dipakai kepada Nabi saw dan
ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian
berubahlah keadaan kerana
keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh
kaum Muslim. Pasukan Mekah
merasa puas dan mereka memilih untuk menarik
diri. Saat itu orang-orang
Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada
orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang
dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah
mereka berhasil membunuh
beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil
melukai pemimpin pasukan
yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu
kesalahan yaitu kesalahan
terletak pada penentangan dan pembangkangan
para pemanah terhadap
perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk
meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebahagian kelompok
dari sahabat kehilangan pengorbanan dan
kehilangan sikap ikhlas
dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus
dibayar oleh tentera yang
paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang
Nabi saw. Langit tidak ikut
campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu.
Kesalahan kaum Muslim itu
harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau
pun terluka bahkan keluar
darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga
setiap kali dituangkan air
di atas luka itu, maka darah pun semakin deras
mengucur. Darah itu tidak
berhenti kecuali setelah dibakarkan potongan
tembikar lalu dilekatkan di
atasnya.
Luka beliau bukan hanya
bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani
beliau pun semakin
bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa
pamannya Hamzah gugur
sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan
isteri Abu Sofyan yaitu
Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan
jantungnya serta
mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin
menambah kesedihan sang
Nabi.
Kaum Quraisy menguasi
pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan
menekan kaum Muslim secara
aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah
SWT nescaya kaum Muslim akan
mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian
turunlah dalam Al-Qur'an
al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar
mereka benar-benar ikhlas
dan memahamkan mereka bahawa kekalahan
mereka sebagai akibat dari
adanya pasukan di antara mereka yang
menginginkan dunia meskipun
di antara mereka ada sebahagian yang
menginginkan akhirat. Jika
terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini
bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan
Muslim, yang diharapkan
adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk
mencapai ridha Allah SWT dan
hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian
halnya, maka Allah SWT akan
memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan
menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali
'Imran:
"Di antaramu ada orang
yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada
orang yang menghendaki
akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka untuk menguji kamu;
dan sesungguhnya Allah telah memaafkan
kamu. Dan Allah mempunyai
kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang
yang beriman." (QS. Ali
'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu.
Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah
korban mereka dan mengubati
orang-orang yang terluka. Rasulullah saw
bertanya tentang pamannya
Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di
tengah-tengah sahabat yang
gugur, dan orang-orang kafir telah merosak
jasadnya, maka beliau
berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada
orang yang akan tertimpa
sepertimu selama- lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri
dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan
untuk mengembalikan
orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat
asal mereka di mana mereka
terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah
membawanya ke kuburan
kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang
laki-laki dari
pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau bertanya
siapa di antara keduanya
yang paling banyak mengambil manfaat dari
Al-Qur'an. Jika diisyaratkan
kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk
dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga
memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah
mereka dan beliau pun tidak
mensolati mereka, serta tidak memandikan
mereka. Allah SWT ingin
memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan
pada hari kiamat lalu beliau
bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan
Allah SWT kecuali Allah SWT
membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan
di mana Iukanya akan
mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan
baunya seperti minyak
misik."
Bukanlah penderitaan yang
dalam yang merupakan pelajaran yang harus
dimengerti kaum Muslim dari
peperangan Uhud sebagai akibat dari
pembangkangan mereka dari
perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka
kepadanya, tetapi wahyu juga
menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang
dapat dimanfaatkan.
Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan
adalah penjelasan tentang
sentral utama yang di situ kaum Muslim berkumpul.
Peribadi Rasulullah saw
bukanlah markas yang di situ kaum Muslim berkumpul
yang ketika peribadi
Rasulullah saw yang mulia pergi kerana satu dan lain hal,
maka orang-orang Muslim akan
pergi dan meninggalkan beliau. Tidak
seharusnya peribadi Rasul
saw menjadi markas atau sentral tetapi yang
menjadi sentral dari
semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahawa Al-Qur'an
al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan
senjatanya ketika tersebar
isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan
mencapai puncaknya ketika
kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat
beliau masih hidup namun
ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka
murtad di mana mereka
membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri
mereka sendiri. Orang-orang
Islam adalah orang- orang yang mengikuti prinsip
bukan mengikuti peribadi.
Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin
manusia dan Imam para rasul
dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk
Allah SWT yang paling mulia,
namun ini semua tidak membenarkan bahawa
seorang Muslim diperbolehkan
untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw
wafat atau terbunuh.
Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan
tidak membuang dari tangannya
kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia
telah memperoleh kemenangan
dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan
secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan
akidah Islam, bukan dengan
peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak
lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang
rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang
(murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang,
maha ia tidak dapat
mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan
Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali
'Imran: 144)
Demikianlah bahawa
peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa
terhadap kaum Muslim,
utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang
terbunuh di perang Uhud
adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling
banyak imannya. Mereka
adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama;
mereka memikul beban dakwah
di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus
berhadapan dan memusuhi
kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka
menjadi terasing saat
menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan
sesudahnya; mereka telah
menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah
SWT; mereka telah bersabar
dalam menanggung berbagai macam penderitaan,
dan ketika datang saat yang
paling berbahaya dan pasukan Islam telah
terkepung di mana jiwa Rasul
saw telah terancam, mereka justru mencurahkan
darah mereka bagaikan lautan
yang menenggelamkan orang-orang kafir dan
mereka mampu melindungi sang
Rasul saw dan mengubah jalan peperangan
serta menyelamatkan akidah
tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah
pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum
Muslim dan bukanlah
merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu
peperangan di antara cukup
banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk
menyebarkan kalimat Allah
SWT di muka bumi dan membimbing
hamba-hamba-Nya. Begitu juga
pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud
bukanlah pengorbanan yang
pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw
telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana
beliau telah memberikan
semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau
tidak memiliki dirinya
sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan
sia-sia bahkan beliau
beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau
diberikan kepada dakwah dan
untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam
peperangan dan beliau
memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama
beliau lari dari suatu
masalah kecuali beliau berhadapan dengan masalah yang
baru dan lain; belum lama
beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau
menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana
beliau selalu memberikan
kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan
agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati
kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang
Anda inginkan nescaya Anda
tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut
kehidupan beliau kecuali
dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui
pergelutan militer dalam berbagai macam
pertempuran yang silih
berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai
pergelutan politiknya yang
terwujud dalam perundingan-perundingan dan
surat-surat yang beliau
kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai
negara agar mereka memeluk
Islam, bahkan beliau melakukan pergelutannya
dalam masalah peribadi di
rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak
kosong dari pergelutan.
Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu.
Kalau kita mengenal Nabi
Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT,
maka Muhammad bin Abdillah
adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT.
Belum lama peperangan Uhud
berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya
berbekas pada kaum Muslim.
Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap
kurang ajar kepada mereka,
demikian juga orang-orang Yahudi, apalagi
orang-orang munafik dan
tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai
menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian datanglah utusan
dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka
mengatakan kepada beliau
bahawa mereka mendengar tentang Islam dan
mereka ingin memeluknya,
maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka
beberapa dai dan mubaligh
untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar
agama. Nabi saw mengutus
bersama mereka sekelompok para dai yang
dipimpin oleh 'Ashim bin
Tsabit. Ternyata orang-orang itu berkhianat atas para
sahabat-sahabat yang
berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di
antara mereka ditawan dan
dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti
mereka diserahkan pada
kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama
menunggu untuk menangkap
kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh
tiga tawanan kaum Muslim
itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar
dai-dai Allah SWT itu
terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi
saw orang-orang yang minta pada beliau agar
dikirim utusan dari kalangan
mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para
kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan
antara
kepentingan menyebarkan
Islam dan perlindungan terhadap kehormatan
manusia. Lalu beliau memilih
untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau
menyedari bahawa beliau
mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau
memberitahu mereka bahawa
mereka akan menghadapi suatu keadaan yang
misteri yang tiada
mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut
sudah menjadi bahagian dari
cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah
Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan
kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang
bakal diutusnya di tengah
kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk
mengutus para sahabatnya
menyakinkan beliau bahawa mereka akan
melindungi sahabat beliau.
