Kehidupan di pura (istana) berlangsung terus. Pada suatu hari, Raden
Paku minta izin kepada ibunya untuk pergi mengaji ke Ampel Delta. Sang Ibu
setuju, bahkan bersedia mengantarkan dan menyerahkan anaknya itu, dan
berangkatlah mereka dan di temani oleh Aburerah. Sampailah mereka ke Ampel
Delta. Setelah berbasa-basi, Nyai Ageng meminta agar di izinkan untuk
menitipkan anaknya mengaji di Ampel Delta. Setelah Sunan Ampel
melihat anak itu (Raden Paku) diam-diam Sunan Ampel memuji di dalam hatinya dan
bertanya dan katanya : “Anak siapa ini,?
Tampan, serta baik budi pekertinya !’ Nyai Ageng menjawab:
‘’Kanjeng Sunan sudah mengetahuinya!”
Kanjeng Sunan Apel tersenyum, dan berkata: “Ya, tinggalkan anak ini.” Nyai
Ageng kemudian mohon pamit pulang dan meninggalkan Raden Paku di Ampel Delta.
Mulailah Raden Paku mencari ilmu/mengaji di Ampel Delta, Pada suatu
hari, Raden Paku sedang berkumpul mengaji dengan teman-temannya, dan ternyata
Raden Paku-lah yang lebih menonjol,
segala yang di ajarkan, Dia cepat menangkap, dan menghafalnya, misalnya
pelajaran Ilmu Fiqh, Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang lainnya, termasuk ilmu
Syari’at, tarikat, hakikat dan ma’rifat. Dan kemudian dia di ajarkan ilmu
kesempurnaan, hanya dalam waktu tujuh bulan, semua ilmu sudah tamat dan di
kuasainya dengan baik.
Pada
suatu malam ketika para santri sedang tidur di surau, tampak sinar terang
menyilaukan mata, dan Kanjeng Sunan Ampel melihat sinar terang itu dan bergegas
menuju surau dan memeriksa apa yang sedang terjadi di dalam surau, jelaslah
terlihat bahwa sinar itu adalah sinar yang keluar dari salah seorang santrinya,
yang sedang tidur, untuk mengetahui badan siapa yang mengeluarkan sinar, maka
Sunan Ampel memberi tanda anak tersebut dengan memberi tanda lipatan pada
kainnya. Setelah itu Sunan Ampel-pun kembali kerumahnya.
Setelah tiba shalat shubuh, Kanjeng Sunan-pun bertanya kepada santrinya:
“kain siapa yang ada lipatannya?” dan salah satu santri menjawab, “Kanjeng
Sunan, kain yang di gunakan Raden Paku, ada lipatannya !” Kanjeng Sunan
Ampel-pun terdiam. Setelah tau hal itu, Raden Paku-pun di panggil menghadap
Sunan Ampel, dan Kanjeng Sunan-pun berkata: “Nak, sudah sa’atnya engkau
mendapat anugrah Allah, mari kita pergi ketempat sepi !” dengan hati
bertanya-tanya, Raden Paku-pun pergi mengikuti ajakan sang guru Kanjeng Sunan Ampel. Setelah tiba di tempat
sepi, Kanjeng Sunan Ampel berkata: “Dalan firman Allah, apa maksud tempat sepi
seperti ini?” Raden Paku menjawab dengan rendah hati: “saya belum tahu, Kanjeng
Sunan lebih tahu.” Tapi Kanjeng Sunan Ampel mendesak Raden Paku untuk
menjawabnya, dan akhirnya Raden Paku-pun menjawab: “ma’af Kanjeng Sunan Ampel,
mungkin ini makna dari do’a, birusati lapusali.” Kanjeng Sunan Ampel meneruskan
baca’an itu: “pankemanatuapasama, watullahu.” Kanjeng Sunan Ampel kembali
bertanya: “ Apa artinya lafadz itu?” Raden Paku menjawab: “Pankabiran
kamdulillahi kasirina.” Kebaikan Allah tercurah padamu Kanjeng Sunan Ampel.” Kanjeng
Sunan mengucapkan lafadz lagi: “Bukratan Waasila inni Wajahtu,” Apa artinya
itu”? kanjeng Sunan bertanya lagi, Raden Paku-pun menjawab: “Kanjeng Sunan
lebih tahu artinya”. Kanjeng Sunan berkata lagi: “makna do’a itu, tetaplah
dengan ilmu yang kau dapat, lahir maupun bathin.!” Kemudian Kanjeng Sunan Ampel
kembali mengajarkan ilmu pengetahuan kepada Raden Paku secara mendalam, Merasa
ilmu yang di dapat oleh Raden Paku sudah cukup, maka Kanjeng Sunan Ampel
berkata kepada Raden Paku: “simpanlah baik-baik ilmu ini,” dan kanjeng Sunan
berkata lagi: “Bagi orang yang belum cukup ilmu, tapi ia merasa sudah
menguasai, kelak bila sampai ajalnya tentu orang itu masih suka ingkar janji,
meskipun ia sudah banyak berguru, tetapi pada umumnya mereka belum faham pada
kesempurnaan sejati, dan dia tidak akan bisa menangkap kesempurnaan sejati,
lain dengan ajaran guru akan kesempurnaan sejati, perbuatan lahir, sejalan
dengan hatinya. Ia rajin sholat lima
waktu, di dalannya terpusat pada satu tujuan, yakni membuktikan diri, bahwa dia
orang mukmin, lahir dan batinnya akan sesuai dengan ajaran Allah Swt, sholat
yang khusyu di situlah terdapat wahana terbukanya alam gho’ib sebagai
gangguannya, dan haru di ketahui pula, jangan memanjakan hawa nafsu kemurkaan, agar diri dapat petunjuk dari yang kuasa,
teguhlah memegang tekad dan kemauan, jangan takut oleh pengaruh yang gho’ib,
tiupan angin. Kilauan kenyataan sejati, bila tiba-tiba menjadi wali yang
terhormat, anakku, sesungguhnya sudah terkumpul dalam dirimu, bila muncul wahyu
sejati, menuruti segala kehendak, dansegala yang kau fikirkan terlaksana, jika
tidak tahu apa itu daim, maka ibadahnya tidak di terima, karna itu hanya
sekedar tahu saja, dan kemauannya masih simpang siur, dan menimbulkan keraguan
besar, contohnya adalah mudah di pengaruhi oleh rasa iri hati itu akan
menghalangi semua keinginan. Begitulah bila seseorang belum faham tentang kebatinannya sendiri: “.
Demikianlah nasihat Kanjeng Sunan Ampel
kepada muridnya (Raden Paku)
gak ngerti
BalasHapusGak ngerti
BalasHapusGak paham
BalasHapus