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh
orang pilihan dari
sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta
mengajak manusia untuk
mengikuti Islam. Lalu pergilah para sahabat yang
kemudian dikenal dengan
sebutan al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai
membaca Al-Qur'an dan
menghafalnya). Mereka adalah para dai yang terbaik
yang diutus Nabi di mana
pada siang hari mereka memikul kayu bakar dan pada
malam hari mereka sibuk
dalam keadaan solat. Ketika datang perintah
Rasulullah saw kepada mereka
untuk pergi dan berdakwah mereka pun pergi
dalam keadaan gembira kerana
mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah
SWT. Mereka melangkahkan
kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik
dan para pengkhianat
sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama
sumur Ma'unah. Kemudian
mereka mengutus salah seorang di antara mereka
untuk menemui pemimpin
orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari
sahabat Rasulullah saw itu
menyampaikan surat
Nabi yang dibawanya di mana
beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan
dengan adanya pisau yang
menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat
ia tersungkur: "sungguh
aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang
kafir itu mengangkat senjata dan
mengumpulkan para kabilah
untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah
SWT itu sehingga
sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT
itu pun gugur di sumur
Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari
burung nasar dan
burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim
itu hanya seorang yang
selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia
menceritakan apa yang
dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka
dikhianati. Ketika mendengar
berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul
dan sedih. Kemudian beliau
mengangkat kepalanya dan berkata kepada
sahabat-sahabatnya:
"Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan
mereka telah meminta kepada
Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan
kami, berikanlah kami ujian
sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa
saja yang menjadi
kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang
dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang
menimpa para sahabat yang
gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw
sangat sedih mendengar sikap
orang-orang Arab dan orang- orang kafir
terhadap Islam. Mereka telah
mengejek dan merendahkan kaum mukmin
sampai pada batas ini.
Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat
kewibawaan Islam dengan tindak
kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini,
bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh
Rasulullah saw. Pada suatu
hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk
menyelesaikan suatu urusan.
Kemudian mula-mula mereka menampakkan
persetujuan atas apa yang
diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di
bawah naungan
benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk
melenyapkan beliau; mereka
menetapkan untuk melemparkan batu yang berat
dari atas benteng itu saat
beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang
direncanakan padanya. Namun Allah SWT
mengilhami Rasul-Nya akan
datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan
tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju
rumahnya. Beliau berfikir
saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa
penderitaan yang baru.
Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak
akan dapat berhenti kecuali
setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin
mengembalikan kewibawaannya
dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke
Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk
keluar dari Madinah, bahkan
Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya
sepuluh hari. Kemudian
orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu
bersama orang-orang Yahudi
dan mereka sepakat untuk memerangi Islam.
Namun ketika berhadapan
dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan
kekalahan. Kemudian turunlah
surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan
menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah
kemenangan yang meyakinkan
ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk
membalas kejadian yang
menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan
al-Qurra' itu. Rasul saw
ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian
pasukan Rasul saw itu mampu
membuat para pengkhianat dari orang-orang
Arab ketakutan. Hanya sekadar
mendengar nama pasukan Muslim, maka
serigala-serigala gurun yang
dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus
yang panik yang bersembunyi
di bawah lubang-lubang gunung. Orang-orang
Quraisy mendengar kegiatan
pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat
mereka mendekati Dahran,
sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka
menunggu pertemuan yang
disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim
menyala-kan api selama
delapan hari sebagai bentuk tantangan dan menunggu
kedatangan kaum kafir
sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah pergi, maka
citra kaum Muslim pun
terangkat setelah mereka menerima kepahitan dalam
peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah
utara jazirah Arab setelah menetapkan
kewibawaan mereka di
selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat
dengan Syam merampok di
tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di
situ, bahkan kenekatan
mereka sampai pada batas di mana mereka berfikir
untuk menyerbu Madinah. Oleh
kerana itu, Rasulullah saw keluar bersama
seribu orang Muslim yang mereka
bersembunyi di waktu siang dan berjalan di
waktu malam, sehingga
setelah lima
belas malam beliau sampai ke tempat
yang dekat dengan tempat
tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka
menggerebek tempat itu.
Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan
kaum Muslim yang begitu
cepat.
Kita akan mengetahui bahawa
alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah
saw sangat unggul
sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul.
Serangan mendadak yang
dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan
bahawa mereka memiliki
pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang
luar biasa sebagaimana
kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu
menunjukkan kemampuan
pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah
hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw
meletakkan baju besinya, dan
beliau kembali membangun peribadi kaum
Muslim sehingga beliau
terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali
berperang. Ketika
musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat
bahawa kemampuan militer
mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum
Muslim, maka mereka sengaja
melakukan cara-cara baru untuk memerangi
Islam. Yaitu peperangan
psikologi atau peperangan urat saraf dengan cara
menyebarkan berbagai macam
isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim
dengan peristiwa al-Ifik
(kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq
yaitu peperangan yang
membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim,
terjadilah kesalahfahaman
dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang
biasa mengambil air di mana
salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum
Muhajirin," dan yang
lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele
itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik
yaitu Abdullah bin Ubai.
Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- orang Anshar
untuk menyerang kaum
Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah
yang lama yang telah dibuang
dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang
dikatakan oleh Ibnu Ubai
adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan
mengambil kebaikan dari dan
seandainya kita telah kembali ke Madinah
nescaya orang-orang yang
mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di
dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan
kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di
mana kalimat itu berisi
provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk
menyerang kaum Muhajirin.
Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah
dan agar kesatuan mereka
runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul
saw dan menafikan apa yang
dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah
membenarkan perkataan si
munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin
Arqam salah mendengar.
Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari
Nabi saw sehingga peristiwa
itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau
mengeluarkan perintah agar
para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak
biasanya mereka lalui.
Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu
sampai waktu malam
menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu
pagi. Kepergian yang singkat
dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan
yang dirancang oleh si
Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang
bertujuan untuk membakar
persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk
menyalakan api di
tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki
kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba
melawannya, maka mereka pun
melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan
salah satu yang menjadi
objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah.
Alkisah, Aisyah pada suatu
hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya
terdapat anting-anting.
Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu
terjatuh dari lehernya dan
ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari
kafilah yang telah siap-siap
untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai
ia menemukannya. Sementara
itu orang-orang yang membawanya dalam tandu
(haudaj) mengira Aisyah
sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam
hal itu kerana memang berat
badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan
membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di
dalamnya. Aisyah kembali dan
tidak mendapati pasukan di mana mereka telah
pergi. Aisyah merasa hairan
atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah
merasa takut saat ia berdiri
sendirian di padang
gurun. Aisyah berusaha
bersikap baik, ia duduk di
tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga.
Aisyah melipat-lipat
pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan
mengetahui bahawa aku tidak
ada dan kerana itu mereka akan kembali
mencariku dan akan menemukan
aku.
Sementara itu, Sofwan bin
Mu'athal juga tertinggal kerana ia melakukan
keperluannya. Ia berjalan
dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang
yang tidak begitu jelas.
Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa
ia sedang berdiri di hadapan
Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya
perintah memakai hijab
(jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya,
Sofwan berkata:
"Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan
kembali,... isteri
Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan mundur dan
mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan
Anda menaikinya."
Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya
pergi dan mencari pasukan
yang telah meninggalkannya. Sementara itu,
pasukan Nabi sedang
beristirahat. Para sahabat mengira bahawa
Aisyah masih
berada dalam tandu.
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada
mereka bersama Sofwan yang
menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin
Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini.
Ia membuat kisah bohong yang
terkesan menuduh isteri Nabi melakukan
pengkhianatan. Abdullah bin
Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang
dikenalinya sebagai
orang-orang yang mudah percaya dan cenderung
membenarkan hal-hal yang
bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahawa di
antara mereka dan Aisyah
terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika
tersebar kebohongan yang
berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik
itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam
tali kebohongannya, di
antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang
wanita yang dipanggil Hamnah
binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab
binti Jahasy isteri
Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan
tersebut lalu mereka
menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat
dalam kebohongan itu
mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya.
pasukan pun bergoncang
dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak
mengetahui sedikit pun
tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk
menjatuhkan Islam dan
melukai perasaan Rasullullah saw dan itu termasuk
peperangan menentang
Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga
ia bertujuan menunjukkan
bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan
akidah yang mereka yakini
dan secara tidak langsung ia juga menyerang
kesucian rumah tangga
Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan
Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui
isu-isu yang dikatakan
tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar
hal itu sebagaimana ayahnya
Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun
tak seorang pun di antara.
mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul
saw tidak menceritakan
peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau
berubah di mana beliau tidak
lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya
saat Aisyah sakit. Ketika
beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ,
beliau berkata:
"Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan
kata-kata itu. Ketika Aisyah
melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai
marah. Pada suatu hari ia
berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan
aku, nescaya aku akan pindah
ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak
ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat
ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa
yang sebenarnya terjadi
padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam,
Aisyah sembuh dari sakitnya
dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang
dikatakan tentang dirinya.
Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia
mengetahui isu bohong
tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya
dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab
di mana kami tidak mengambil di rumah kami
tanggung jawab ini yang
biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami
membencinya. Kami keluar
untuk menikmati keluasan kota.
Sementara itu
para wanita keluar pada
setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada
suatu malam, aku keluar
bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebahagian
keperluanku. Lalu ia
berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita
wahai puteri Abu
Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia
memberitahukan padaku
apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar
kebohongan. Aku berkata:
"Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah,
ini benar-benar
terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu
memenuhi hajatku." lalu
aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis
sampai-sampai aku mengira
bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan
aku berkata kepada ibuku,
mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak
orang berbicara tentangku
namun engkau tidak menceritakan sedikit pun
kepadaku. Ia berkata:
"Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita
yang baik yang dicintai oleh
seorang lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri
yang lain (madunya) kecuali
wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata:
"Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya
pada mereka dan aku tidak
mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT
kemudian berkata:
"Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang
menyakiti aku melalui keluar
gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak
benar. Demi Allah, aku tidak
mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu
mereka mengatakan hal itu
pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya
kecuali dalam kebaikan di
mana ia tidak memasuki suatu rumah dari
rumah-rumahku kecuali ia
bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw
memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid
dan bermusyawarah dengan
keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan
berkata: "Ya Rasulullah
aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan
dan berita ini hanya
kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya
Rasulullah masih banyak
wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian
Rasulullah saw memanggil
Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri
kepadanya dan memukulnya
dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada
Rasulullah saw," lalu
wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui
kecuali kebaikan. Aku tidak
pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu
aku sedang membikin adunan
roti lalu aku memerintahkannya untuk
menjaganya namun Aisyah
tertidur dan datanglah kambing lalu adunan itu
dimakan olehnya."
Aisyah berkata:
"Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku
bersama kedua orang tuaku
dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku
menangis dan wanita itu pun
turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu
memuji Allah SWT dan
berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar
sendiri apa yang dikatakan
orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah
kepada Allah SWT dan jika
engkau telah melakukan keburukan seperti yang
diucapkan orang-orang itu,
maka bertaubatlah kepada Allah SWT kerana
sesungguhnya Allah SWT
menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah
berkata, "demi Allah,
itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan
kepadaku sehingga membuat
air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti
yang mereka katakan,"
lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk
mengatakan tentang diriku
namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata,
"demi Allah aku merasa
sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan
Al-Qur'an dari Allah SWT
berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar
Nabi saw melihat kebohongan
yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia
memastikan terbebasnya aku
darinya."
Aisyah berkata: "Ketika
aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku
berkata kepada mereka
tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan
Rasulullah saw?" Mereka
berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang
harus kami jawab." Aku
mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu.
Tiba-tiba Rasulullah saw
mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata:
"Bergembiralah wahai
Aisyah kerana sesungguhnya Allah SWT telah
menurunkan ayat yang
membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata:
"Segala puji bagi Allah
SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat
dan membacakan kepada mereka
ayat berikut ini:
"Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu buruk
bagi kamu. Tiap-tiap
seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa
yang dikerjakannya. Dan
siapa di antara mereka yang mengambil bahagian
yang terbesar dalam
penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang
besar. " (QS. an-Nur:
11)
Jibril turun kepada Nabi saw
untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari
segala tuduhan yang
ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi
menentang kaum Muslim dan
rumah tangga Rasulullah saw, dan
kelompok-kelompok kafir
meyakini bahawa mereka harus menggunakan cara
baru lagi untuk menentang
Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki
pergelutan menentang peperangan
fizik. Peperangan Khandaq termasuk contoh
peperangan fizik yang
dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi
menyerahkan urusan mereka
kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian
persekongkolan dan sumpah di
antara tokoh- tokoh Yahudi dan
pemimpin-pemimpin kaum
musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi berfatwa
bahawa agama Quraisy yang
disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih
baik daripada agama Muhammad
yang penyembahan hanya layak ditujukan
kepada Tuhan Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah
lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil
menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan
mengerahkannya untuk
menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan
menyerang Madinah dengan
jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya,
berita itu sampai ke Nabi
saw. Beliau tidak hairan ketika mendengar
orang-orang Yahudi bersatu -
padahal mereka mempunyai asas agama yang
menyeru kepada tauhid -
bersama kaum musyrik menentang agama tauhid.
Nabi saw mengetahui bahawa
perjanjian telah lama membelenggu orang-orang
Yahudi sehingga hati mereka
menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara
mereka dan sumber yang
jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka
menjadi buah yang rosak yang
kulitnya bergambar tauhid namun isinya
bergambar kepahitan syirik.
Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan
kepentingan kaum Yahudi dan
kaum musyrik.
Nabi saw menyedari bahawa
beliau sekarang menghadapi ancaman dan
pasukan yang besar.
Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan
bagi Muslimin. Beliau mulai
berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah
tanpa harus keluar darinya.
Kali ini taktik militernya berubah di mana sebelum
itu beliau keluar dari
Madinah dan menjauhinya serta menyerang
kelompok-kelompok yang
berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk
ancaman berbeza dan tentu
fikiran Nabi pun berubah kerana mengikuti
perbezaan ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan
pertemuan militer bersama para tenteranya.
Beliau ingin mendengar
berbagai usulan tentang bagaimana cara
mempertahankan Madinah. Lalu
Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi
menggali suatu parit yang
dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti
bendungan alami yang dapat
menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit
yang pasukan berkuda tidak
akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat
mempertahankan diri dari
belakangnya. Mula- mula usulan itu terkesan agak
mustahil diwujudkan namun
pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu.
Melalui sensifitas
militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahawa
situasi cukup genting dan
kerananya ia menuntut usaha keras untuk dapat
melaluinya. Nabi saw
memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di
sekitar Madinah. Pekerjaan
itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana
udara sangat dingin. Di
samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis
ekonomi yang mengancam
Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap
dilaksanakan, bahkan
Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian
dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat
yang luar biasa dapat menyelesaikan
penggalian parit itu
meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan
kelaparan kerana kekurangan
harta. Namun semangat pasukan Islam tetap
meninggi. Mereka percaya
akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari
Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala
orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata: 'lnilah
yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita.' Dan benarlah Allah
dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka
kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab:22)
Pasukan Quraisy mulai
mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah
menjadi jazirah cinta di
tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai
menghentam jazirah dan
berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian
berteburanlah panah-panah
kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang
cukup banyak. Pasukan kafir
mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam
keadaan bingung: apa
gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali
parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha
melalui parit itu namun pasukan Muslim segera
menyerangnya. Demikianlah
peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada
hakikatnya ia adalah
peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung
Madinah selama tiga minggu
di mana serangan demi serangan terus dilakukan
sepanjang siang dan mata
mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan
saking dahsyatnya
pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui
apakah pasukan musuh
berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah
para musuh berhasil menembus
lubang yang mereka bangun? Allah SWT
menggambarkan keadaan
peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka
datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan
ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai
ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam persangkaan.
Di situlah diuji orang- orang mukmin dan
digoncangkan hatinya dengan
goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab:
10-11)
Keadaan semakin buruk di
mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian
mereka dengan kaum Muslim
dan mereka bergabung dengan al-Ahzab.
Demikianlah Bani Quraizhah
membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa
terhadap pengkhianatan bani
Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap
mereka. Setiap hari keadaan
semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar
mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka
benar-benar kacau. Ketika
keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim
bertanya kepada Rasul saw,
"apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw
memberitahu agar mereka
mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan
tolonglah kami untuk
mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari
mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan
kewajipan mereka dan telah
membuat mukjizat mereka dalam menghalau
serangan. Jadi, mereka tidak
memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah
Yang Maha Mendengar
permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya.
Dia mengetahui orang yang
melaksanakan kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim
benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT.
Kemudian perjalanan
pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa
difahami. Para
penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di
mana mereka telah menyerang
selama tiga pekan namun serangan tersebut
tidak memberikan hasil apa
pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya
namun tanpa memberikan hasil
yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan
tetap begini selama tiga
tahun.
Kemudian datanglah suatu
malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat
malam segelap itu dan angin
sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin
sampai-sampai suaranya
laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu
sehingga tak seorang pun di
antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari
tangannya atau berdiri dari
tempatnya kerana saking dinginnya cuaca.
Kemudian Nabi saw datang
menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu
melihatnya meskipun beliau
berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa
ini?" Hudaifah
menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu
Hudaifah." Hudaifah
tetap tinggal di tempatnya kerana ia khawatir jika ia
berdiri ia akan tidak mampu
kerana saking dinginnya dan akan menabrak Rasul
saw. Rasul saw berkata
kepada Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting
tentang keadaan kaum yang
menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata
dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana
ia tidak mampu menahan cuaca
yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat
berdiri dan keluar dari
Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan
menyusup di tengah barisan
mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan
membawa berita tentang mereka.
Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika
Nabi saw selesai dari
pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan
kepadanya. Hudaifah pun
pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan
kegelapan malam dan
kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup
di tengah-tengah pasukan
musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak
melakukan tindakan apa pun
selain mendapatkan berita dan kembali. Inilah
tugas utamanya. Hudaifah
sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha
menyalakan api namun angin
segera mematikannya sebelum menyala dan di
dekat api itu terdapat
seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan
tangannya ke arah api dengan
maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu
adalah pemimpin kaum musyrik
yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera
memasang anak panah pada busur yang dibawanya
dan ia ingin memanahnya.
Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum
Muslim dapat merasa tenang
dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw
kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali
meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata:
"Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak
menguntungkan bagi kalian,
maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi."
Abu Sofyan melompat ke atas
untanya lalu mendudukinya dan memukulnya
sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui
Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya
pasukan Ahzab dan gagalnya
serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa
penarikan mundur pasukan
musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan
menyerang mereka dan mereka
tidak akan menyerang kita." Belum lama
pasukan Ahzab kembali ke
negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau
keluar dari Madinah bersama
pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani
Quraizhah. Orang-orang
Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian mereka
bersama Nabi saw. Mereka
menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana itu,
mereka harus membayar biaya
pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar
para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar
kecuali di Bani Quraizhah.
Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut
bererti mereka akan
menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari
tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan
kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad
bin Mu'ad agar ia memutuskan
perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum
Aus dan kaum Aus adalah
sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa
jahiliah. Kaum Yahudi
mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan
hubungan yang terjalin
selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan
bahawa tokoh mereka akan
memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu
mereka. Sa'ad ketika itu
terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya kerana
terkena panah kauni Ahzab.
Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia
bersikap baik terhadap
orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia
bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian
Sa'ad mengatakan
penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad
untuk memutuskan hukum
sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan
celaan para pencela."
Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan
keturunannya ditawan serta
harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun
menyetujui keputusan tegas
Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh
engkau telah memutuskan
kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari
tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahawa
perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga
berbagai pertimbangan lazim
selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa
depan Islam berada di
genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah
penyebab berkecamuknya
peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai
tipu daya mereka berusaha
untuk memblokade Islam dan menghancurkannya.
Oleh kerana itu, kini telah
tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun
dari akarnya tanpa
memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan
dari Madinah. Nabi saw kembali
melanjutkan pergelutannya.
Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau
lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw
berjalan untuk melaksanakan
umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau
keluar bersama seribu empat
ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah
ke Baitul Haram guna
melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di
Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba
unta yang ditunggangi Nabi duduk
dan ia tidak mahu melangkah
menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata:
"Oh unta itu
malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh
Zat yang menahan laju gajah
menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang
Quraisy membuat suatu
rencana dan mereka meminta agar aku menyambung
tali silaturahmi nescaya aku
akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para
sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum
Muslim beristirahat di sana dengan harapan
mereka dapat memasuki Mekah di
waktu pagi. Peristiwa itu
bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah
menetapkan agar tak seorang
pun dari kaum Muslim dapat memasukinya.
Semua kaum Quraisy telah
keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka
mengutus utusan-utusan
kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka
bahawa beliau tidak datang
untuk berperang namun beliau ingin melakukan
umrah sebagai bentuk pujian
dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan
kemuliaan rumah-Nya yang
suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum
Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan
sampai kaum Muslim memasuki
Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah
mereka kembali pada tahun
depan.
Datanglah juru runding kaum
Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan
mendengarkan ia menyampaikan
syarat-syarat perjanjian yang intinya
pelaksanaan perdamaian dan
penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua
syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa
perjanjian tersebut tidak
menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap
sebagai titik kemunduran
politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah
kebingungan kaum Muslim
adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan
seseorang pun dari kalangan
sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini.
Tidak biasanya beliau
bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan
beliau
pergi menemui kaum musyrik
dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan
beliau tidak kembali kecuali
membawa berita persetujuan dengan perjanjian
yang ditandatangani
orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda
tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw.
Mereka bertanya
kepada beliau,
"bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum
Muslim? Bukankah musuh-musuh
kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya
mengiyakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali
bertanya: "Mengapa kita
harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar
ingin mengungkapkan sesuai
dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus
mundur kalau kita berada di
atas kebenaran? Mengapa kita menerima
syarat-syarat perjanjian
yang justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah
kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes
yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw
justru menyampaikan jawapan
yang unik bagi mereka di mana beliau berkata:
"Aku adalah hamba Allah
SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang
perintah-Nya dan Dia tidak
mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna dari
kalimat beliau adalah,
"taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu
memperdebatkannya dan
hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan
bahawa perjanjian yang menimbulkan pro dan
kontra di tengah-tengah
sahabat itu justru membawa kemenangan politik
paling gemilang yang pernah
dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut
diperoleh sebagai hasil dari
kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan
kelihaian politik kaum
Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua
kelihaian-nya agar kaum
Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki
Masjidil Haram pada tahun
ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu
mencapai pengelihatan yang
tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang
berkenaan dengan masa depan.
Jika saat ini perjanjian tersebut tampak
membawa kekalahan bagi kaum
Muslim, maka setelah berlangsung beberapa
bulan ia justru mendatangkan
kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil
dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib
adalah juru tulis dalam
perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw
berkata kepada Ali:
"Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang." Utusan
Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah
dengan nama-Mu, ya Allah.
Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan
nama-Mu, ya Allah."
Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama
sekali kerana tidak ada
perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah
dan dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali:
"Ini adalah perundingan antara Muhammad saw
utusan Allah dan Suhail bin
Amr." Mendengar itu dengan nada menentang
Suhail bin Amr berkata:
"Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku
tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi
berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara
Muhammad bin Abdillah dan
Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah
kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang
sekilas tampak menjatuhkan
kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan
suatu tujuan yang penting
yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil,
semuanya terjadi dengan
ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahawa
Muhammad bin Abdillah dan
Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk
menghentikan peperangan
selama sepuluh tahun di mana hendaklah
masing-masing mereka
memberikan keamanan terhadap sesama mereka.
Namun jika terdapat di
antara orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam
lalu ia datang kepada
Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum
Muslim mengembalikannya
kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang
yang murtad dari sahabat
Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi
orang Quraisy untuk
mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat
menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang
Quraisy memaksakan
kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak
adil itu. Ali melanjutkan
tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah
pada tahun ini dan tidak
memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang
Quraisy keluar darinya, maka
beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan
umrah selama tiga hari dan
setelah itu beliau harus meninggalkannya.
Pensyaratan tersebut sangat
merugikan kaum Muslim dan terkesan
membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian
tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah
penderitaan dan kebingungan
Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy
meminta perlindungan kepada
kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin
bergabung dengan kelompok
Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit
menyusulnya bahkan
memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya.
Orang Mukalaf itu segera
berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum
Muslim agar mereka
menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga
mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw
berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk
bersabar dan tegar dalam
menanggung penderitaan kerana Allah SWT akan
menjadikannya dan
orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan
kelapangan.
Nabi memahamkannya bahawa
beliau telah mengadakan suatu perjanjian
dengan kaum Quraisy dan
bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar
perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu
dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa.
Kemudian Selesailah
penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim
dan pihak kaum musyrik.
Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah
saw memerintahkan para
sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban
dan mencukur rambut mereka
(tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke
Madinah. Namun tak seorang
pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu
beliau mengulangi
perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang
tampak membisu kerana
ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta
dan memanggil tukang
cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak
berbicara dengan seorang
pun. Ketika para sahabat mengetahui bahawa Nabi
saw tampak marah dan telah
mendahului mereka dengan tahalul dari
umrahnya, maka mereka
bangkit untuk menyembelih korban dan memotong
rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan
bahawa perundingan tersebut tidak seperti yang
dibayangkan oleh kaum
Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan
kekalahan. Persatuan kaum
kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka
menandatangani perjanjian
itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan
kaum kafir dan pembawa
bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika
tersebar berita perjanjian
mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah
fitnah-fitnah kaum munafik
yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berailah
kabilah-kabilah penyembah
patung di penjuru jazirah.
Saat aktiviti kaum Quraisy
terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan
aktiviti di mana mereka
berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki
kemampuan untuk melihat
kebenaran. Sejak dua tahun dari masa
penandatanganan perjanjian
itu jumlah penganut Islam semakin bertambah
lebih dari jumlah
sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa saat Rasul saw
keluar ke Hudaibiyah beliau
ditemani dengan seribu empat ratus Muslim namun
ketika beliau keluar pada
tahun penaklukan kota
Mekah beliau disertai dengan
sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari
perundingan tersebut.
Penambahan jumlah kaum
Muslim yang luar biasa ini adalah dikeranakan
hikmah sang Nabi saw dan
kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai
pemenang dalam pergelutan
politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya
merugikan kaum Muslim kini
telah berubah menjadi syarat- syarat yang
merugikan kaum Quraisy.
Barang siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke
kaum Quraisy, maka hendaklah
mereka melindunginya kerana Allah SWT telah
memampukan Islam darinya,
dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum
kafir dan pergi ke kaum
Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya
ke kaum Quraisy di mana ia
tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak
Islam atau ia dapat lari
dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang
bertikai dan ia dapat hidup
laksana duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan
sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada
Nabi saw dan mengharap
kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang
masuk Islam daripada
membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju
kaum Quraisy. Demikianlah
kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang
telah mereka diktekan dan
Nabi saw pun menerimanya dengan puas.
Perundingan itu justru
menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus
menjalani mata rantai pergelutan yang tiada
henti-hentinya di mana
kehidupan beliau yang peribadi sekali pun tidak sunyi
dari penderitaan. Nabi saw
menikahi sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan sembilan isteri tersebut
merupakan keistimewaan peribadi yang hanya
beliau miliki kerana
berhubungan dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu
suatu dakwah yang
membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat
orang isteri dengan syarat
jika yang bersangkutan mampu menciptakan
keadilan di antara mereka,
dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu
isteri jika seorang Muslim
khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orientalis dan
musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan
memujukkannya, dan salah
satu cela yang mereka manfaatkan adalah
perkahwinan beliau dengan
sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa
pernikahan-pernikahan beliau
terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan
dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahawa
beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat
beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah
berusia empat puluh tahun.
Semasa hidup Khadijah beliau
tidak menikahi isteri yang lain sampai Khadijah
mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia
di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah
sebelum beliau diutus
untuk menyebarkan Islam.
Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia
meninggal dan beliau
diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan
beratnya jihad, kasih
sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap
Islam dan perintah Allah SWT
semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari
satu orang isteri sampai
mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan Aisyah yang saat itu
masih belia merupakan usaha untuk menjalin
ikatan dengan Abu Bakar,
ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan
Hafshah meskipun ia sedikit
kurang cantik merupakan usaha beliau untuk
menjalin ikatan dengan Umar,
ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu
Salamah, janda dari pemimpin
pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT
dan wanita itu merasakan
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah
dan hijrah ke Madinah.
Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian
menghadapi berbagai
persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera
merangkulnya di rumah
kenabian. Perkahwinan beliau dengan Sawadah sebagai
bentuk penghormatan terhadap
keislaman wanita itu dan kemuliaannya dari
kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.
Sementara itu, pernikahan
beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian
berat bagi beliau di mana
perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk
mengharamkan suatu tradisi
yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi
adopsi. Zainab termasuk
kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani
Hasyim. Ia merasa bangga
dengan nasab yang dimilikinya yang kerananya ia
menolak ketika ditawari
untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang
budak Nabi yang telah beliau
bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau
nisbatkan kepada dirinya dan
beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil
dengan sebutan Zaid bin
Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui
pendapat Nabi dan perintah
Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan
mereka. Dan barang siapa
menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh
dia telah sesat dengan
kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas
bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir.
Zainab tidak menyukai Zaid
dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu
menahan kehidupan bersama
seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid
datang kepada Nabi saw guna
mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk
menceraikan isterinya. Allah
SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar
membiarkan Zaid menceraikan
isterinya, lalu hendaklah beliau menikahinya.
Nabi saw merasakan kesulitan
yang luar biasa dan beliau berbicara kepada Zaid
agar ia terus melangsungkan
kehidupannya dan bersabar. Nabi saw
membayangkan apa yang
dikatakan manusia kepadanya bahawa ia menikahi
isteri dari anaknya tetapi
apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru
merupakan sesuatu yang ingin
dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya
dan dalam Islam tidak ada
sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai
isterinya lalu Nabi dapat
menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang
diinginkan oleh Islam.
Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat
mendengar berbagai ocehan
yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini
bukanlah pengorbanan pertama
dan terakhir yang beliau persembahkan untuk
Islam. Berkenaan dengan itu,
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika
kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya
dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus
isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang
kamu menyembunyikan di dalam
hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang
lebih berhak kamu takuti.
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap isterinya
(menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia
supaya tidak ada keberatan
bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi)
isteri-isteri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya
dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu
pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)
Pernikahan beliau dipenuhi
dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan
kebaikan dan rahmat serta
penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan
menggabungkannya di rumah
kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti
Abu Sofyan bin Harb,
pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah
bersama suaminya ke
Habasyah.
Ia berhadapan dengan
keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama
Allah SWT. Kemudian suaminya
mati meninggalkannya sendirian dalam
menjalani kehidupan.
Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan
hanya menentang ayahnya
merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah
saw tertarik untuk menggabungkannya
di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan
menemuinya saat ia telah menjadi isteri
Rasulullah saw. Abu Sofyan
ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu
Habibah berusaha menjauhkan
tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap
anaknya itu, ayahnya
bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai
membenciku?" Dengan
penuh keberanian ia menjawab: "Ini adalah tempat tidur
Rasulullah saw dan engkau
adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh
menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay
adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan
Juwairiyah binti Haris,
ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani
Musthaliq menelan kekalahan
saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua
anak perempuan raja dan
pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan.
Pernikahan Nabi dengan kedua
wanita itu terkesan dipaksa oleh orang-orang
yang kalah itu dan sebagai
ajakan agar kaum Muslim memperlakukan mereka
dengan baik. Mula-mula kaum
Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap
ipar-ipar Nabi, namun Nabi
dengan kelembutan sikapnya ingin menyingkap
aspek kemanusiaan dalam
peperangannya dan beliau mengisyaratkan kepada
kaum Muslim agar mereka
menunjukkan persaudaraan sesama manusia.
Peperangan itu sendiri bukan
sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan
aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi
wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan
maksud agar kebebasan dan
kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan
mereka dapat masuk Islam
secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah
dengan Maryam al-Qibtiyah.
Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi
sebagai budak di mana itu
merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh
Al-Qur'an antara Islam dan
Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim
dengan dihalalkannya
pernikahan dengan wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam memberikan anak
kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari
datuknya, bapak para nabi.
Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat
masih menyusu. Kematiannya
merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat
dari Ilahi bahawa
pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut
Al-Qur'an dan para pembawa
Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah jika ada orang yang
membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai
banyak waktu untuk mencari
kesenangan meskipun halal. Kesenangan
diperbolehkan bagi orang
lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan
penderitaan berjihad,
menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada
orang yang membayangkan
bahawa Rasul saw hidup di rumahnya dengan
keadaan ekonomi yang lebih
baik daripada orang yang termiskin dari kalangan
Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya
penuh dengan kezuhudan yang luar biasa
sehingga sebahagian
isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara
mereka ada yang berasal dari
keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar
atau keluarga Umar bahkan
sebahagian isterinya bersatu untuk meminta
kepada beliau agar beliau
menambah nafkah mereka sehingga Nabi
meninggalkan
isteri-isterinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa
beliau telah menceraikan
semua isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir
(yaitu ayat yang memberikan
pilihan kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap
menjadi isteri beliau atau
diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an al-Karim
memberikan pilihan pada
isteri-isteri Nabi antara menjalani kehidupan di
rumah kenabian dengan penuh
kesederhanaan atau menerima perceraian.
Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah
kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan
perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan
kepadamu mut'ah dan aku
ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika
kamu sekalian menghendaki
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta
(kesenangan) di negeri
akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan
siapa yang berbuat baik di
antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab:
28-29)
Selesailah fitnah.
Demikianlah pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya,
isteri-isteri beliau memilih
kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat
daripada kehidupan dunia.
Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi hal-hal
yang bersifat mubah, namun
Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat,
kerana itu beliau harus
menjadi teladan bagi umat sehingga beliau dapat
menjadi cermin tertinggi
yang layak di emban oleh seorang yang memegang
tampuk kepemimpinan
Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan
isteri-isteri Nabi saw dalam
bentuk mengangkat kedudukan mereka dan
menjadikan mereka sebagai
ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu (hendaknya)
lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan isteri-isterinya
adalah ibu-ibu mereka." (QS. al- Ahzab:6)
Dan, sebagai penegasan
terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab
yang teliti kepada mereka,
yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti
itu kepada Muslimah-Muslimah
lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau
mengirim surat ke raja-raja dan para penguasa di mana
beliau ingin
menunjukkan universalitas
ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi
untuk mengikuti Islam, lalu
beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus
mengajaknya untuk memeluk
Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir
Basrah bahagian dari wilayah
Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam,
dan beliau juga mengirim surat ke penguasa Qibti
dan mengajaknya untuk
masuk Islam, dan beliau juga
menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan
mengajaknya untuk mengikuti
Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir
Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi
disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di
antara mereka ada yang
berusaha menyampaikan kepada pembawa surat
bahawa ia masuk Islam dan
mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara
mereka ada yang
merobek-robek surat
itu dan di antara mereka ada yang
membalas surat itu dengan jawapan yang baik, dan di
antara mereka ada yang
menerima kebenaran. Demikianlah
hari berlalu dalam pergelutan yang tidak
pernah padam, suatu
pergelutan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau
menaklukkan Mekah dan
menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk
dalam agama Allah SWT dalam
keadaan berbondong-bondong, dan Allah SWT
menyempurnakan agama bagi
kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji
wada' (haji yang terakhir)
dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah
sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS.
al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan
kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT
merasa bahawa telah tiba
waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah
berkata kepada anak-anak
yang berteriak dan bermain-main di luar rumah:
"Diamlah kalian kerana
Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun
terdiam dan mereka merasakan
ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari
terakhir, Rasulullah saw
tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang
biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan bahawa
kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw
yang biasanya wajah beliau
dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya
laksana lempengan emas. Nabi
saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan
hampir saja beliau tidak
kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau
memasuki rumahnya dan
bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin
Abu Thalib. Beliau merasakan
keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah
menidurkan beliau di atas
ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan
tangannya di atas kening
beliau. Kepala beliau tampak panas kerana saking
hebatnya demam. Aisyah
berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan
air mata, "demi ayah
dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan sakit?"
Nabi saw tersenyum untuk
menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur. Kemudian
mengalirlah dalam memori
Nabi saw berbagai gambar hidup: Jibril turun
kepada beliau dengan membawa
wahyu di gua Hira. Beliau telah melewati
waktu yang diberkati selama
dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak
seperti mimpi. Bahkan empat
puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti
gambar yang hanya dilukis
sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah
bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah
berhasil melalui berbagai
penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau
tidak pernah mengeluh sekali
pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para
pengikutnya dengan penuh
kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan
benderanya semakin berkibar.
Kemudian beliau bangun kerana melihat
tangisan yang tersembunyi
dari Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan
melihat wajah Aisyah sambil
beliau sendiri berusaha melawan rasa pusing,
demam, dan sakit yang
dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk
menenangkan Aisyah dan
beliau kembali memejamkan matanya dan tidak
sedarkan diri. Apa gerangan
yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah
Allah SWT memahkotai jihad
Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah
dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan
aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw.
Beliau mengingat bagaimana
tindakan orang Quraisy ketika membantalkan
perjanjian Hudaibiyah dan
mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu
dengan kaum Muslim dan
akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum
Muslim di Baitul Haram.
Kemudian beliau berjalan bersama pasukan yang
berjumlah sepuluh ribu di
mana semua pasukan telah siap, dan tentera Muslim
turun dari gunung Mekah
laksana air bah yang tidak berhenti sedikit pun. Telah
lewatlah masa para pembawa
tombak, panah, dan pedang; telah lewatlah
masa di mana Rasulullah saw
memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat
kaum Muhajirin dan Anshar.
Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang
berhasil menaklukkan Mekah,
Nabi saw menunggangi untanya dan beliau
menundukkan kepalanya dengan
penuh rendah diri di hadapan Allah SWT
sampai-sampai kepalanya
hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu
Mekah terbuka untuk pasukan
ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka
menyerahkan diri.
Kalimat Allah SWT semakin
meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul
Haram lalu beliau berkeliling
di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai
patung yang berbaris di
sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya.
Kemudian patung-patung itu
berjatuhan dan hancur. Setelah beliau
membersihkan masjid dari
berbagai patung dan mengembalikannya
sebagaimana yang diciptakan
oleh Allah SWT sebagai rumah tauhid yang
mutlak, beliau menoleh
kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka dan
mengajak mereka untuk
kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu
solat, lalu Bilal naik di
atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan.
Penduduk Mekah mendengarkan
panggilan baru ini di mana gemanya
berputar-putar di antara
gunung:
"Allah Maha Besar. Aku
bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi
bahawa Muhammad utusan
Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju
keberuntungan. Allah Maha
Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu
dikembalikan kehormatannya dan kemuliaannya.
Kemudian lagi-lagi arus
berbagai gambar terlintas dalam memorinya: itulah
peperangan Hunain dengan
kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya;
Itulah Nabi saw yang
memberikan ganimah terhadap orang- orang yang
bergabung dengan Islam hanya
dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah
untuk memberi ganimah
Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan
segalanya untuk Islam. Salah
seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah,
Rasulullah saw telah menemui
kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah
Rasulullah saw dan
memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya:
"Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan
ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak
mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah:
"Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku
tidak lain kecuali seseorang dari kaumku." Rasulullah saw berkata:
"Kumpulkanlah kepadaku
kaummu untuk masalah yang penting ini dan jika
kalian telah berkumpul, maka
beritahulah aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh
kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw
bahawa ia telah mengumpulkan
mereka. Rasulullah saw keluar menemui
mereka dan berdiri di
hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian
berkata: "Wahai
orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat
kalian dalam keadaan sesat
lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada
kalian, dan kalian menjadi
orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan
kalian, dan kalian dalam
keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati
kalian?" Mereka
menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian
tidak menjawab wahai kaum
Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan
katakan wahai Rasulullah dan
dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh
segala kurnia hanya milik
Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata:
"Demi Allah, seandainya kalian mahu nescaya kalian
akan mengatakan dan benar
apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada
kami sebagai seorang yang
terusir, maka kami melingdungimu dan engkau
datang dalam keadaan miskin
lalu kami menghiburmu dan engkau datang
dalam keadaan ketakutan lalu
kami mengamankanmu dan engkau datang
dalam keadaan teraniaya lalu
kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji
dan kurnia bagi Allah SWT
dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai
kaum Anshar, apakah kalian
akan marah terhadap harta yang telah aku berikan
kepada suatu kaum dengan
harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka
dan kalian justru melupakan
kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian
dalam bentuk nikmat Islam.
Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas
ketika manusia pergi untuk
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan
kalian pergi dengan
Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya,
seandainya manusia melalui
suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang
lain nescaya aku akan
melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum
Anshar dan anak-anak kaum
Anshar dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum
tersebut menangis sehingga janggut mereka
terbasahi dengan air mata
dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT
sebagai Tuhan dan sangat
puas dengan pembahagian Rasulullah saw."
Kemudian Nabi saw pun
meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam
keadaan puas. Orang-orang
Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di
dunia adalah seorang yang
datang di dunia untuk memberi, bukan untuk
mengambil. Nabi saw
terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di
kamar. Suhu tubuh beliau
meningkat kerana demam, lalu beliau memanggil
Aisyah dan meminta kepadanya
untuk membawa air yang dapat digunakannya
untuk mendinginkan tubuhnya.
Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah
saw sampai demam beliau
beransur- ansur sedikit menurun. Tampak bahawa
waktu berlalu cukup lambat
dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin
meningkat.
Beliau mulai merasa bahawa
tidak mampu lagi untuk solat bersama para
sahabat, lalu beliau
memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka.
Pada saat Nabi mengalami
antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu
berfikir apa gerangan yang
belum disampaikannya kepada manusia. Beliau
telah menyampaikan segala
sesuatu dan telah mengajari mereka segala
sesuatu serta telah
meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan
dengannya ia tidak akan
sesat.
Rasul saw mulai mengantuk
dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya.
Beliau melihat dirinya di
haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan
kepada kaum musyrik dan
mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil
Haram dan sekarang Nabi saw
keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari
kaum Muslim cara manasiknya.
Rasulullah saw memperhatikan ribuan
orang-orang yang bertauhid
saat mereka menuju Baitul Haram dalam keadaan
memenuhi panggilan Tuhan dan
tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan
memori datuk mereka, Ibrahim
Khalilullah. Nabi saw berdiri dan berpidato di
tengah-tengah keramaian itu.
Nabi saw mulai merasakan bahawa kehidupannya
di dunia sebentar lagi akan
berakhir. Beliau mengetahui bahawa kafilah ini
akan pergi sendirian dalam
menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan
nilai- nilai Islam dan
wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang
selama dua puluh tiga tahun
menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya
kepada mereka: "Apakah
aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu
manusia yang hadir saat itu
menyatakan bahawa beliau benar-benar telah
menyampaikan dakwah. Beliau
memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya
bagaimana berdakwah kepada
manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana
mengenalkan agama kepada
mereka.
Kemudian beliau berwasiat
kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya
sedangkan Rasulullah saw
berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang
yang paling utama di sisiku
adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun
mereka dan di mana pun
mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia
dan sebagai cermin yang
tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan.
Beliau menegakkan Al-Qur'an
di tengah-tengah umat Islam namun beliau
menolak segala bentuk
penampilan yang biasa melekat pada seorang penguasa
atau raja atau pemimpin apa
pun. Beliau berkata kepada para sahabatnya:
"Aku hanya seorang
hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui
sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk
penghormatan kepada beliau
mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan
kepada mereka agar tidak
berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui
sahabat-sahabatnya dan
murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka
di tempat terakhir yang
ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah
dengan para sahabatnya,
bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka
dan mendudukkan mereka di
ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang
dewasa mahupun anak- anak.
Beliau membesuk orang-orang yang sakit
meskipun berada di tempat
yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang
mempunyai uzur. Beliau
mendahului orang yang ditemuinya dengan salam
bahkan beliau mendahului
berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika seseorang datang
untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau
mempersingkat solatnya dan
menanyakan keperluan orang itu. Setelah
menyelesaikan keperluan
manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya.
Beliau selalu menebar senyum
kepada kawan dan lawan dan memiliki
keperibadian yang paling
baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau
melayani keluarganya. Beliau
mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya
dan memberi minum unta.
Beliau makan bersama pembantu. Beliau memenuhi
kebutuhan orang yang lemah,
orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan
kebaikan beliau dan kasih
sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau
membiarkan cucunya menaiki
punggungnya saat beliau sedang solat.
Kasih sayang beliau tidak
hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju
pada binatang dan pohon.
Beliau memberi makan binatang dengan tangannya
sendiri bahkan beliau pernah
merawat anjing yang sakit. Beliau
memerintahkan pasukan Islam
saat berperang demi menegakkan keadilan Islam
agar mereka tidak membunuh
anak kecil, orang tua, kaum wanita dan
hendaklah mereka tidak
mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi
saw bukan hanya suatu undang-undang yang
mengatur hubungan antara
manusia dan manusia yang lain, dan apa yang
dibawa oleh Nabi saw bukan
hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan
kualiti kehidupan dan
kemajuannya, ini semua adalah hal relatif namun beliau
datang dengan membawa
peradaban yang abadi yang mengatur hubungan
antara manusia dan alam, dan
mengembalikan keserasian di alam wujud
sehingga semua berjalan
secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik
terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan
beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah
kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun
hakikatnya telah lenyap. Namun
sebelum beliau meninggal,
Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau
sesuatu yang membuat hati
beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari
bulan Rabiul Awal yang
mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan
ridha dan diridhai. Salam
kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta
sahabat yang setia
bersamamu.
NABI MUHAMMAD s.a.w
DENGAN PENGEMIS BUTA
Di sudut pasar Madinah
Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta, hari
demi hari apabila ada orang
yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai
saudaraku jangan dekati
Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia
itu tukang sihir, apabila
kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya".
Setiap pagi Rasulullah SAW
mendatanginya dengan membawa makanan, dan
tanpa berkata sepatah kata
pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang
dibawanya kepada pengemis
itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar
tidak mendekati orang yang
bernama Muhammad. Rasulullah SAW
melakukannya setiap hari
hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah
kewafatan
Rasulullah tidak ada lagi
orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada
pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah
anaknya Aisyah r.ha. Beliau
bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah
kekasihku yang belum aku
kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan
ayahnya, "Wahai
ayahanda engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada
satu sunnah pun yang belum
ayahanda lakukan kecuali satu sunnah saja".
"Apakah Itu?",
tanya Abu Bakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke
ujung pasar dengan
membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi
buta yang berada di sana", kata Aisyah
r.ha.
Keesokan harinya Abu Bakar
r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan
untuk diberikannya kepada
pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis
itu dan memberikan makanan
itu kepada nya. Ketika Abu Bakar r.a. mulai
menyuapinya, si pengemis
marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abu
Bakar r.a menjawab,
"aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang
yang biasa
mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang
kepadaku tidak susah tangan
ini memegang dan tidak susah mulut ini
mengunyah. Orang yang biasa
mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi
terlebih dahulu
dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu
ia berikan pada ku dengan
mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan
perkataannya. Abu Bakar r.a.
tidak dapat menahan air matanya, ia menangis
sambil berkata kepada
pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa
datang pada mu, aku adalah
salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia
itu telah tiada lagi. Ia
adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu
mendengar cerita Abu Bakar
r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata,
benarkah demikian?, selama
ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia
tidak pernah memarahiku
sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa
makanan setiap pagi, ia
begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut
akhirnya bersyahadat
dihadapan Abu Bakar r.a.
NABI-NABI YANG DIUTUS
KEPADA KAUM YASIN
Allah SWT berfirman:
"Dan buatlah bagi
mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri
ketika utusan-utusan datang
kepada mereka. (Yaitu) ketika Kami mengutus
kepada mereka dua orang
utusan, lalu mereka mendustakan keduanya;
kemudian Kami kuatkan dengan
(utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan
itu berkata: 'Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.'
Mereka menjawab: 'Kamu tidak
lain hanyalah manusia seperti kami dan
Allah Yang Maha Pemurah
tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain
hanyalah pendusta belaka.'
Mereka berkata: 'Tuhan kami mengetahui
bahawa sesungguhnya kami
adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan
kewajiban kami tidak lain
hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan
jelas.' Mereka menjawab:
'Sesungguhnya kami bernasib malang
kerana
kamu, sesungguhnya kamu jika
tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami
akan merejam kamu dan kamu
pasti akan mendapat siksa yangpedih dari
kami.' Utusan-utusan itu
berkata: 'Kemalangan kamu itu adalah kerana
kamu sendiri. Apakah jika
kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)?
Sebenarnya kamu adalah kaum
yang melampaui batas. " (QS. Yasin: 13-19)
Allah SWT menceritakan
kepada kita tentang tiga nabi tanpa menyebut
nama-nama mereka. Hanya
saja, Al-Qur'an menyebutkan bahawa kaum yang didatangi tiga nabi tersebut
mendustakan mereka. Mereka mengingkari bahawa tiga nabi itu sebagai utusan
Allah. Ketika para rasul itu menunjukan bukti kebenaran mereka, kaumnya berkata
bahawa kedatangan mereka justru membawa kesialan. Mereka mengancam para nabi
itu dengan rajam, pembunuhan, dan siksaan yang pedih. Para
nabi itu menolak ancaman ini dan menuduh kaumnya membuat tindakan yang melampui
batas. Mereka justru menganiaya diri mereka sendiri.
Al-Qur'an al-Karim dalam
konteks ayat tersebut tidak menceritakan bagaimana
urusan para nabi itu. Yang
ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah urusan seorang
mukmin yang mengikuti para
nabi itu. Hanya dia satu- satunya yang beriman
kepada nabi. Kelompok yang
kecil ini berhadapan dengan kelompok yang besar
yang menentang para nabi.
Laki-laki itu datang dari negeri yang jauh. Dan
dalam keadaan berlari, ia
mengingatkan kaumnya. Hatinya telah terbuka untuk
menerima kebenaran. Belum
lama ia menyatakan keimanannya sehingga
kemudian ia dibunuh
oleh orang-orang kafir.
Allah SWT berfirman:
"Dan datanglah dari
ujung kota,
seorang laki-laki (Habib an-Najjar) dengan
bergegas-gegas ia berkata:
'Hai kaumku, ikutilah utusan- utusan itu, ikutilah
orang yang tiada minta
balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk. Mengapa
aku tidak menyembah (Tuhan) yang
telah menciptakanku dan yang
hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) ahan
dikembalikan? Mengapa aku
akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika
(Allah) Yang Maha Pemurah
menghendaki kemudharatan terhadapku,
niscaya syafaat mereka tidak
memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan
mereka tidah (pula) dapat
menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau
begitu pasti berada dalam
kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah
beriman kepada Tuhanmu; maha
dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.'"
(QS. Yasin: 20-25)
Konteks Al-Qur'an hanya
menyebutkan atau membatasi tentang proses
pembunuhan itu. Belum lama
orang mukmin itu atau belum sampai ia
menghembuskan nafas
terakhirnya sehingga Allah SWT mengeluarkan
perintah-Nya dan mengatakan:
"Dikatakan (kepadanya):
'Masuklah ke syurga.' Ia berkata: 'Alangkah baiknya
sekiranya kaumku mengetahui,
apa yang menyebabkan Tuhanku memberi
ampun kepadaku dan
menjadikan aku termasuk orang-orang yang
dimuliakan.'" (QS.
Yasin: 26-27)
Jadi, Al-Qur'an al-Karim
tidak menyebutkan nama-nama para nabi itu dan
kisah-kisah mereka, tetapi
yang ditonjolkan adalah kisah lelaki mukmin di
mana dalam konteks ayat
tersebut nama laki-laki mukmin pun tidak
disebutkan. Tentu penyebutan
namanya tidak penting, tetapi yang lebih
penting adalah apa yang
terjadi padanya. Beliau adalah seorang mukmin yang
mengikuti para nabi
AllahSWT.
Dikatakan kepadanya:
masuklah ke dalam syurga. Tentu proses penyiksaan
yang diterimanya dan
pembunuhannya bukan membawa suatu nilai yang besar
tetapi yang perlu
diperhatikan adalah bahawa ia beriman dan tetap berjuang
membela para nabi. Meski-pun
ia mendapatkan ancaman pembunuhan, ia
tetap menunjukkan
keimanannya dan keimanannya tetap membara.
"Sesungguhnya aku telah
beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah
(pengakuan
keimanan)ku."'?
sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar